[REVIEW] Quo Vadis, Aida? Cerminan Limitasi PBB saat Atasi Konflik

Salah satu nomine Oscar 2020

The Zone of Interest (2023) tak henti-hentinya rebut perhatian. Setelah rebut dua piala Oscar 2024, Jonathan Glazer menggunakan momen pidato kemenangannya untuk menyuarakan pesan kemanusiaan dan antiokupasi di Gaza. Bermodal plot kuat dan perspektif unik The Zone of Interest bukan satu-satunya film yang berkaitan erat dengan situasi politik dunia saat ini. 

Bila mau mundur beberapa tahun, kamu bisa menemukan nomine Oscar lain berjudul Quo Vadis, Aida?  yang tak kalah relatable dengan agresi Israel di Gaza saat ini. Film berlatar Perang Bosnia 1995 ini dengan cermat mengulik sisi lain sebuah konflik yang mungkin tak pernah kita tahu. Apa itu? Simak ulasan filmnya berikut. 

Baca Juga: 8 Film Berlatar Holocaust, Ada Pemenang Oscar 2024

1. Film yang coba jelaskan peristiwa nyata lewat perspektif tokoh fiktif

[REVIEW] Quo Vadis, Aida? Cerminan Limitasi PBB saat Atasi KonflikQuo Vadis, Aida? (dok. Palace Films/Quo Vadis, Aida?)

Quo Vadis, Aida? adalah tipe film yang menggunakan karakter fiktif untuk mereka ulang sebuah fenomena nyata. Dalam kasus ini, latarnya Srebrenica, sebuah kota di Republik Bosnia Herzegovina yang berbatasan dengan Republik Serbia. Konteksnya, Bosnia Herzegovina baru saja memisahkan diri dari Yugoslavia dan mendeklarasikan kemerdekaan pada 1991. Namun, deklarasi tersebut ditolak warga etnik Serbia yang tinggal di wilayah perbatasan itu.

Pada 1992, wilayah itu jadi lokasi pertempuran sengit saat militan dari etnik Serbia didukung oleh pemerintah Republik Serbia melakukan perlawanan. Tak hanya korban jiwa yang terdampak langsung oleh kontak senjata, blokade juga membuat banyak warga sipil meninggal karena kelaparan. Pada 1993, tentara penjaga perdamaian PBB berhasil menetralisasi wilayah itu dan menjadikannya zona aman. PBB juga mendirikan markas sementara untuk menjaga perdamaian. 

Di situlah, lakon film ini berada. Aida (Jasna Đuričić) adalah perempuan paruh baya beretnik Bosnia yang karena kemampuan bahasa Inggrisnya direkrut PBB jadi penerjemah. Satu hari, arus pengungsi membanjiri tempat kerjanya. Beberapa dari pengungsi itu adalah orang-orang yang Aida kenal, termasuk suami dan dua putranya. Konsentrasinya pun terbelah, antara menjalankan tugasnya dengan berusaha menyelamatkan orang-orang yang ia kenal.

Meski sudah sebisa mungkin membantu mereka, pengungsi yang terus berdatangan membuat PBB kehabisan logistik dan ruang. Banyak dari pengungsi yang kemudian dibiarkan berada di luar gerbang dan terlunta-lunta tanpa perbekalan memadai. Tak sedikit yang harus tidur beratapkan langit selama berhari-hari. 

2. Dengan gamblang tunjukkan limitasi PBB saat atasi konflik

[REVIEW] Quo Vadis, Aida? Cerminan Limitasi PBB saat Atasi KonflikQuo Vadis, Aida? (dok. Palace Films/Quo Vadis, Aida?)

Pada saat itulah, milisi Serbia dipimpin Ratko Mladić datang menawarkan "solusi". Dimediasi PBB, tentara Serbia dan perwakilan pengungsi melakukan negosiasi yang jelas  tidak proporsional dan amat terburu-buru. Dalam waktu singkat, tentara penjaga perdamaian PBB yang sudah putus asa karena kehabisan logistik dan tak bisa menghubungi markas besar karena akhir pekan pun mendukung tawaran Mladic untuk memindahkan pengungsi Bosnia itu ke kota lain.

Itu seiring dengan intensi awal milisi Serbia untuk mendirikan Republik Sprska di wilayah tersebut. Yakni sebuah wilayah yang eksklusif hanya bisa didiami orang-orang beretnik Serbia. Namun, dalam prosesnya bukan pemindahan yang terjadi. Ribuan orang yang diangkut pasukan Mladic hingga beberapa tahun setelah perang berakhir dinyatakan hilang. Mereka akhirnya ditemukan dalam bentuk tulang belulang di beberapa kuburan massal. 

Baca Juga: 6 Film Jepang Pemenang Oscar, Terbaru The Boy and the Heron

3. Film mirip Quo Vadis, Aida? yang soroti isu serupa

[REVIEW] Quo Vadis, Aida? Cerminan Limitasi PBB saat Atasi KonflikQuo Vadis, Aida? (dok. Palace Films/Quo Vadis, Aida?)

Dengan gamblang, Quo Vadis, Aida? menggambarkan limitasi yang membuat PBB seringkali gagal menyelesaikan konflik. Perang Bosnia dan konflik yang terjadi setelah pecahnya Yugoslavia pada 1990-an memang mendemonstrasikan berbagai kekurangan organisasi antarnegara terbesar di dunia itu. Dalam karya sinematik, penggambarannya tak hanya sekali dua kali.

Selain film karya Jasmila Žbanić ini, kamu bisa menyaksikan No Man's Land (2001) yang mengikuti balada tentara Bosnia dan Serbia yang terjebak di zona netral. Malangnya, salah satu dari mereka terjebak di atas ranjau. Saat meminta bantuan tentara perdamaian PBB, mereka harus menunggu beberapa hari karena proses birokrasi. 

Ada pula Whistleblower (2010), film biografi yang mengungkap sindikat perdagangan orang oleh oknum staf PBB di negara pecahan Yugoslavia. Mirisnya, limitasi ini pula yang sedang terjadi di Gaza. Mulai hak veto yang memungkinkan beberapa negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB menolak gencatan senjata hingga pemutusan pendanaan agen PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA. 

Meski dirilis tahun 2019 dan menggambarkan peristiwa lampau yang terjadi hampir 3 dekade lalu, ternyata relevansi isu yang diangkat film Quo Vadis, Aida? dengan realitas saat ini masih amat tinggi. Sebuah tamparan bagi umat manusia yang entah bagaimana selalu mengulang sejarah, seolah enggan belajar dari kesalahan masa lalu. 

 

Baca Juga: Raih Oscar 2024, Apakah Godzilla Minus One Tayang di Indonesia?

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Penulis, netizen, pembaca

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Diana Hasna

Berita Terkini Lainnya