7 Film Sejarah dengan Perspektif Unik, Ada The Zone of Interest

Downfall atau dalam bahasa Jerman Der Untergang, memberikan kita sebuah jendela ke dalam hari-hari terakhir Adolf Hitler dan rezim Nazi di bunker bawah tanah Berlin. Dengan pendekatan yang berani dan tak biasa, film ini menggambarkan Hitler (Bruno Ganz) sebagai sosok yang manusiawi, tapi tetap mengerikan. Downfall bukan hanya tentang kejatuhan seorang diktator, tetapi juga kehancuran ideologi yang telah meracuni bangsa.

Yang menarik dari Downfall adalah caranya menghadirkan perspektif orang-orang yang berada di sekitar Hitler, termasuk sekretaris pribadinya, Traudl Junge (Alexandra Maria Lara). Kita dibawa untuk melihat bagaimana mereka yang begitu setia pada pemimpin mereka itu akhirnya menyaksikan dunia runtuh di sekeliling mereka. Film ini menunjukkan bahwa dari sejarah manusia, masih ada cerita-cerita yang perlu diceritakan, bahkan jika itu adalah kisah tentang orang-orang di sisi yang salah dari sejarah.

Disutradarai Clint Eastwood, Letters from Iwo Jima menawarkan perspektif berbeda dengan mengisahkan pengalaman tentara Jepang selama Pertempuran Iwo Jima. Dengan kisah yang berpusat pada pertempuran sengit di Iwo Jima selama Perang Dunia II, film ini menggali kedalaman emosi para prajurit yang sering terlupakan dalam narasi sejarah Barat. Uniknya, film ini menampilkan dialog yang sebagian besar dalam bahasa Jepang, memberikan autentisitas dan menghormati perspektif mereka yang diceritakan.

Letters from Iwo Jima juga mengeksplorasi aspek kemanusiaan dalam sebuah konflik. Karakter-karakter seperti Saigo (Kazunari Ninomiya), tukang roti yang terpaksa menjadi tentara, dan Baron Nishi (Tsuyoshi Ihara), atlet Olimpiade, memberikan wajah manusia pada gambaran perang. Film ini berhasil mengajak penonton merenungkan perang, patriotisme, dan kemanusiaan, sekaligus memberikan suara pada mereka yang telah lama terdiam.

Film asal Hungaria pemenang Oscar, Son of Saul, bukanlah tontonan biasa. Dengan pendekatan intim dan pribadi, film ini mengajak kita menyelami pengalaman Saul Ausländer (Géza Röhrig), tahanan di Auschwitz yang terpaksa bekerja untuk Nazi. Lewat kamera yang hampir selalu dekat dengan karakter utama, kita dibawa untuk merasakan kengerian Holocaust dari sudut pandang yang sangat berbeda dari film-film sejarah lainnya.

Gaya penyutradaraan László Nemes yang berani dan kontrol yang kuat atas narasi membuat Son of Saul menjadi sebuah karya yang menonjol. Di sisi lain, Performa Géza Röhrig sebagai Saul benar-benar memukau. Meskipun ia jarang berbicara, emosinya terasa lewat ekspresi dan gerak tubuhnya yang penuh dengan penjiwaan.

Pernah membayangkan bagaimana tantangan iman bisa digambarkan dalam sebuah film sejarah? Silence, karya Martin Scorsese, menawarkan pembahasan mendalam tentang hal ini. Lewat kisah dua misionaris Jesuit di Jepang abad ke-17, film ini menggali konflik batin, serta menawarkan perspektif yang jarang dilihat tentang bagaimana agama dan kekuasaan berbenturan dalam sejarah.

Di satu sisi, Silence memperlihatkan kebrutalan penindasan yang dialami oleh umat Kristiani di Jepang, yang mendorong mereka untuk menyembunyikan keyakinan mereka. Di sisi lain, film ini juga menyoroti dilema moral yang dihadapi para misionaris. Mereka harus memilih, antara keinginan menyebarkan iman dengan risiko membahayakan nyawa orang lain.

The Handmaiden adalah tontonan sinematik dengan latar belakang Korea pada era 1930-an. Film ini menampilkan Kim Tae Ri sebagai Sook Hee dan Kim Min Hee sebagai Lady Hideko, yang memainkan peran sentral dalam narasi yang penuh twist dan narasi non-linear. Para pemain, termasuk Ha Jung Woo dan Cho Jin Woong, memberikan kedalaman emosi yang autentik pada film.

Dengan latar sejarah yang kaya, The Handmaiden mengeksplorasi aspek-aspek psikologis dan emosional karakternya. Kisah cinta yang rumit dan desain produksi yang detail berhasil menciptakan dunia yang terasa nyata dan hidup. Bisa dibilang, film ini merupakan salah satu karya yang brilian dari sineas asal Korea Selatan, Park Chan Wook, yang meninggalkan jejak berarti dalam dunia sinema.

Quo Vadis, Aida? mengajak kita merenungkan tragedi Srebrenica melalui mata seorang penerjemah PBB bernama Aida Selmanagić. Lewat pendekatan subtil, film ini berhasil menyampaikan kisah begitu berat dengan cara yang sangat manusiawi. Jasna Đuričić, yang memerankan Aida, menunjukkan keteguhan dan determinasi dalam menghadapi situasi yang mengerikan.

Aspek yang menonjol dari film ini adalah caranya menggambarkan kegagalan dan ketidakpedulian komunitas internasional terhadap tragedi yang terjadi. Melalui narasi yang dibangun dengan cermat, kita diajak untuk merasakan ketegangan dan kecemasan yang dirasakan oleh karakter-karakternya.

Quo Vadis, Aida? adalah penghormatan bagi mereka yang kehilangan nyawa dalam tragedi tersebut. Pembantaian di Srebrenica pada Juli 1995, di mana lebih dari 8.000 laki-laki dan remaja etnis Muslim Bosniak dibantai, menjadi latar belakang yang mengingatkan kita pada kekejaman yang terjadi dan pentingnya mencegah tragedi serupa di masa depan.

Tayang di bioskop Indonesia sejak Rabu (6/3/2024), The Zone of Interest membawa angin segar dalam genre film sejarah dengan perspektifnya yang unik. Alih-alih menggambarkan kekejaman Holocaust dengan adegan berdarah, film ini memilih untuk menyoroti kehidupan keluarga komandan kamp konsentrasi Auschwitz, Rudolf Höss (Christian Friedel), yang terlihat bahagia di balik tembok penuh kebrutalan.

Dengan latar belakang yang indah dan kehidupan keluarga yang tampak normal, film arahan Jonathan Glazer ini mengeksplorasi kontras antara kehidupan sehari-hari keluarga Höss dan kekejaman yang terjadi di luar dinding rumah mereka. Kehidupan mereka yang terisolasi dari kebrutalan yang ada di sekitar mereka memberikan komentar sosial yang tajam tentang bagaimana kejahatan bisa terjadi dan diabaikan begitu saja.

The Zone of Interest adalah contoh bagaimana film bisa menjadi medium yang ampuh untuk merefleksikan masa lalu dan memengaruhi cara kita memandang sejarah. Semua keunggulan tersebut berhasil mengantarkan film ini meraih lima nominasi di Oscar 2024, termasuk Best Picture dan Best Director. Gimana, tertantang untuk menontonnya?

Melalui kacamata film-film di atas, kita diajak untuk mempertanyakan dan memperluas pemahaman kita tentang sejarah. The Zone of Interest dan enam film lainnya dalam daftar ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga pelajaran yang mengajarkan kita bahwa setiap cerita memiliki banyak sisi dan sudut pandang.