[REVIEW] Taste of Cherry, Film Minimalis yang Sabet Palem Emas

Hampir semua adegannya berlatar mobil

Beda dengan Academy Awards, festival film semacam Cannes Film Festival merangkul hampir semua genre. Bahkan film horor yang biasanya dianaktirikan bisa dapat slot penayangan dan berhak bersaing meraih Palem Emas. Film-film low-budget pun tak kehilangan kans yang sama. Terbukti peraih Palem Emas Cannes Film Festival 1997 adalah film minimalis asal Iran, Taste of Cherry karya Abbas Kiarostami. 

Tidak seperti film-film pemenang awards biasanya, proses syuting Taste of Cherry mayoritas dilakukan di dan dari dalam mobil. Perspektifnya pun terbatas pada satu sosok yang tak lain adalah pengendara mobil itu. Lantas, apa yang bikin juri Cannes Film Festival menganugerahi Taste of Cherry sebagai salah satu film terbaik di ajang itu? Berikut beberapa review-nya!

1. Suguhkan point-of-view shot sejak awal

[REVIEW] Taste of Cherry, Film Minimalis yang Sabet Palem EmasTaste of Cherry (dok. Janus Films/Taste of Cherry)

Secara umum, Taste of Cherry mengikuti seorang pria paruh baya yang berkendara dengan mobil tuanya. Alih-alih memperkenalkan lakonnya pada adegan awal, Abbas Kiarostami memilih untuk menggunakan teknik point-of-view shot, yakni meletakkan kamera sesuai dengan apa yang dilihat karakter utama. Dalam Taste of Cherry, perspektif yang dipakai adalah pemandangan di luar mobil yang diambil dari kursi pengendara.

Selama film berlangsung, Kiarostami akan sering menggunakan teknik macam ini. Itu diselinginya dengan perspektif penumpang atau kursi di samping sopir yang tentu saja kosong dan diisi kameramen. Tentunya semua dilakukannya untuk memperkenalkan kita pada aktor Homayoun Ershadi yang memerankan sang lakon.  

Baca Juga: 6 Film Horor Tayang Premier di Festival Cannes 2024, Masuk Watchlist!

2. Berkutat pada latar yang itu-itu saja, tetapi kaya referensi dan pesan moral

[REVIEW] Taste of Cherry, Film Minimalis yang Sabet Palem EmasTaste of Cherry (dok. Janus Films/Taste of Cherry)

Selama berkendara, tak jelas apa yang hendak sang lakon tuju. Setiap kali ada orang yang berjalan atau duduk-duduk di pinggir jalan, sang lakon akan menawari mereka tumpangan. Di sinilah, ia mulai meminta mereka mengabulkan satu permintaan ganjil, yakni menguburkannya di satu ceruk di perbukitan pada tanggal yang sudah ditentukan. Ia bahkan sudah memikirkan cara agar orang yang ia mintai bantuan tak perlu susah-susah mengangkat tubuhnya.

Tentu permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh beberapa penumpang. Hingga satu bapak lansia menyanggupi permintaannya dengan berat hati. Itu pun setelah ia membagi pengalaman serupanya sendiri. Selama proses itu, sebenarnya penonton hanya akan disuguhi pemandangan yang relatif monoton. Kalau tak sosok sopir dan penumpangnya yang beberapa kali berganti, kamera akan menyorot mobil kuning itu dari kejauhan sedang menyusuri jalanan di gurun berbatu.

Lanskap alam memang bukan titik berat film ini, Taste of Cherry justru bertumpu pada dialog. Sang lakon diceritakan bertemu berbagai macam orang dari beragam profesi, mulai tentara wajib militer sampai pekerja migran. Dialog dan latar belakang karakter pendukung itulah yang memperkaya film tersebut. Dalam percakapan-percakapan itulah, nyawa film ini berada.

3. Film tanpa flashback dan backstory yang tetap terasa utuh

[REVIEW] Taste of Cherry, Film Minimalis yang Sabet Palem EmasTaste of Cherry (dok. Janus Films/Taste of Cherry)

Menariknya, Kiarostami sengaja tak menyajikan backstory dari si lakon. Tak ada yang tahu nama depannya, apalagi profesi dan masalah hidup yang membebaninya. Biasanya langkah macam ini bakal mengecewakan penonton. Sebagai penonton, kamu biasanya amat menantikan backstory itu sebagai penjelas plot.  

Taste of Cherry benar-benar tak menawarkan itu sama sekali. Kehidupan sang lakon pun hanya diperlihatkan sejenak saat ia pulang ke rumah yang direncanakannya sebagai momen terakhir sebelum pergi ke ceruk yang dimaksud. Tak ada petunjuk lain yang menjelaskan keputusannya, tetapi penonton pun tak dibuat penasaran. Sesuai dengan pesan life-affirming-nya, film ini berhasil memengaruhi penonton untuk terus menatap ke depan, maju, dan melanjutkan hidup. 

Minimalis, tak bertele-tele, dan pakai teknik pengambilan gambar yang inovatif, rasanya Taste of Cherry memang layak dapat Palem Emas. Film Iran ini adalah sebuah mahakarya yang wajib kamu tonton sekali seumur hidup!

Baca Juga: [REVIEW] A Time for Drunken Horses, Getirnya Nasib Bocah Kurdi di Iran

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Penulis, netizen, pembaca

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Hella Pristiwa

Berita Terkini Lainnya