TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Film Trilogi Terbaik dari Sutradara Auteur, Sinefil Harus Nonton!

Bukan trilogi biasa 

adegan film The Match Factory Girl karya Aki Kaurismaki (dok. MUBI/ The Match Factory Girl)

Ketika bicara film trilogi, benak kita akan langsung mengarah ke film-film franchise Hollywood bergenre fantasi, distopia, komedi, dan aksi macam The Lord of The Rings, Pitch Perfect, The Matrix, dan sebangsanya. 

Tak ada yang salah dengan film-film trilogi ala Hollywood. Namun, kamu yang ngaku sinefil harus coba trilogi dari sutradara auteur. Melansir Masterclass, auteur  adalah terma yang dipakai untuk menjelaskan sosok sutradara yang punya ciri khas di setiap karyanya.

Auteur sendiri diambil dari bahasa Prancis yang artinya "author". Ini merujuk pada fakta kalau sutradara auteur umumnya punya otoritas dan kebebasan penuh dalam pembuatan filmnya. Mereka bisa merangkap banyak hal selain jadi sutradara, termasuk jadi penulis naskah bahkan sinematografer sekaligus. Hal ini yang bikin karya mereka amat personal.  

Beberapa contoh sutradara film auteur paling tersohor antara lain Wes Anderson, Quentin Tarantino, dan Agnes Varda. Dari namanya saja, kamu sudah bisa membayangkan penampakan gaya film mereka yang beda dengan yang lain. 

Biasanya, trilogi garapan sutradara auteur mereka tidak bersambung. Justru kebanyakan berformat seperti antologi yang plotnya tidak berkesinambungan satu sama lain, tetapi masih dalam satu tema. 

Kalau kamu ngaku sinefil atau ingin menyelami tipe film macam ini, boleh coba rekomendasi film trilogi terbaik dari sutradara auteur di bawah ini. 

1. Calabrian Trilogy (Jonas Carpignano)

A Ciambra (dok. Stay Gold Features/A Ciambra)

The Calabrian Trilogy terdiri dari tiga film yaitu Mediterranea (2015), A Ciambra (2017), dan A Chiara (2021). Semuanya berlatarkan region Calabria di Italia yang punya banyak cerita unik. Mulai dari keberadaan geng kriminal 'Ndrangheta sampai jadi tempat singgah para imigran asal Afrika karena letaknya yang dekat dengan lautan lepas. 

Jonas Carpignano dengan apik meramu film-filmnya serealistis mungkin. Mediterranea membahas sekawan imigran yang hendak mengadu nasib di Eropa lewat Italia.

Sedangkan A Ciambra mengikuti kehidupan komunitas Romani yang termarginalisasi dan didiskriminasi. Sementara, A Chiara membahas keberadaan geng kriminal lewat kacamata seorang remaja perempuan. 

2. Koker Trilogy (Abbas Kiarostami)

adegan film Where Is the Friend's House karya Abbas Kiarostami (dok. Fajr Film Festival/Where Is the Friend's House)

Sama dengan trilogi milik Carpignano, Kiarostami menamai trilogi ini dari lokasi syuting filmnya yaitu desa Koker di Rostamabad, provinsi Gilan, Iran. Trilogi ini terdiri dari Where Is the Friend’s Home (1987), And Life Goes On (1992), dan Through the Olive Trees (1994). 

Kiarostami adalah penganut aliran minimalis yang menjelaskan mengapa plot di film-filmnya selalu sederhana, tetapi bersahaja. Where Is the Friend’s Home, misalnya, hanya membahas perjuangan seorang anak laki-laki mengembalikan buku PR teman sebangkunya yang tak sengaja ia bawa.

And Life Goes On mengikuti perjalanan seorang sutradara dan putranya mencari aktor cilik yang pernah mereka ajak ikut proyek saat terjadi gempa bumi di provinsi Gilan. Kemudian, seri terakhirnya menceritakan proses pembuatan film baru oleh seorang sutradara di desa Koker setelah gempa bumi. 

Baca Juga: 6 Film Trilogi Superhero Terbaik Sepanjang Masa, Hadirkan Kisah Epik

3. Three Colors Trilogy (Krzysztof Kieślowski)

Three Colors: Blue (dok. Canal+/Three Colors: Blue)

Krzysztof Kieślowski adalah sutradara asal Polandia yang membuat film trilogi berdasarkan warna, yakni Blue (1993), White (1994), Red (1994). Trilogi ini cukup fenomenal dan banyak direkomendasikan untuk para sinefil sejati. Genrenya drama psikologi yang kaya akan pertentangan moral. 

Blue bercerita tentang seorang perempuan yang baru tahu kalau suaminya selingkuh setelah sang suami meninggal dalam kecelakaan tragis. White mengisahkan seorang imigran Polandia di Paris yang kehilangan segalanya usai dicerai istrinya. Sementara, Red mengikuti kehidupan orang-orang yang tanpa sengaja bertemu di satu momen dan membentuk ikatan serta saling mempengaruhi jalan hidup masing-masing.  

4. Proletariat Trilogy (Aki Kaurismaki)

adegan film The Match Factory Girl karya Aki Kaurismaki (dok. Janus Films/The Match Factory Girl)

Sesuai judulnya, trilogi ini mengikuti kehidupan kelas pekerja di Eropa. Shadows in Paradise (1986) kisahkan seorang petugas kebersihan, Ariel (1988) mengikuti kehidupan pekerja tambang batu bara di Finlandia, dan The Match Factory Girl (1990) berlakonkan buruh pabrik perempuan. 

Kaurismaki juga penganut aliran minimalisme ketika membuat film. Film minimalis biasanya ditandai dengan realisme, yaitu latar dan akting yang organik. Dalam ketiga trilogi ini, Kaurismaki memotret rutinitas kelas pekerja yang membosankan, tetapi tak lepas dari konflik. 

Baca Juga: 10 Trilogi Film Komedi Terbaik, Ada Night at the Museum 

Verified Writer

Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya