[REVIEW] The Teachers' Lounge, Guru Idealis yang Tertampar Realitas

Tipe film dengan protagonis yang gak bisa diandalkan

The Teachers' Lounge jadi salah satu film paling underrated di Academy Awards 2024. Bersaing di kategori Film Fitur Internasional Terbaik, ia kalah telak dari empat rivalnya secara popularitas. Maklum, film ini adalah karya debut sutradara Ilker Çatak yang namanya belum setenar Jonathan Glazer (The Zone of Interest), Wim Wenders (Perfect Days), J.A. Bayona (Society of the Snow), dan Matteo Garrone (Io Capitano). 

Namun, secara kualitas dan kedalaman cerita, The Teachers' Lounge jelas berhak dapat nominasi itu. Ia bakal mengingatkanmu pada filmThe Class (2008) yang jadi perwakilan Prancis pada kategori sama di Oscar 2009. Sama-sama bahas tantangan jadi guru di sekolah yang muridnya beragam dan kritis, keduanya sukses hadirkan cerita seru dengan latar yang lekat dengan keseharian kita. Berjarak 15 tahun, seseru apa sih film The Teachers' Lounge dibanding The Class?  Lantas, faktor apa yang kiranya jadi kekurangan dan kelebihan film ini? Berikut ulasannya. 

Baca Juga: 12 Pencapaian Bersejarah di Penghargaan Academy Awards

1. Film dibuka dengan adegan yang menyiratkan ketidak nyamanan dan urgensi

[REVIEW] The Teachers' Lounge, Guru Idealis yang Tertampar RealitasThe Teachers' Lounge (dok. Sony Pictures Classics/The Teachers' Lounge)

Sejak awal film fokus mengikuti perspektif Bu Nowak, seorang guru muda yang tampak terburu-buru mendatangi sebuah ruangan berisi dua guru lain dan dua murid kelasnya. Dua guru sebelumnya ternyata sedang menginterogasi dua bocah itu terkait kasus pencurian barang di ruang guru. Meski beberapa kali menegaskan kalau mereka tidak dituntut untuk menjawab bila memang merasa tak nyaman, pada akhirnya seorang guru berhasil membujuk mereka untuk menunjuk satu nama dalam daftar absensi yang kiranya mereka curigai sebagai suspek.  

Setelah kejadian itu, Bu Nowak dan dua guru itu terlibat perdebatan. Sang lakon sebagai wali kelas tak terima dengan langkah barusan karena melanggar etika. Terlihat sepele, masalah ini akhirnya merembet ke berbagai konflik lain yang bakal mewarnai film ini sampai akhir. Mulai dari tertuduhnya salah satu siswa berlatar belakang imigran yang membuat dugaan rasisme menyeruak, hingga keputusan gegabah Nowak yang merekam meja kerjanya secara diam-diam untuk mencari petunjuk. 

2. Demonstrasi efek domino dari satu keputusan gegabah

[REVIEW] The Teachers' Lounge, Guru Idealis yang Tertampar RealitasThe Teachers' Lounge (dok. Sony Pictures Classics/The Teachers' Lounge)

Tanpa Nowak sadari, keputusannya itulah yang jadi puncak segala konflik. Meski berhasil menemukan petunjuk soal suspek pelaku pencurian, Nowak bisa dituntut pidana atas pelanggaran privasi karena merekam sebagian ruang guru lewat meja kerjanya. Di sisi lain, buktinya pun tak seberapa konkret dan pihak tertuduh merasa tak terima. 

Fakta bahwa pihak tertuduh adalah pegawai sekolah dan punya putra yang merupakan murid di sekolah itu bikin masalah makin runyam. Situasi di sekolah jadi tak kondusif, orang saling curiga dan perpecahan pun mulai terbentuk. Murid dan wali murid mencurigai sekolah, guru mulai kelabakan, dan tak sedikit siswa lain yang merundung putra sang tertuduh. Tertampar realitas, Nowak mulai menyesali tindakan gegabahnya.

Baca Juga: Sejarah Academy Awards, Pialanya Terinspirasi dari Sosok Oscar

3. Ditutup dengan adegan epik yang sebenarnya tak menjawab misteri di awal film

[REVIEW] The Teachers' Lounge, Guru Idealis yang Tertampar RealitasThe Teachers' Lounge (dok. Sony Pictures Classics/The Teachers' Lounge)

Namun, ini bukan Indonesia. Dari awal kita sudah disuguhi latar kelas yang dinamis dengan murid yang kritis dan proaktif. Terlepas dari usianya yang masih belia, mereka tak segan untuk mendebat dan membantah guru. Sebaliknya, guru pun membuka ruang diskusi itu dengan tidak memaksakan kehendak dan pengetahuannya sendiri. Ini yang menjelaskan mengapa putra sang tertuduh tak serta merta jadi korban bully yang pasrah akan nasibnya.

Dengan strategis, ia tahu cara untuk mencari dukungan dan melawan para perisaknya, bahkan Bu Nowak yang dianggapnya jadi sumber kemalangan dirinya dan sang ibu. Di sini, Nowak pun jadi serba salah. Ia yang idealis berusaha mencari cara untuk melindungi sang bocah dan memperbaiki keadaan, tetapi situasi justru makin tak terkendali. Pada bagian inilah, penonton dibikin tak yakin dengan kemampuan resolusi konflik Nowak. Dalam film, ia bisa masuk dalam kategori protagonis yang tak bisa diandalkan. Namun, itu pula yang bikin film terasa makin nyata dan hidup. 

Jelang credit roll,  Catak tak menunjukkan tanda-tanda akan menurunkan grafik tensi. Situasi justru dibuatnya makin rumit dan tak kondusif. Ia memang menyiapkan adegan akhir yang epik, tetapi tak menjawab siapa sebenarnya pencuri yang berkeliaran di sekolah itu.

Baca Juga: Fakta Concrete Utopia Ikut Bersaing dalam Academy Awards ke-96

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Penulis, netizen, pembaca

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Diana Hasna

Berita Terkini Lainnya