TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Booming di 2019, 7 Film yang Akan Menjadi "Cult Classic" di Masa Depan

Ada film favoritmu?

imdb.com

Pertama-tama, mari kita bahas apa itu film kultus. Film kultus adalah istilah yang digunakan untuk menyebut sebuah film yang memiliki fans yang sangat berdedikasi untuk menonton film tersebut berulang kali, membedah, dan bahkan membicarakannya. Mereka melakukannya karena merasa memiliki keterikatan emosi yang kuat dengan film tersebut

Lalu, apa yang mengklasifikasikan sebuah film sebagai kultus klasik? Pertama dan terutama, itu harus bertahan dalam ujian waktu, entah selama bertahun-tahun atau bahkan sampai puluhan tahun. Kedua, seringkali kultus klasik ini adalah film yang sering dicerca ketika perilisannya hanya untuk dipuji di kemudian harinya.

Beberapa pembuat film yang paling terkenal dengan pengikut kultusnya adalah Stanley Kubrick (2001: A Space Odyssey, The Shining), David Lynch (Eraserhead, Twin Peaks) dan John Waters (Pink Flamingos). Saat ini, ada beberapa sutradara yang karyanya, tanpa diragukan lagi, menuju status klasik kultus seperti Ari Aster, Robert Eggers dan Bong Joon-ho.

Dari film tentang doppelgänger hingga sebuah kultus di Swedia yang mengerikan, berikut tujuh film terbaik dari tahun 2019 yang suatu hari nanti akan dianggap sebagai film kultus klasik.

1. High Life

High Life adalah sebuah film yang erotis, yang memiliki tema inseminasi buatan dengan sci-fi dystopiannya. Dalam film ini, sebagai alternatif untuk penjara, para terpidana mati dijatuhi hukuman "bunuh diri" dengan dikirim ke antariksa sebagai kelinci percobaan.

Semua kru yang tidak sesuai dikenakan pengambilan sampel sperma dan tes kesuburan untuk penelitian reproduksi, di mana Monte (Robert Pattinson) abstain. Setelah mengalami berbagai macam konflik, Monte dan putrinya, Willow (Jessie Ross) — seorang yang selamat dari misi kontroversial ini — menuju perjalanan baru di akhir film.

Dengan spektrum keanehan di luar angkasa, mulai dari kecerdasan buatan seperti HAL 9000 (2001: A Space Odyssey) hingga makhluk luar angkasa seperti di dalam Alien dan War of the Worlds, High Life justru menunjukkan kalau manusia jauh lebih mengerikan dari itu semua.

Dalam High Life, para pemerannya berhasil menemukan chemistry di tengah-tengah kekerasan dan keputusasaan. Sama memabukkannya dengan asmara, film ini memungkinkan para penonton untuk memutuskan sendiri apakah luar angkasa adalah awal yang baru atau akhir untuk umat manusia.

2. Motherless Brooklyn

Motherless Brooklyn disutradari dan dibintangi oleh Edward Norton. Film ini berlatar setelah penyidik ​​yang dihormati, Frank Minna (Bruce Willis), ditembak mati tanpa sepengetahuan Lionel Essrog (Norton), di mana Essrog berjanji untuk menyelesaikan apa yang Frank mulai.

Menyamar sebagai jurnalis investigasi, Lionel mengidentifikasi Moses Randoplh (Alec Baldwin), seorang pengembang properti yang kuat, sebagai dalang di balik pembunuhan Minna dan kepala konspirasi seluruh kota. Dengan memori fotografis untuk mengungkap petunjuk, Lionel harus menghentikan rencana Randolph agar kota tersebut tidak hancur.

Sangat mengakar dalam tema pembaharuan kota dan diskriminasi rasial, Motherless Brooklyn adalah sebuah karya yang berlatar pada tahun 1950-an. Menggabungkan skor jazz-cat, film kejahatan neo-noir ini juga menampilkan pertunjukan pendukung dari Willem Dafoe dan Gugu Mbatha-Raw.

Meskipun kemampuannya sebagai sutradara kadang-kadang kurang meyakinkan, Motherless Brooklyn karya Norton memiliki apa yang diperlukan untuk menjadi film kultus klasik di masa depan.

Baca Juga: 8 Film Luar yang Akan Tayang Maret 2020, Ada Film Korea

3. Us

Stand-up comedian yang berubah menjadi sutradara, Jordan Peele, telah mencuri hati para penggemar horor dengan Get Out (2017) yang mendokumentasikan pertemuan kontroversial antara pria kulit hitam dengan kerabat rasis pacarnya yang berkulit putih. Dua tahun kemudian, ia kembali membuat film horor dengan tema doppelgängers.

Sekali lagi terjadi di tempat liburan yang salah, Us mengikuti keluarga beranggotakan empat orang yang pergi ke Santa Cruz, California, di mana sosok misterius dengan gunting meneror mereka. Enam tahun setelah memenangkan Academy Award untuk Aktris Pendukung Terbaik di 12 Years a Slave (2013), Lupita Nyong'o berperan sebagai seorang ibu dalam film ini.

Menampilkan sosok ayah yang payah (Winston Duke) dan Elisabeth Moss sebagai teman keluarga mereka, ambisi Us benar-benar telah melebihi kemampuannya. Us adalah sebuah contoh klasik dari kemerosotan masyarakat rasial; film kedua Peele yang mungkin akan menjadi kultus klasik dalam prosesnya.

4. Parasite

Parasite menceritakan keluarga kelas bawah yang memakai topeng kelas menengah dalam skema untuk menghasilkan uang dengan mengeksploitasi keluarga kaya. Film ini dimulai ketika seorang remaja Korsel, Ki-Woo alias Kevin (Woo-sik Choi), yang menganggur dan tidak berpendidikan mendapat kesempatan untuk mengajar anak orang kaya dengan bayaran besar.

Dengan bantuan dari saudara perempuannya, Kim Ki-jung alias Jessica (So-dam Park), seorang penempa kelas kakap dan peniru instruktur seni, dan orang tua yang berpikiran sama (Kang-ho Song, Jang Hye-jin), keempatnya menyusup ke dalam rumah keluarga Park — melupakan hal mengerikan yang menghuni rumah tersebut.

Parasite adalah film bahasa Korea yang mengkritik sistem kelas di Korea Selatan (atau mungkin seluruh dunia) secara metaforis. Parasite kemudian memenangkan empat Academy Awards, menjadi film berbahasa asing pertama dalam sejarah yang pernah memenangkan Oscar untuk Film Terbaik.

Dengan memohon audiens Hollywood yang mayoritas berbahasa Inggris untuk mengatasi ketakutan mereka terhadap subtitle, Bong Joon-ho — sutradara Parasite — telah membuka mata kita dengan beragam perspektif dan ide. Lewat pembawaannya yang ringan, bisa dibilang kalau Parasite akan menjadi film yang sangat disukai oleh berbagai kelas, identitas, bahkan ras.

5. The Lighthouse

Setelah debutnya sebagai sutradara dengan The Witch (2015), Robert Eggers meningkatkan kegilaannya dengan film horor psikologis hitam dan putih, The Lighthouse, di tahun 2019. Film ini dibintangi oleh Robert Pattinson dan Willem Dafoe sebagai penjaga mercusuar temperamental yang terdampar di sebuah pulau di lepas pantai New England.

Dengan kabut yang berkobar sebagai latar belakang dan burung camar yang terus berputar-putar di atas kepala, kedua penjaga itu meminum minyak tanah untuk menghabiskan waktu mereka. Didorong dalam roller coaster emosional dari dialog khas Inggris Kuno, film kedua Eggers ini menempatkan dirinya di jalur cepat untuk menjadi sebuah kultus klasik.

Sangat Kubrickian dan klaustrofobik, The Lighthouse adalah film horor paling homoerotik dalam sejarah sinematik yang akan bertahan selama berabad-abad.

6. Joker

Joaquin Phoenix tertawa — dan menangis — saat menerima penghargaan di Academy Award lewat penampilannya di Joker. Joker sendiri menceritakan kisah hidup Arthur Fleck (Phoenix), seorang badut yang tidak stabil secara mental dan hanya ingin membuat orang tertawa.

Didiagnosis dengan pseudobulbar affect (PBA), Fleck harus berjuang untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat Gotham yang rusak. Kemudian, ketika dana untuk perawatannya dipotong, sisi kekerasan Arthur bermanifestasi menjadi seorang pembunuh yang menembak tiga pemuda di kereta bawah tanah.

Karena subjeknya yang sensitif, pandangan kontroversial Joker tentang kesehatan mental sempat menjadi topik yang hangat. Meski demikian, kesuksesan box office dan akting sekelas aktor pemenang Oscar membuat Joker menjadi sebuah "must-watch movie" di tahun 2019.

Di saat Phoenix mendapatkan Oscar pertamanya, Joker mendapatkan Oscar keduanya setelah mendiang Heath Ledger juga memenangkannya secara anumerta pada tahun 2009. Sebagai salah satu film terbaik di tahun 2019, Joker tidak pernah meminta perhatian para penontonnya; ia menuntutnya.

Baca Juga: Film Pertama Sukses, 10 Sekuel Film Hollywood Paling Dinanti

Verified Writer

Shandy Pradana

"I don't care that they stole my idea. I care that they don't have any of their own." - Tesla // I am a 20% historian, 30% humanist and 50% absurdist // For further reading: linktr.ee/pradshy

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya