7 Film yang Bahas Ngerinya Misogini, Datang dari Berbagai Negara

Irreversible adalah film provokatif kesekian dari Gaspar Noe yang secara gamblang membahas isu misogini. Berlatarkan Prancis, film awalnya mengikuti dinamika hubungan asmara seorang perempuan dengan mantan dan kekasih barunya.

Namun, jelang akhir film, sebuah insiden mengerikan menimpa protagonis perempuan ini dan motif utama kejahatan itu benar-benar bikin geram. Yakni, keinginan pria untuk mendominasi dan melampiaskan amarahnya pada seseorang yang lebih lemah setelah ia jadi bulan-bulanan karena orientasi seksualnya. 

Sama halnya dengan Lady Vengeance, film Korea karya Park Chan Wook ini dibuka dengan memperkenalkan kita pada sosok pembunuh berdarah dingin. Bergender perempuan dan berwajah tenang, ia jadi bulan-bulanan publik dan media massa yang menjulukinya dengan berbagai nama dan istilah seksis.

Namun, setelah ia selesai menjalani hukumannya, sebuah fakta mencengangkan terungkap. Sang protagonis ternyata korban salah tangkap dan berniat membalas dendam pada sosok yang sudah menjebaknya. 

Digarap duo sutradara yang pernah sukses lewat film horor Austria, Goodnight Mommy (2014), The Devil's Bath memang dinanti-nanti. Film yang tayang perdana di Berlinale 2024 ini menjelajahi konsep internalized misogyny lewat hubungan seorang menantu perempuan dengan mertuanya.

Agnes (Anja Plaschg), sang lakon, baru saja menikah dan tak pernah menyangka bakal terjebak dalam sebuah kehidupan yang penuh tekanan batin. Ibu mertuanya terus menuntut dan menekannya, sementara sang suami ternyata menipunya selama ini. 

Women Talking terinspirasi dari sebuah tragedi yang menimpa sekelompok perempuan Mennonite di Bolivia yang terbangun dengan luka di sekitar paha dan area kemaluan mereka. Saat mencoba melaporkan kejadian ini ke tetua dan pejabat desa, mereka justru dianggap berhalusinasi, bahkan dimanipulasi menggunakan salah satu konsep kepercayaan mereka. Sampai sebuah bukti dan kejanggalan yang bermuara pada pelecehan seksual sistematis terbongkar. 

Ngerinya misogini juga dibahas dengan cermat dalam The Invisible Man yang dibintangi Elisabeth Moss. Sesuai judulnya, film ini mengikuti seorang perempuan yang setelah berhasil keluar dari hubungan toksik dengan pacar terakhirnya justru merasa dihantui sosok tak terlihat.

Ketakutan dan kekhawatirannya sempat disepelekan karena dianggap sebagai efek dari trauma yang ia alami selama ini. Ini perjalanannya membuktikan kalau sosok tak terlihat itu nyata adanya. 

Film court-drama India ini juga salah satu gambaran ngerinya misogini. Bagaimana tidak, seorang perempuan yang jadi korban pelecehan justru dituntut balik oleh para pelakunya. Sebagai perempuan di India, posisinya sudah tidak menguntungkan, ditambah para penuntutnya yang datang dari keluarga berada. Pink adalah drama yang memikat dan bikin penonton gereget hingga termenung. 

Terinspirasi dari kisah pembunuhan berantai nyata yang pernah menghantui Iran pada 2000-an, Holy Spider mengikuti seorang wartawan yang meliput kasus itu di tengah berbagai restriksi yang membatasi gerak-gerik perempuan di Iran. Ada pola spesifik yang dipakai pelaku, yakni menyasar pekerja seks komersial perempuan yang menawarkan jasa mereka di jalanan. Mirisnya, setelah pelaku tertangkap, ternyata tak sedikit yang menganggap kejahatan itu sebagai sesuatu yang heroik. 

Tak ada film yang nyaman ditonton dalam daftar ini. Tak layak disebut hiburan, lebih tepatnya tamparan buat kita yang masih mengamini dan melanggengkan paham-paham misogini.