Bernadya dan Obsesi Kita terhadap Lagu Sedih

- Bernadya adalah musisi muda spesialis lagu galau Indonesia terbaik saat ini.
- Lagu-lagu Bernadya mencerminkan kerentanan dan kekuatan dalam satu waktu.
- Kesuksesan Bernadya juga bisa dijelaskan lewat obsesi manusia terhadap lagu sedih, yang membantu pendengar merasa lebih baik.
Tak cuma Sabrina Carpenter, musisi yang mengalami renaisans karier pada 2024. Ada sosok bernama Bernadya yang jadi perwujudan musisi muda spesialis lagu galau Indonesia terbaik saat ini. Sesuai dengan kepercayaan kalau keberuntungan itu mitos, meledaknya lagu-lagu sedih Bernadya di pasaran ternyata bukan sebuah kebetulan belaka.
Ada penjelasan ilmiah dan logis yang bisa menjelaskannya. Apa saja dan bagaimana itu berkaitan erat dengan kesuksesan Bernadya di industri musik tanah air? Mari, kita kupas lebih jauh.
1. Kesuksesan Bernadya berkat dari kejeliannya menemukan niche yang tepat

Niche (segmen spesifik dalam pasar) adalah salah satu kunci yang menjelaskan bagaimana seorang seniman bisa meraih sukses. Sabrina Carpenter, misalnya, bisa sukses karena memelopori lagu-lagu centil yang nyaman didengar perempuan. Sensasi nyaman ini karena lagunya tidak berbau male gaze (perempuan sebagai objek pandangan pria), memberdayakan (penuh kesan percaya diri), dan bebas objektifikasi kosong. Lagunya pun dikemas secara implisit dengan deskripsi figuratif dan pelintiran kosakata yang brilian serta humoris.
Bernadya pun berhasil menemukan niche-nya sendiri, yakni lewat lagu galau melankolis. Uniknya, lagu-lagunya bisa mencerminkan kerentanan dan kekuatan dalam satu waktu. Ini bisa disebut sebuah terobosan baru dalam industri musik Indonesia. Lagu galau memang salah satu produk terpopuler di negeri ini, tetapi jarang yang diselipi kesan berdaya seperti yang diramu Bernadya.
Lebih jauh, alih-alih mendeskripsikan kesedihan dan kehilangan dengan metafora maupun hiperbola yang repetitif, Bernadya memilih menyelipkan kalimat yang lebih lugas serta lekat dengan keseharian. Gaya ini sebenarnya sudah banyak dipakai musisi Barat dan ternyata bisa juga diadaptasi dalam bahasa Indonesia. Intinya, niche ini bisa ditemukan dengan cara jeli melihat gap atau kekosongan di pasar.
2. Berdasar penelitian, lagu sedih memang bikin nagih

Kesuksesan Bernadya juga bisa dijelaskan lewat obsesi manusia terhadap lagu sedih. Ada banyak penelitian yang membahas korelasi lagu sedih dengan suasana hati pendengarnya. Emery Schubert pernah merilis riset berjudul "Enjoying Sad Music: Paradox or Parallel Processes?" dalam jurnal Frontiers in Human Neuroscience. Ia menemukan bahwa mendengar lagu sedih bisa membantu seseorang merasa lebih baik. Dalam artian, mereka merasa ditemani, terbantu mengidentifikasi dan memvalidasi perasaan negatif, serta terhindar dari rasa sesak karena menyimpan perasaan negatif sendiri.
Riset lain yang tak kalah menarik dirilis Vuoskoski dkk. dengan judul "Who Enjoys Listening to Sad Music and Why?" dalam jurnal Music Perception. Dari 148 responden berbagai usia (18—49 tahun) di Finlandia, mereka menemukan bahwa kegemaran dan kenyamanan mendengar lagu sedih tidak hanya karena efeknya terhadap emosi, tetapi juga nilai estetika dalam lagu-lagu itu sendiri. Kesimpulan ini mereka temukan karena lagu dengan lirik menyeramkan atau mengganggu juga memicu respons emosi yang intens. Namun, ini tak serta-merta membuat pendengar nyaman atau suka. Artinya, lagu-lagu sedih yang biasanya dikemas dalam format ballad (lambat dan sentimental) lebih menarik untuk didengar. Ini jadi modal awal yang bikin lagu-lagu Bernadya memikat lebih banyak pendengar, selain dari liriknya yang superior.
3. Alternatif musik menenangkan di tengah gempuran lagu koplo dan sped-up version

Menariknya, berdasar riset yang dilakukan Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada pada 2019, lagu yang paling sering didengar pengguna asal Indonesia di platform Spotify justru didominasi musik yang bisa dipakai berjoget dan bernada ceria. Ini sebuah temuan yang bertolak belakang dengan argumen bahwa orang Indonesia punya obsesi terhadap lagu sedih dan galau. Selain tak bisa menjelaskan kejayaan Bernadya sebagai musisi spesialis lagu sedih, hasil riset itu mungkin juga tidak relevan dengan kondisi di Indonesia pada 2020-an.
Namun, itu setidaknya bisa jadi indikasi pentingnya membangun dan menemukan segmen pasar spesifik sendiri tanpa harus selalu mengikuti tren yang berkembang. Sering kali, yang perlu dilakukan bukan sekedar mengikuti arus, tetapi membuat terobosan baru untuk mengisi kekosongan. Bernadya, misalnya, datang bak angin segar di tengah gempuran musik koplo dan sped-up version yang popularitasnya naik berkat video-video pendek di media sosial. Lagu-lagu ballad menenangkan miliknya menjadi alternatif ideal untuk pendengar yang jenuh terhadap lagu-lagu upbeat.
Singkatnya, kesuksesan Bernadya adalah akumulasi dari berbagai faktor. Ada kejeliannya mengisi gap di industri musik tanah air sampai respons alamiah manusia terhadap lagu sedih. Gimana menurutmu?