NIKI di video musik "High School in Jakarta" (instagram.com/88rising)
Lagu-lagu yang mereka bawakan juga sering menggunakan referensi kultur asli mereka yakni Asia dan terkadang spesifik ke Indonesia. Walau pengalaman mereka tentang Indonesia tidak merepresentasikan keseluruhan negeri, lirik mereka terasa tetap autentik.
NIKI misalnya membuat lagu bertajuk "High School in Jakarta" yang sempat jadi sensasi beberapa waktu lalu. Lagu tersebut memang tidak mewakili orang-orang yang mengenyam pendidikan di sekolah negeri, tetapi justru jadi topik pembicaraan menarik di kalangan orang Indonesia. Banyak orang yang kemudian mencoba membuat parodi lagu tersebut berdasar pengalaman pribadi mereka.
Artinya, orisinalitas lagu tidak hanya bertumpu pada seberapa akuratnya representasi yang ditawarkan, tetapi kemampuan lagu itu menginspirasi orang untuk mengingat momen yang mirip dengan yang dimiliki si empunya lagu. Kesuksesan lagu-lagu NIKI sama dengan yang terjadi pada Taylor Swift. Meski menggunakan referensi yang Amerika sentris, lagu-lagu Taylor bisa dinikmati penggemar lintas negara. Lagi-lagi bukan karena akurasi referensinya, tetapi keauntetikan rasa dan kesan yang termakhtub dari lagu tersebut.
Rich Brian pun begitu. Lagunya yang viral "Dat $tick" misalnya memang mengundang kontroversi karena penggunaan istilah rasis yang merujuk pada komunitas kulit hitam. Namun, Brian segera memperbaiki kesalahannya dan tak lagi menggunakan kata-kata eksplisit macam itu. Popularitas lagu debutnya itu sendiri didorong kepiawaiannya memotret isu-isu yang relevan dengan Indonesia seperti korupsi, disparitas ekonomi, bahkan tawuran antarpelajar.
Meski referensinya spesifik Indonesia, isu-isu tadi familier di banyak negara dan dengan mudah meraup perhatian publik internasional. Rich Brian bisa dibilang setipe dengan Kendrick Lamar dan Childish Gambino saat membuat lagu. Dengan perspektif Asia, ia jadi angin segar di tengah industri hiburan dunia.