Video Essay, Tipe Konten yang Sedang Diminati Banyak Orang

Cara seru membicarakan isu serius

Di tengah gempuran video pendek dan berlaju cepat, ada satu tipe konten yang melawan arus dan secara mengejutkan mendulang popularitas, video essays alias esai video. Tipe konten ini biasanya berdurasi panjang dan bahasannya pun tak ringan. Para kreatornya bisa membahas isu sensitif, menggunakan jargon-jargon yang tidak familier hingga mengutip publikasi ilmiah, tetapi secara strategis memikat generasi muda untuk mengklik dan menonton sampai habis. 

Mengingat argumen yang berkembang saat ini adalah rentang konsentrasi manusia cenderung berkurang beberapa menit dari dua dekade lalu. Lantas, apa yang membuat esai video seolah mengelak argumen itu dan jadi salah satu tipe konten yang diminati? Simak ulasannya berikut. 

Baca Juga: 10 Film Bioskop Tahun 2023 yang Tayang Kembali di Prime Video

1. Kemunculan video essayist di jagat maya

Video Essay, Tipe Konten yang Sedang Diminati Banyak OrangJohnny Harris, jurnalis dan video essayist (instagram.com/johnny.harris)

Tidak ada yang tahu siapa pelopor video essay, tetapi ada beberapa kanal dan tokoh individu di YouTube yang konsisten membuat tipe konten seperti itu. Vox, media independen asal Amerika Serikat salah satunya. Mereka sebenarnya memulai sebagai media daring berbasis teks, tetapi kemudian merambah YouTube untuk keperluan publikasi berita dan informasi lewat video yang memadukan elemen audio, visual, teks, dan infografis, sekaligus. 

Kanal-kanal lainnya, seperti Big Think dan Wisecrack, melakukan hal serupa, tetapi menggunakan format yang sedikit berbeda untuk mengupas satu isu dengan pendekatan ilmiah. Ada pula Every Frame a Painting dan The Cinema Cartography yang fokus ke pembahasan kritis sebuah film. Dari ranah individu, ada sosok Lindsay Ellis, Johnny Harris, Elle Literacy, dan Alice Cappelle yang membahas isu-isu politik sampai feminisme. Di dalam negeri sendiri, kamu mungkin sudah familier dengan sosok Ferry Irwandi dan Gita Savitri Devi. 

2. Rentang konsentrasi yang memendek hanya mitos?

Video Essay, Tipe Konten yang Sedang Diminati Banyak Orangpakar ilmu saraf Wendy Suzuky dalam salah satu episode di kanal YouTube Big Think (instagram.com/bigthinkers)

Durasi esai video yang ada bisa mencapai 30—50 menit, tetapi ternyata mampu meraup jutaan kali pemutaran. Ini bagai paradoks dari argumen kalau rentang konsentrasi manusia modern cenderung pendek. Studi yang mengatakan soal berkurangnya rentang konsentrasi manusia dipublikasikan oleh Microsoft pada 2015 berdasarkan observasi yang mereka selama satu dekade.

Menurut tim riset itu, manusia hanya punya rata-rata rentang konsentrasi selama 8 detik pada 2013. Berkurang 4 detik dari 2000 yang mencapai 12 detik. Namun, ada hal ganjil yang membuat temuan ini terasa bias, yakni fakta bahwa pembuatnya adalah Microsoft, sebuah entitas komersial dan terdapat pernyataan jelas bahwa riset tersebut ditujukan untuk marketer atau pengiklan. 

Simon Maybin dari BBC mencoba mencari kebenaran dengan mengumpulkan opini kedua dari dosen psikologi di Open University, Gemma Briggs. Menurut, Briggs, penghitungan rata-rata rentang konsentrasi susah dilakukan. Ia menambahkan kalau itu semua tergantung pada tugas atau aktivitas yang dilakukan hasil perhitungannya amat berbeda satu sama lain, tergantung pada seberapa berat tugas tersebut. 

Baca Juga: 5 Cara Download Video YouTube di Laptop dengan Cepat dan Gak Ribet

3. Esai video adalah sebuah format riset baru

Video Essay, Tipe Konten yang Sedang Diminati Banyak OrangAlice Capelle, video essayist asal Prancis yang banyak bahas feminisme dan sosialisme (instagram.com/alicecappelle_)

Fakta bahwa jutaan orang rela menonton sebuah esai video berdurasi panjang adalah bukti dari mitos rentang konsentrasi tadi. Sebaliknya, fenomena yang terjadi adalah rasa penasaran tinggi generasi muda (milenial dan gen Z) yang hidup di tengah disrupsi teknologi dan terjangan informasi dari segala sumber. Hal ini yang kemudian menjelaskan kepentingan generasi muda untuk lebih jeli membaca informasi dan memilah sumber informasi mereka. 

Ada banyak sumber informasi kredibel di luar sana, tetapi video esai jadi opsi ideal untuk generasi muda terutama gen Z karena bisa dikategorikan sebuah inovasi baru dalam proses riset. Türkgeldi lewat tulisan berjudul "Thinking of Video Essays as A Performative Research With A New Concept: Transimage dalam jurnal SineFilozofi mengkategorikan video essay sebagai bagian dari penelitian performatif. Yakni format riset yang mengandalkan banyak metode seperti penelitian kualitatif, tetapi dibuat dengan pendekatan praktikal. 

Data yang dikumpulkan dalam penelitian performatif tidak ditampilkan dalam format numerik dan teks biasa, tetapi berupa data-data simbolik. Maksudnya seperti musik, suara, gerakan, animasi, infografis, kode, dan lain sebagainya. Ini kemudian bisa dikembangkan jadi film hingga podcast. Namun, esai video punya kelebihan karena mampu mewadahi dua preferensi yang berbeda sekaligus, yakni audio dan visual. 

Milenial yang lebih dulu familier dengan podcast tetap bisa menikmati esai video karena ia bisa didengarkan saja sambil melakukan aktivitas lain. Di sisi lain, penikmat dan pembelajar visual seperti gen Z bisa menemukan kenyamanan yang sama lewat tipe konten itu. 

Baca Juga: 5 Cara Atasi Burnout bagi Penulis di Era Digital, Variasikan Konten!

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Penulis, netizen, pembaca

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya