Review Film My Friend Dahmer: Menilik Masa Lalu Pembunuh Berantai

Film yang membuat penontonnya hanyut dalam arus emosi

Pernah dengar nama ini sebelumnya? Mungkin banyak dari kalian yang belum mengetahui sosok Jeffrey Dahmer, mengingat pembunuh yang satu ini tidak sepopuler Ted Bundy atau Jack the Ripper. Melansir dari Britannica, Jeffrey, atau 'Jeff' Dahmer, adalah seorang pembunuh berantai berkebangsaan Amerika Serikat, yang lahir pada tanggal 21 Mei 1960. Ia melakukan pembunuhan pertamanya di Ohio pada tahun 1978, dan kemudian ditangkap pada tahun 1991 di Wisconsin.

Tak hanya membunuh, ia juga melakukan beberapa aksi kejahatan lain kepada korbannya, seperti pelecehan, mutilasi, nekrofilia, dan kanibalisme. Semasa hidupnya, Jeff telah membunuh 17 orang pria dan anak-anak, sebelum akhirnya ia sendiri meninggal karena mengalami trauma berat di kepala pada tahun 1994 silam.

Film My Friend Dahmer sendiri merupakan sebuah film besutan Marc Meyers, yang dirilis pada tahun 2017 lalu. Film ini diadaptasi dari sebuah novel grafis karya John 'Derf' Backderf, yang di dalam film diceritakan sebagai teman masa remaja Dahmer. Penasaran seperti apa filmnya? Simak review-nya berikut ini.

1. Sinopsis "My Friend Dahmer"

Review Film My Friend Dahmer: Menilik Masa Lalu Pembunuh Berantaicuplikan My Friend Dahmer (instagram.com/everyshotapainting)

Dalam film-film romantis, masa SMA digambarkan sebagai masa yang mengasyikkan dan penuh romansa bagi anak muda. Namun, My Friend Dahmer bukan salah satunya. Bagi Dahmer muda, masa SMA jauh dari kata mengasyikkan. Jangankan romansa, teman pun ia tak punya.

Pendiam dan aneh, begitulah orang-orang melihat Dahmer sewaktu ia masih SMA. Memiliki hobi mengumpulkan bangkai hewan dari jalanan bukanlah sesuatu yang dilakukan banyak orang, kecuali Dahmer. Hal ini menjadi salah satu alasan ia dianggap aneh oleh teman sebayanya, bahkan juga ayahnya sendiri. Kecanduannya terhadap alkohol dan pertengkaran antara kedua orang tuanya juga merupakan dua hal yang disorot dalam film ini.

Dengan penampilan layaknya seorang kutu buku dan watak yang pendiam membuat Dahmer tidak memiliki teman. Namun, semuanya berubah ketika ia mulai melakukan tindakan aneh, seperti berpura-pura terkena serangan epilepsi untuk mendapatkan perhatian. Usahanya ini sukses mendapatkan perhatian Derf (Alex Wolff) dan sirkelnya yang kemudian menjadikan Dahmer sebagai 'maskot' mereka. Setidaknya, pertemanan mereka dimulai dari sini, hingga akhirnya Derf dan sirkelnya sadar terhadap perlakuan mereka kepada Dahmer.

2. Tak tampilkan adegan pembunuhan

Review Film My Friend Dahmer: Menilik Masa Lalu Pembunuh Berantaicuplikan My Friend Dahmer (instagram.com/rauraforever2023)

Meskipun film ini bertemakan biografi seorang pembunuh berantai, My Friend Dahmer tidak sekali pun menampilkan aksi pembunuhan. Hal ini lantaran film ini berlatar waktu sebelum Dahmer memulai aksi pembunuhan berantainya. Namun, hal ini tetap tidak mengurangi sensasi menegangkannya.

Alih-alih menampilkan adegan pembunuhan sadis, My Friend Dahmer justru menampilkan fantasi liar dan gelap Dahmer yang semakin lama semakin menguasainya. Beberapa adegan menjelang akhir film menggambarkan Dahmer ingin sekali menuruti fantasinya tersebut dengan cara melukai orang lain atau bahkan membunuhnya, tetapi gagal ia lakukan.

Adegan terakhir dalam film ini pun hanya menunjukkan interaksi singkat antara Dahmer dengan korban pertamanya. Tidak ada tanda-tanda kekerasan saat itu, yang ada hanya niat gelap terselubung Dahmer yang hanya ia, penonton, dan Tuhan saja yang tahu.

3. Ross Lynch dan perannya sebagai Dahmer

Review Film My Friend Dahmer: Menilik Masa Lalu Pembunuh Berantaipotret Ross Lynch dan Jeff Dahmer (instagram.com/myfrienddahmermovie)

Ross Lynch, lelaki kelahiran Colorado tahun 1995 ini merupakan seorang aktor, penulis lagu, penyanyi, sekaligus musisi yang sempat naik daun berkat perannya sebagai Austin dalam sitkom yang ditayangkan di Disney Channel berjudul Austin & Ally. Dalam My Friend Dahmer, Lynch memainkan peran utama sebagai Dahmer. Jika Austin dalam Austin & Ally memiliki karakter yang supel dan penuh percaya diri, Dahmer dalam My Friend Dahmer justru kebalikannya. Meskipun demikian, keduanya ia lakoni dengan baik.

Dalam My Friend Dahmer, Lynch benar-benar mendalami perannya sebagai seorang outsider berpenampilan culun yang kecanduan alkohol, serta memiliki hobi mengumpulkan bangkai hewan dari jalanan. Kemampuan aktingnya saat menirukan Dahmer yang berpura-pura terkena serangan epilepsi demi mendapatkan perhatian patut diacungi dua jempol. Karena tak hanya berhasil membuat penonton merasa kasihan, tetapi juga berhasil membuat penonton meringis malu karena aktingnya tersebut sangat terasa nyata.

Menjelang akhir film, hasrat gelap yang tersembunyi dalam diri Dahmer semakin kuat tergambar dalam dirinya. Di beberapa adegan, Dahmer sempat digambarkan mengalami pergolakan batin yang mendorongnya semakin dekat ke hasrat gelapnya tersebut. Adegan ini tercermin ketika Dahmer membawa seekor anjing ke tengah hutan dengan sebilah pisau di tangannya. Lagi lagi, Lynch sukses membuat penonton menahan napas selama adegan yang sangat emosional ini dengan aktingnya.

Selain karena aktingnya, alasan lain yang membuat Ross Lynch cocok dengan peran ini adalah tampang wajahnya yang cukup mirip dengan Dahmer sewaktu masih muda. Kebetulan sekali, bukan?

Baca Juga: 9 Aktor yang Memerankan Ted Bundy, Si Pembunuh Berantai Kejam

4. Membawa penonton hanyut dalam arus emosi

Review Film My Friend Dahmer: Menilik Masa Lalu Pembunuh Berantaicuplikan My Friend Dahmer (instagram.com/woodysaucedo)

Di samping akting Lynch, fakta bahwa film ini benar-benar diadaptasi dari kisah nyata membuat penonton merasa semakin emosional ketika menyaksikan film ini. Ada perasaan tidak nyaman tersendiri yang muncul selama dan sesudah menyaksikan film ini. Perasaan yang tidak jelas antara penyesalan, amarah, belas kasihan, dan kesedihan.

Pada akhirnya, setelah menyelesaikan film ini, penonton ditinggalkan dengan banyak pertanyaan, seperti akankah Dahmer tetap berakhir sebagai pembunuh berantai jika ada seseorang dalam hidupnya yang benar-benar menolongnya saat itu? Atau, apakah ia akan tetap berakhir seperti itu jika semuanya baik-baik saja?

5. Memberikan pesan yang dalam kepada penonton

Review Film My Friend Dahmer: Menilik Masa Lalu Pembunuh Berantaicuplikan My Friend Dahmer (instagram.com/ross_lynch)

Film ini mungkin bukan hanya menggambarkan masa lalu seorang Jeff Dahmer saja. My Friend Dahmer bisa saja menggambarkan masa lalu segelintir orang yang mungkin berakhir menjadi Dahmer-Dahmer lain, atau justru sebaliknya, yaitu menjadi diri mereka sendiri untuk hidup sepenuhnya dan mencari kebahagiaan lewat hal-hal baik. 

Dari My Friend Dahmer, kita belajar bahwa masa lalu yang buruk bisa saja menjadi pemicu seseorang berbuat keji, meskipun dari luar kelihatan baik-baik saja. Namun, itu bukan satu-satunya alasan. Kita seringkali dihadapkan dengan banyak pilihan, bahkan dalam situasi terburuk sekalipun. Pilihan yang juga dimiliki Dahmer untuk meminta bantuan, serta menerimanya. Dalam kasus Dahmer, menunggu atau bahkan menolak bantuan dari orang lain adalah kesalahan. Pada akhirnya, ia lebih memilih menyatu dengan hasrat gelap—iblis—yang ada dalam dirinya dan melukai orang lain.

"Human beings, we have dark sides; we have dark issues in our lives. To progress anywhere in life, you have to face your demons." - John Noble

Baca Juga: 5 Fakta Kasus Michael Gargiulo sang Pembunuh Kondang

Delilah Eleanor Photo Verified Writer Delilah Eleanor

Professional Daydreamer | deleanour@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Agustin Fatimah

Berita Terkini Lainnya