Musik 2000-an Kembali Viral, Inikah Akhir Era Sad Culture?

Lagu sedih mulai ditinggalkan

Sekitar sedekade terakhir, industri musik dapat pengaruh besar dari sad culture. Pasar musik dunia dijejali lagu-lagu dengan tema sedih, patah hati, dan frustrasi. Taylor Swift jadi salah satu yang memulai tren ini lewat lagu-lagu macam "Teardrops on My Guitar" dan "All Too Well". Disusul musisi lain, seperti Kodaline, Lauv, LANY, Rex Orange County, Laufey, hingga Lewis Capaldi. Bahkan, Olivia Rodrigo sempat mengamini tren itu dengan merilis lagu "drivers license" pada 2021. 

Hingga 2022, tren lagu sedih masih bertahan dan disukai. Apalagi, ini didukung dengan meningkatnya kesadaran soal kesehatan mental yang mendorong munculnya lagu-lagu bertema serupa. Namun, semua berubah pada pertengahan 2023. Musik 2000-an kembali viral di media sosial. Kira-kira alasan apa yang bisa menjelaskan fenomena ini?

1. Pasar mulai jenuh dengan lagu-lagu sedih

Musik 2000-an Kembali Viral, Inikah Akhir Era Sad Culture?Taylor Swift, salah satu pelopor sad girl culture (instagram.com/taylorswift)

Tahun 2023 menandai berakhirnya pandemik COVID-19. Seharusnya, orang akan lebih optimis menjalani hidup. Namun, bukannya fokus melakukan pemulihan, jelang akhir 2023 semakin banyak masalah yang mendatangi. Terjadi krisis iklim yang dampaknya semakin nyata sampai konflik bersenjata yang tak kunjung bisa diselesaikan. 

Hal-hal mengerikan itu secara tidak langsung memberi ruang untuk lagu-lagu yang optimis dan bervibrasi positif naik daun. Mereka seolah menciptakan efek eskapisme untuk para pendengarnya. Ketika tak menemukannya dalam kolam lagu-lagu rilisan baru, orang menemukan sesuatu yang mereka cari dalam daftar musik 2000-an.

Pada era itu, lewat dominasi Christina Aguilera, Britney Spears, Gwen Sefani, Lady Gaga, dan Avril Lavigne, musik mainstream dibanjiri lagu-lagu yang energik dan liriknya terkesan tak ambil pusing. Ini jadi sesuatu yang kontras dengan lagu rilisan 2010-an sampai awal 2020-an yang lebih mendayu-dayu dan terkesan menangisi keadaan. Bandingkan dengan lagu-lagu 2000-an yang lebih ekspresif dan berani saat meluapkan kemarahan atau kekecewaan.

Baca Juga: 9 Momen Buruk yang Pernah Dialami The Beatles

2. Lagu-lagu 2000-an viral di media sosial

Musik 2000-an Kembali Viral, Inikah Akhir Era Sad Culture?Tate McRae (instagram.com/tatemcrae)

Fenomena itu ditandai dengan viralnya lagu-lagu lawas Timbaland dan kolaborator setianya saat itu, Nelly Furtado, yang berjudul "Give It To Me" dan "Promiscuous". Disusul "Paper Planes" yang dipopulerkan M.I.A, "Gimme More" dan "Toxic" milik Britney Spears, "Drop It Like It's Hot" yang diciptakan Snoop Dog, hingga lagu lawas Sean Paul yang berjudul "Get Busy". Tak ketinggalan, ada lagu pop rok macam "I'm Just A Kid" (Simple Plan) dan "Mr. Brightside"(The Killers). 

Beberapa lagu baru yang ikut viral pun bila dilihat punya kemiripan formula dengan musik-musik 2000-an tadi. Intro lagu "Greedy" yang dipopulerkan Tate McRae, misalnya, mengingatkan kita gaya produksi Timbaland. Begitu pula "Houdini" Dua Lipa, ia punya kemiripan dengan lagu-lagu Britney Spears dalam album Blackout (2007). Album GUTS (2023) Olivia Rodrigo juga menguarkan vibrasi pop rok ala Kelly Clarkson dan Avril Lavigne. 

Di sisi lain, musisi hiphop Jack Harlow merilis beberapa lagu baru yang sebagian elemennya merupakan interpolasi dari lagu-lagu 2000-an. Sebut saja "Lovin On Me" dan "First Class", lagu-lagu tersebut setidaknya mengingatkan kita pada Black Eyed Peas dan Gorillaz. Masih ada FLO yang perlahan membangkitkan kembali tren girl group beraliran R&B pop layaknya Destiny's Child dan TLC. Mereka bahkan sempat berkolaborasi dengan ratu rap 2000-an Missy Elliot lewat lagu "Fly Girl". 

3. Inikah penanda kebangkitan musik energik?

Musik 2000-an Kembali Viral, Inikah Akhir Era Sad Culture?girl group asal Inggris, FLO (instagram.com/flolikethis)

Pertanyaannya, akankan tendensi ini bermuara pada kebangkitan lagu energik yang pernah mendominasi industri musik pada 2000-an? Jawabannya masih tentatif. Ini mengingat masih banyak musisi populer, seperti Doja Cat, Laufey, Mitski, Ice Spice, Harry Styles, dan Taylor Swift yang tak mengambil referensi 2000-an dalam karya mereka. Namun, tak bisa dimungkiri formula musik 2000-an sudah terbaca dan punya potensi besar untuk mempengaruhi lagu-lagu rilisan baru. 

Pasar musik selalu berubah hampir setiap dekade. Selama 1 dekade terakhir, kita sudah dijejali musisi-musisi yang berlabel sad girls dan sad boys. Bukan tak mungkin mulai tahun ini kita akan lebih sering mendengar lagu-lagu yang bernada lebih girang, optimis, dan bikin berjingkrak. Tren mengombinasikan tarian dalam penampilan langsung juga punya potensi untuk kembali ke ranah arus utama. 

Bagaimana menurutmu? Apakah kamu salah satu yang menyambut baik kembalinya tren ini atau justru sebaliknya? Apa pun yang akan terjadi, silakan nikmati musik sesuai seleramu saja, ya. 

Baca Juga: 3 Rekor Taylor Swift Ini Cuma The Beatles yang Pernah Mencapainya!

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Penulis, netizen, pembaca

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya