Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
The Substance (dok. MUBI/The Substance)
The Substance (dok. MUBI/The Substance)

Pernah dengar istilah validasi? Dalam psikoterapi, validasi diartikan sebagai proses mencari kebenaran dalam pikiran dan perasaan. Validasi sebenarnya bukan hal yang salah dan cukup alamiah diinginkan manusia sebagai mahkluk sosial.

Dalam sebuah riset yang dilakukan Kuo, dkk. berjudul 'The Who and What of Validation: An Experimental Examination of Validation and Invalidation of Specific Emotions and the Moderating Effect of Emotion Dysregulation,' validasi bahkan dipakai dalam berbagai metode psikoterapi untuk menangani gangguan psikis tertentu. Namun, validasi, apalagi yang bersifat eksternal atau datang dari orang lain, ternyata tidak selamanya dibutuhkan. 

Dalam riset yang dipublikasikan Ballara berjudul 'The Power of Social Validation: A Literature Review on How Likes, Comments, and Shares Shape User Behavior on Social Media' pada International Journal of Research Publication and Reviews, validasi sosial atau yang datang dari entitas di luar sendiri sering kali membuat orang mengingkari jati dirinya karena punya level konformitas yang tinggi terhadap ekspektasi dan tren yang berkembang di masyarakat. Validasi eksternal juga bersikap adiktif karena bisa memicu produksi dopamin dalam otak yang menciptakan sensasi senang serta puas. Kedua sensasi itulah yang ingin kita ulang terus. 

Kedua dampak buruk tersebut sebenarnya cukup menyakinkan kita untuk tidak lagi mencari validasi eksternal. Masalahnya, terkadang berdamai dengan keinginan mencari validasi eksternal butuh proses serta latihan. Ada yang bilang usia punya pengaruh besar dalam konteks ini. Artinya semakin dewasa, semakin berkurang pula keinginan seseorang mencari validasi dari luar diri sendiri. Namun, ternyata ini tidak berlaku secara umum. Masih banyak orang dewasa yang haus validasi dan harus merasakan ganjarannya. Seperti yang didemonstrasikan beberapa karakter dalam rekomendasi film berikut. 

1. Elisabeth dalam film body horor jebolan Cannes, The Substance (2024)

The Substance (dok. MUBI/The Substance)

Elisabeth (Demi Moore) diceritakan sebagai selebriti yang baru saja kehilangan pekerjaannya karena faktor usia. Percaya kalau dirinya tak lagi menarik karena menua, Elisabeth nekat mencari berbagai cara untuk kembali ke panggung hiburan. Salah satunya dengan menerima tawaran seseorang yang menjanjikannya sebuah serum khusus. Serum ini diklaim bisa mengubahnya jadi sosok yang lebih muda, menarik, dan sempurna.

2. Signe, perempuan muda yang terjebak hubungan toksik dalam Sick of Myself (2022)

potret belakang layar film Sick of Myself (instagram.com/kristogger)

Signe (Kristine Kujath Thorp) diceritakan punya kehidupan normal, karier yang lumayan, dan pacar yang serasi. Namun, di balik kesempurnaan itu, ia ternyata sosok yang haus perhatian dan validasi eksternal, sama persis dengan kekasihnya. Jadilah, keduanya berkompetisi mencuri perhatian teman dan orang lain dengan cara masing-masing. Namun, cara Signe mencari validasi kelewat batas dan membuatnya kelabakan sendiri. 

3. Leon, penulis dalam film psikodrama Afire (2023)

Afire (dok. Zagreb Film Festival/Afire)

Leon (Thomas Schubert) diceritakan sebagai penulis muda yang menyewa sebuah vila di pinggiran kota agar bisa fokus bekerja. Tak sendiri, ia tinggal di sana bersama seorang rekan dan penyewa lain yang seusianya.

Saat diajak untuk rileks sejenak, Leon selalu mengelak dan bilang ia akan menulis. Kocaknya, ia sering kepergok rekan-rekannya sedang tidak melakukan apa pun karena kehabisan ide. Namun, ia terlalu gengsi buat mengakuinya. 

4. Hampir semua karakter dalam film whodunit rilisan A24, Medusa Deluxe (2022)

Medusa Deluxe (dok. A24/Medusa Deluxe)

Iri dan dengki juga bisa jadi tanda dari sifat haus validasi eksternal. Ini yang didemonstrasikan para karakter dalam film berjudul Medusa Deluxe. Film dimulai dengan adegan interogasi yang harus dilalui beberapa penata rambut dan model atas kematian seorang rekan mereka. Dari sini, gosip liar dan rivalitas sengit terbongkar satu per satu. Kocak, menghipnotis, bikin kamu ingin tetap menatap layar sambil melihat perkembangan kasusnya.  

5. Asisten rumah tangga bernama Raquel dalam The Maid (2009)

The Maid (dok. Forastero/The Maid)

Raquel (Catalina Saavedra) bukan asisten rumah tangga (ART) biasa. Ia sudah mengabdi puluhan tahun pada sebuah keluarga kaya raya di Chile. Namun, egonya tersakiti saat majikannya merekrut ART baru untuk membantunya yang sudah mulai menua dan sakit-sakitan karena terlalu sering menghirup bau cairan pembersih. Merasa tersaingi, Raquel berniat melancarkan sebuah rencana untuk menyingkirkan si ART baru. 

Mendapat apresiasi dari orang lain memang melegakan, tetapi kalau sudah jadi kebutuhan bahkan adiksi, rasanya kamu perlu melakukan refleksi. Jangan sampai hidup kita diatur validasi dari orang lain yang belum tentu diberikan secara tulus. Jalan hidup karakter-karakter fiktif dalam lima film di atas bisa kamu jadikan pembelajaran serta pengingat. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team