Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Film yang Bisa Ubah Perspektif Soal Diaspora Eropa Timur 

Anora (dok. Universal Pictures/Anora)

Berdasar riwayatnya, orang-orang Eropa Timur selalu dipotret dengan stereotip tertentu saat ditampilkan di film-film Barat, utamanya buatan Amerika Serikat. Mungkin karena pengaruh Perang Dingin, karakter Eropa Timur selalu identik dengan mata-mata, mafia berdarah dingin, dan tokoh-tokoh antagonis lainnya. 

Padahal, tentu diaspora Eropa Timur tak sesempit itu representasinya. Coba, deh, tonton lima film yang bisa ubah perspektif soal diaspora Eropa Timur untuk kenalan dengan mereka yang ada di akar rumput. Nyata dan lekat dengan kehidupan sehari-hari. 

1. Anora (2024)

cuplikan film Anora (dok. Universal Pictures/Anora)

Representasi diaspora Eropa Timur yang cukup akurat dan berhasil mendobrak stereotip bisa kamu lihat di Anora. Film nomine Oscar 2025 ini secara strategis mengambil latar Brighton Beach, New York, Amerika Serikat. Kawasan itu ternyata jadi salah satu pusat pemukiman diaspora negara-negara eks-Soviet. 

Dalam film, kamu bisa beberapa karakter bertukar dialog dalam bahasa Rusia dan Armenia, termasuk dengan sejumlah cameo. Menariknya lagi, mereka dipotret sebagai tokoh-tokoh realistis. Bisa tersenyum, tertawa, melakukan hal bodoh, dan pada intinya hanya ingin kepentingan mereka terpenuhi. 

2. Give Me Liberty (2019)

Give Me Liberty (dok. Music Box Films/Give Me Liberty)

Dibuat sutradara Amerika keturunan Rusia, Kirill Mikhanovsky, Give Me Liberty bisa pula jadi tontonan menarik. Latarnya Milwaukee, Amerika Serikat yang juga jadi lumbung diaspora Eropa Timur. Ceritanya berkutat pada keseharian Vic, seorang pemuda yang bekerja jadi sopir untuk taksi khusus pasien rumah sakit.

Dinamika hubungannya sang kakek yang berasal dari Rusia serta pasien-pasien langganannya jadi titik berat film ini. Ditambah beberapa kritik tentang fasilitas umum dan isu kekurangan tenaga kerja, Give Me Liberty adalah film indie yang membuka mata. Apalagi Mikhanovsky melibatkan cast yang sesuai dengan karakter yang mereka perankan, baik dari segi latar belakang kultural sampai kondisi klinis. 

3. Tangerine (2015)

Tangerine (dok. Magnolia Pictures/Tangerine)

Kalau suka performa Karren Karagulian di Anora, buktikan pula talentanya di film Sean Baker lain berjudul Tangerine. Karagulian memerankan seorang sopir taksi Armenia yang menyembunyikan orientasi seksualnya dari keluarganya yang konservatif. Pada satu momen, takdirnya dipertemukan dengan dua pekerja seks transpuan yang juga sedang menghadapi polemik hidup mereka sendiri.

Seperti biasa, film Baker selalu chaotic, tapi seru dan nagih. Latarnya pun sederhana, tetapi plotnya kaya dan memuaskan. Menariknya lagi, ini bukan kali pertama Karagulian tampil di film Baker, lho. Ia tercatat jadi cast di Take Out, Starlet, The Florida Project, dan Red Rocket

4. Bodies Bodies Bodies (2022)

film Bodies Bodies Bodies (dok. A24/Bodies Bodies Bodies)

Ada satu detail menarik yang mungkin kamu lewatkan dalam film thriller-psikologi Bodies Bodies Bodies garapan Halina Reijn. Yakni, keberadaan Bee, salah satu tokoh yang diperkenalkan pertama kali sebagai pacar dari salah satu anggota sirkel pertemanan anak-anak kaya di film tersebut. Statusnya yang outsider jadi mencolok saat konflik memuncak. 

Latar belakangnya yang merupakan kelas pekerja dan berasal dari keluarga imigran Eropa Timur terbongkar perlahan. Ini yang kemudian menjelaskan mengapa ia memilih lebih banyak diam dan jadi pengamat. Namun, Bee ternyata disiapkan Reijn untuk jadi salah satu karakter penting di film tersebut. 

5. Import/Export (2007)

Import/Export (dok. Ulrich Seidl Filmproduktion/Import/Export)

Import/Export agak beda, nih. Film dibagi dalam dua perspektif. Salah satunya seorang perawat asal Ukraina yang memilih merantau ke Austria demi bisa dapat penghasilan layak. Ia sempat mencoba cara-cara instan sebelum akhirnya jadi pekerja migran. Ekspektasinya cukup tinggi sampai ia tertampar realitas. 

Bukannya jadi perawat, ia justru bekerja sebagai petugas kebersihan sebuah panti jompo. Ini karena pendidikannya di Ukraina tak cukup membuatnya dipandang setara di negara Uni Eropa itu. Menarik juga observasi ketimpangan dan diskriminasinya. 

Melihat kelima film yang bisa ubah perspektif soal diaspora Eropa Timur, kita seolah diingatkan kalau pada hakikatnya manusia itu sama tak peduli apa etniknya. Kultur dan bahasa boleh beda, tetapi kecenderungan dan motif hidup kita pada akhirnya tak jauh beda bahkan saling bersilangan. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us