Akhirnya Debut di Film Horor, Fedi Nuril: Peran yang Challenging

Jakarta, IDN Times – Fedi Nuril akhirnya mencoba genre yang selama ini tak pernah disentuhnya: horor. Dalam proyek terbaru garapan Baim Wong, aktor kelahiran Jakarta 43 tahun silam ini dipercaya memerankan karakter yang mengidap skizofrenia.
Selama konferensi pers film Sukma di XXI Gandaria City, Kebayoran Lama, Jakarta, Senin (7/9/2025), Fedi menyebut peran ini bukan hanya sesuatu yang baru baginya, tetapi juga sangat menantang.
1. Fedi Nuril sebut peran pengidap skizofrenia challenging

Berperan sebagai pengidap gangguan mental, Fedi mengaku kalau karakternya cukup sulit untuk dimainkan. Saat pertama kali ditawari Baim Wong, ia merasa gugup karena mendapat challenge tersebut.
"Sebelumnya saya belum pernah dapet karakter yang punya gangguan mental, karena ini adalah kondisi di luar kontrol mereka. Bahwa memang ada yang tidak normal fungsi otaknya," jelasnya.
Menurutnya, karakter yang dimainkannya, Hendra, cukup sulit diperankan karena berada dalam sebuah dilema besar.
"Jadi dilema sekali. Kalau tidak diobati, bisa membahayakan dirinya dan membahayakan orang-orang sekelilingnya. Tapi kalau minum obat, dia juga tidak bisa berfungsi normal juga. Seperti semuanya di... Bahasanya dikendorkan," jelas Fedi.
Fedi sendiri mengaku banyak berkonsultasi dengan psikiater agar bisa lebih memahami kondisi tersebut, dan membawa perannya secara lebih autentik ke layar lebar.
2. Ungkap beberapa penyesuaian di dalam film

Meski berusaha serealistis mungkin, Fedi mengakui ada beberapa penyesuaian untuk perannya di film Sukma.
"Jadi gini, setelah saya konsultasi ke psikiater dan saya obrolin ke Baim 'Im, kalo kita memang sebisa mungkin realistis agak berat, Im. Karena saya dapet info kalo minum obat enggak bisa lari-lari gitu.' Jadi gimana ya, kita harus improve lah untuk membuatnya tetep realistis, tapi juga masuk sesuai cerita," tuturnya.
Proses diskusi panjang dengan sang sutradara pun ia lakukan agar film tetap menghadirkan emosi yang kuat tanpa mengabaikan sisi realistis kondisi pengidap skizofrenia.
"Kita mesti agak mengimprovisasi skenarionya, soal kapan obatnya diminum? Kapan tidak diminum? Karena itu akan memengaruhi adegan berikutnya. Ya, bagaimanapun ini film, kita harus adjust supaya bisa make sense. Kita improvisasi karena kalo serealistis itu, Hendra mungkin sulit untuk ngapa-ngapain. Kalo dia bener-bener rutin minum obat," jelas Fedi.
3. Alasan Fedi Nuril akhirnya main film horor

Banyak yang mengira Fedi Nuril enggan bermain film horor, mengingat ia seringkali berada di dalam film drama-religi. "Katanya sih, film poligami lebih horor lagi, ya," candanya yang disambut gelak tawa seisi bioskop.
Namun, ia sendiri menegaskan kalau hal itu tidak benar. Bagi Fedi, yang terpenting adalah kualitas cerita. Selama ini, ia belum menemukan skrip film horor yang srek dengan kemauannya. Sampai akhirnya, ia membaca naskah buatan Baim Wong.
"Waktu Baim nawarin itu, dia jelasinnya panjang lebar A, B, C, D, 'Ini bukan horor, bro. Ini bla bla bla bla.' Terus saya cuma nanya, 'Ini ada goibnya, nggak?' 'Ada.' 'Ya horor, Im.' Mungkin dia pernah dengar kalau saya anti horor juga, yang itu enggak bener. Nah, begitu saya baca, saya tertarik karena karakternya challenging," ungkapnya.
Menurut Fedi, cerita buatan Baim tak cuma jualan adegan jumpscare, tapi juga punya unsur drama yang filosofis. Fedi sendiri selalu mengincar nilai itu di setiap proyek yang dimainkannya.
"Dramanya kuat. Jadi bukan hanya penampakan, jumpscare, tapi punya nilai filosofis yang mendalam. Saya selalu berusaha mencari itu di film-film saya: punya nilai filosofis yang mendalam. Itu (Sukma) tentang menolak takdir, tentang ambisi, tentang rasa takut yang berlebihan. Itu kenapa saya akhirnya memutuskan untuk menerima film ini," tutupnya.