9 Film tentang Palestina yang Bisa Kamu Tonton di Netflix

Farha adalah sebuah film drama sejarah yang diproduksi secara internasional pada tahun 2021 tentang pengalaman masa dewasa seorang gadis Palestina selama Nakba (dikenal sebagai Bencana Palestina, yang merupakan pengusiran dan pemiskinan keras rakyat Palestina, serta penghancuran masyarakat, budaya, identitas, hak politik, dan aspirasi nasional mereka pada 1948).

Film ini disutradarai oleh Darin J. Sallam, yang juga menulis naskahnya berdasarkan kisah nyata yang diceritakan kepadanya saat masih kecil tentang seorang gadis bernama Radieh. Film ini pertama kali diputar di Festival Film Toronto pada tanggal 14 September 2021 dan mulai tayang di Netflix pada tanggal 1 Desember 2022.

"The Present" adalah sebuah film pendek tahun 2020 yang disutradarai oleh Farah Nabulsi dan dibuat bersama oleh Nabulsi dan Hind Shoufani. Film ini mengisahkan tentang seorang ayah dan putrinya di enklave Palestina di West Bank yang diduduki oleh Israel yang berusaha untuk membeli hadiah ulang tahun pernikahan. Pemeran utamanya adalah aktor Palestina, Saleh Bakri. Film ini dirilis di Netflix pada tanggal 18 Maret 2021, dan dinominasikan untuk Academy Award kategori Best Live Action Short Film.

Pada tahun 2021, film ini memenangkan Penghargaan BAFTA Award for Best Short Film.

3000 Nights adalah sebuah film drama yang diproduksi secara internasional pada tahun 2015 yang disutradarai oleh Mai Masri. Film ini ditayangkan dalam bagian Contemporary World Cinema Festival Film Internasional Toronto 2015.

Cerita dalam film ini berfokus pada seorang perempuan Palestina yang melahirkan seorang anak saat berada di penjara. Film ini terpilih sebagai perwakilan Yordania dalam kategori Film Berbahasa Asing Terbaik pada Academy Awards ke-89, meskipun tidak mendapatkan nominasi.

Eyes of a Thief adalah film drama Palestina tahun 2014 yang disutradarai oleh Najwa Najjar. Ini merupakan film fitur kedua karya Najjar, dan sebagian didasarkan pada peristiwa yang terjadi di Silwad pada tahun 2002. Film ini terpilih sebagai perwakilan Palestina untuk kategori Film Berbahasa Asing Terbaik pada Academy Awards ke-87, meskipun tidak mendapatkan nominasi. Cerita dalam film ini berlatar di West Bank. Penayangan premier global film ini diadakan di Ramallah Cultural Palace, Ramallah, Palestina.

Salt of this Sea adalah film Palestina tahun 2008 yang disutradarai oleh Annemarie Jacir dan dipilih sebagai Official Selection di Festival Film Internasional Cannes tahun 2008. Film ini merupakan perwakilan Palestina untuk Academy Awards ke-81 dalam kategori Film Berbahasa Asing Terbaik.

Film ini menampilkan penyair Palestina-Amerika Suheir Hammad sebagai Soraya, seorang perempuan Palestina yang lahir di Amerika dan pergi ke Israel dan Palestina untuk mencoba mendapatkan kembali rumah keluarganya dan uang mereka yang diambil selama Perang Arab-Israel 1948. Saleh Bakri, yang masih muda pada saat itu, juga tampil dalam film ini dalam peran pertamanya dalam film berbahasa Arab.

Omar adalah sebuah film drama Palestina tahun 2013 yang disutradarai oleh Hany Abu-Assad. Film ini diputar dalam bagian Un Certain Regard di Festival Film Cannes 2013 dan memenangkan Special Jury Prize. Film ini juga ditayangkan di Festival Film Internasional Toronto 2013. "Omar" dinominasikan untuk kategori Film Berbahasa Asing Terbaik pada Academy Awards ke-86. Film ini memenangkan penghargaan Best Feature Film di Asia Pacific Screen Awards tahun 2013. Pada tanggal 1 Mei 2014, film ini juga diputar di PBB di New York. 

Film ini menceritakan tentang seorang pejuang kemerdekaan Palestina muda setuju untuk bekerja sebagai informan setelah ia diperdaya untuk mengakui kesalahannya dengan keterlibatan dalam pembunuhan seorang tentara Israel.

Difilmkan selama pengepungan Gaza tahun 2014, yang menyebabkan 507 anak tewas dan 3.598 terluka, "Born in Gaza" mengikuti sekelompok anak-anak muda yang tumbuh di zona perang. Film dokumenter ini berfokus pada kekerasan konflik Israel-Palestina dan dampaknya terhadap anak-anak di Gaza. Dokumenter ini mengikuti kisah sekitar sepuluh anak yang menceritakan bagaimana kehidupan sehari-hari mereka setelah horor perang di Gaza pada musim panas tahun 2014.

Palestina yang dulu tenang kini dipenuhi oleh pos pemeriksaan militer. Ketika kru pembuat film Palestina memutuskan untuk menghindari pos pemeriksaan tertutup dengan mengambil jalan samping terpencil, lanskap politik mulai berantakan, dan para penumpang secara perlahan dipecah belah oleh kebrutalan sehari-hari dari pendudukan militer. Sebagai puisi visual dan narasi tentang fragmentasi suatu bangsa, Like Twenty Impossibles juga mengajukan pertanyaan tentang politik pembuatan film dan oportunisme seniman.

Pada bulan September tahun 1982, IDF (Israeli Defense Forces) dengan bantuan milisi Lebanon melakukan pembantaian terhadap lebih dari 2400 pengungsi Palestina dan Lebanon di kamp pengungsi Sabra dan Shatila di Beirut Barat. Dokumenter ini mewawancarai anak-anak di kamp tersebut setelah pembantaian terjadi.

Dalam sejarah konflik yang panjang dan rumit antara Israel dan Palestina, pengalaman dan penderitaan anak-anak seringkali menjadi saksi bisu dari ketidakadilan dan kekerasan yang tak berkesudahan. Kisah-kisah yang terungkap dalam dokumenter-dokumenter seperti ini mengingatkan kita akan urgensi perdamaian dan keadilan, serta perlunya menghormati hak asasi manusia setiap individu, termasuk anak-anak yang terkena dampak konflik.

Dengan harapan bahwa masa depan mereka akan menjadi lebih aman, damai, dan terbebas dari trauma yang pernah mereka alami, kita harus berkomitmen untuk terus mendukung upaya perdamaian dan memahami kompleksitas situasi di wilayah ini.