10 Anime yang Bisa Membuat Penontonnya Depresi

- Anime-anime menyajikan kenyataan pahit, konflik batin, dan penderitaan emosional yang mendalam.
- Grave of the Fireflies dan A Silent Voice menggambarkan kehancuran emosional tanpa penghiburan.
- Welcome to the NHK, Clannad: After Story, dan Anohana menampilkan realitas kehidupan yang tak selalu indah.
Tidak semua anime dibuat untuk hiburan ringan. Ada pula anime yang justru menyajikan kenyataan pahit, konflik batin, dan penderitaan emosional yang mendalam. Anime-anime ini tidak hanya membuat penontonnya menangis, tetapi juga memaksa mereka berpikir ulang tentang kehidupan, eksistensi, dan makna kebahagiaan. Berikut ini sepuluh anime yang bisa membuatmu merasa hancur secara emosional dan sekaligus membuka mata terhadap kerasnya realita.
1. Grave of the Fireflies

Disutradarai oleh Isao Takahata dari Studio Ghibli, Grave of the Fireflies adalah kisah tragis dua kakak beradik yang berjuang bertahan hidup di tengah kehancuran Jepang pasca-Perang Dunia II. Anime ini memperlihatkan bagaimana perang bukan hanya soal politik dan strategi, tetapi juga penderitaan manusia yang tak terlihat di baliknya. Seita dan Setsuko, dua anak kecil yang kehilangan orang tua dan tempat tinggal, menjadi simbol dari generasi yang dihancurkan oleh konflik.
Yang membuat anime ini begitu menyakitkan adalah narasinya yang jujur dan tidak memberikan penghiburan. Tidak ada keajaiban yang menyelamatkan mereka, hanya ketegaran yang perlahan runtuh. Menontonnya seperti menyaksikan harapan dipadamkan perlahan-lahan. Film ini tidak hanya menggugah simpati, tetapi juga rasa bersalah—karena kita sebagai penonton hanya bisa menyaksikan, tanpa bisa berbuat apa-apa.
2. A Silent Voice (Koe no Katachi)

A Silent Voice menyelami tema bullying, penyesalan, dan pencarian pengampunan. Kisahnya berpusat pada Shoya Ishida, seorang remaja yang dulu mengintimidasi teman sekelasnya yang tunarungu, Shoko Nishimiya. Bertahun-tahun kemudian, dihantui rasa bersalah, Shoya mencoba memperbaiki kesalahannya dan menebus luka yang ia tinggalkan.
Anime ini tidak hanya menyentuh karena tema rekonsiliasi, tetapi juga karena penggambarannya terhadap kesehatan mental. Setiap karakter membawa luka batin yang kompleks, dan proses penyembuhannya tidak pernah mudah. Penonton dipaksa menghadapi kenyataan bahwa kata-kata bisa lebih menyakitkan dari pukulan, dan bahwa permintaan maaf tidak selalu cukup. A Silent Voice menampar kita dengan lembut, namun meninggalkan bekas dalam yang sulit hilang.
3. Welcome to the NHK

Anime ini menghadirkan potret kelam seorang hikikomori bernama Satou Tatsuhiro yang terjebak dalam delusi, depresi, dan paranoia. Ia percaya ada konspirasi besar bernama NHK yang membuatnya menjadi seperti ini. Lewat narasi yang absurd sekaligus menyedihkan, anime ini mengeksplorasi tema keterasingan sosial, kecanduan game, dan ketidakmampuan berinteraksi dengan dunia nyata.
Yang membuat Welcome to the NHK sangat menyentuh adalah cara ia menampilkan keputusasaan tanpa dramatisasi berlebihan. Semuanya terasa nyata, menyakitkan, dan dekat dengan kehidupan nyata generasi muda modern. Satou bukan tokoh heroik, ia pecundang, dan itu justru membuatnya relatable. Anime ini menunjukkan bahwa tidak semua orang bisa "berhasil" dalam standar masyarakat, dan bahwa jatuh adalah hal yang wajar.
4. Clannad: After Story

Jika Clannad versi awal membangun fondasi cinta remaja yang manis, maka Clannad: After Story menghancurkannya dengan realita kehidupan dewasa. Cerita berfokus pada Tomoya dan Nagisa, yang menikah dan mencoba membangun kehidupan baru. Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama saat tragedi demi tragedi menimpa keluarga kecil mereka.
Anime ini mengajarkan bahwa kehidupan tidak selalu memberi hadiah untuk orang baik. Penderitaan bisa datang tanpa alasan, dan kehilangan adalah bagian dari kehidupan yang tak bisa dihindari. Penonton tidak hanya menangis karena kisah tragisnya, tetapi karena realita yang terlalu akrab, tentang cinta, kehilangan, dan melanjutkan hidup meski hati sudah hancur berkeping-keping.
5. Texhnolyze

Anime ini mungkin tidak populer di kalangan umum, tetapi bagi yang menontonnya sampai akhir, Texhnolyze meninggalkan kekosongan eksistensial yang sulit dijelaskan. Berlatar di kota bawah tanah yang hancur bernama Lux, anime ini menyajikan dunia tanpa harapan, penuh kekerasan, dan kehilangan makna hidup. Karakter utamanya, Ichise, adalah pria yang kehilangan tangan dan kakinya, lalu dijadikan objek eksperimen.
Texhnolyze adalah meditasi visual tentang nihilisme. Dialognya minim, atmosfernya berat, dan alurnya lambat namun menyesakkan. Tidak ada harapan, tidak ada penebusan. Anime ini seperti menatap kekosongan dan mendengar ia berbicara kembali padamu. Ini bukan tontonan santai, tetapi pengalaman filosofis yang mengganggu.
6. Shouwa Genroku Rakugo Shinjuu

Dengan latar belakang seni pertunjukan rakugo, anime ini menggali tema identitas, warisan, dan kesepian. Fokusnya adalah pada kehidupan dua seniman rakugo dengan pendekatan yang bertolak belakang, dan bagaimana pilihan hidup mereka memengaruhi generasi selanjutnya. Tragedi tidak datang dengan dentuman besar, tapi dari konflik kecil yang membusuk perlahan.
Anime ini menghancurkanmu secara perlahan, bukan dengan kematian, tetapi dengan rasa sesal yang mengendap. Penggambaran relasi antar tokohnya begitu manusiawi, membuat setiap pilihan terasa menyakitkan dan tak bisa ditarik kembali. Ini adalah kisah tentang seni, cinta, dan takdir yang membawa penyesalan seumur hidup.
7. Tokyo Magnitude 8.0

Anime ini menghadirkan simulasi realistis tentang bencana gempa bumi besar yang menghantam Tokyo. Melalui sudut pandang dua bersaudara, Mirai dan Yuuki, penonton diajak menyaksikan kehancuran, kematian, dan trauma psikologis yang ditinggalkan oleh bencana. Semua digambarkan dengan pendekatan dokumenter yang emosional dan menggugah.
Yang membuatnya begitu menghantam adalah unsur realismenya. Tidak ada monster, tidak ada penyelamatan heroik, hanya manusia yang berusaha bertahan di tengah reruntuhan. Bahkan twist di akhir ceritanya akan menghancurkan hati siapa pun yang masih menyimpan harapan. Ini adalah pengingat bahwa bencana bukan hanya headline berita, tetapi tragedi nyata yang menyentuh nyawa manusia satu per satu.
8. March Comes in Like a Lion

Anime ini mungkin terlihat lembut dari luar, tapi di dalamnya tersembunyi eksplorasi mendalam tentang depresi, kehilangan, dan pencarian identitas. Rei Kiriyama, seorang pemain shogi profesional muda, berjuang dengan rasa kesepian dan trauma masa lalu. Kehidupannya yang tampak teratur sebenarnya adalah lapisan pelindung dari kehancuran emosional yang ia alami.
Yang membuat March Comes in Like a Lion unik adalah keseimbangannya antara kehangatan dan kegelapan. Hubungan Rei dengan keluarga Kawamoto memberikan harapan, namun perjuangannya dengan identitas dan ekspektasi terus menimbulkan konflik batin. Ini adalah anime tentang perjuangan yang sunyi, pertempuran yang tidak selalu terlihat, tapi terasa sangat nyata.
9. Bokurano

Sekilas, Bokurano terlihat seperti anime mecha biasa, namun jauh dari itu. Cerita berpusat pada sekelompok anak yang tanpa sadar menandatangani kontrak untuk mengendalikan robot raksasa demi menyelamatkan dunia, dengan satu konsekuensi fatal: nyawa mereka akan hilang setelah setiap pertempuran.
Setiap episode mengupas kehidupan salah satu anak, memperlihatkan betapa kerasnya dunia bahkan sebelum mereka menghadapi kematian. Tidak ada glorifikasi pahlawan—hanya realita pahit tentang pengorbanan, keputusasaan, dan kehilangan masa kecil. Anime ini mempertanyakan apa artinya menyelamatkan dunia jika harga yang dibayar adalah hidupmu sendiri.
10. Anohana: The Flower We Saw That Day

Anohana berkisah tentang sekelompok sahabat masa kecil yang terpisah akibat kematian salah satu dari mereka, Menma. Bertahun-tahun kemudian, roh Menma muncul kembali dan memaksa mereka menghadapi luka yang belum sembuh. Proses rekonsiliasi ini dipenuhi tangis, penyesalan, dan penerimaan yang menyakitkan.
Setiap karakter membawa beban yang tak pernah mereka selesaikan. Hubungan yang dulu indah berubah menjadi dinding rasa bersalah dan kehilangan. Anohana menampar penonton dengan cara yang halus, bukan karena kematian, tapi karena perasaan yang tertahan terlalu lama. Ia menunjukkan bahwa kesedihan tidak mengenal waktu, dan bahwa luka batin hanya bisa sembuh jika dihadapi bersama.
Anime-anime di atas adalah bukti bahwa medium animasi bisa menyentuh kedalaman emosi dan realitas hidup manusia. Mereka bukan sekadar tontonan, tapi cermin dari berbagai sisi gelap kehidupan yang sering kita abaikan. Meski menyakitkan, kisah-kisah ini penting, karena dari sanalah kita bisa belajar tentang empati, ketabahan, dan arti sebenarnya dari menjadi manusia.