Like Father, Like Son (dok. Trigon Film/Like Father, Like Son)
Premis itu bisa dibilang klise. Sudah banyak opera sabun dan series yang menggunakannya. Apalagi dengan tambahan perbedaan kelas sosial ekonomi, rasanya sudah sangat biasa. Namun, Koreeda bukan tipe sutradara yang bisa kamu remehkan. Seiring berjalannya film, sang sutradara mengungkap beberapa poin penting yang jadi argumen dan titik beratnya.
Ia seyogyanya sedang mengkritik absennya peran ayah dalam parenting lewat sosok Ryota. Dengan pembagian peran konservatif antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga, yakni ayah sebagai pencari nafkah dan ibu mengurusi rumah tangga, Ryota seolah punya alasan mengapa ia tak banyak menghabiskan waktu bersama putranya.
Namun, argumennya dibantah mentah-mentah oleh ayah kandung Keita yang membesarkan Ryusei. Ia beberapa kali meminta dan memohon Ryota untuk meluangkan waktu bagi Ryusei bila tiba waktunya menukar posisi dua anak tersebut. Ryota awalnya bergeming. Ia mewarisi sifat dan perilaku sang ayah yang juga tak banyak meninggalkan memori pada masa kecil anaknya.
Ini bukan pertama kalinya Koreeda mengangkat sosok ayah sebagai protagonis di filmnya. Ada beberapa yang serupa dengan Ryota alias absen dalam tumbuh kembang anak, yakni di After the Storm (2016), The Third Murder (2017) dan Our Little Sister (2017). Namun, ada juga yang diceritakan sebagai sosok yang lebih ideal dan perhatian seperti di Shoplifters (2018) dan I Wish (2011).