6 Episode Terbaik di Serial Love, Death & Robots Netflix Season 4

Intinya sih...
- "Spider Rose" mengisahkan Lydia Martinez, cyborg yang hidup terasing di ujung galaksi setelah suaminya dieksekusi secara brutal. Kisahnya penuh emosi dan pesan humanis yang kuat.
- "400 Boys" menampilkan kisah persatuan dalam menghadapi ancaman bayi-bayi raksasa dengan kekuatan telekinesis. Episode ini penuh semangat dan absurditas yang unik.
- "The Screaming of the Tyrannosaur" mengkritik budaya kekerasan dengan animasi detail, pertarungan intens, dan suara hati sang protagonis yang memantik simpati.
Mei 2025 adalah bulan yang paling membahagiakan bagi para fans serial antologi animasi Love, Death & Robots. Pasalnya, setelah vakum selama 3 tahun, akhirnya musim keempat dari serial ini resmi tayang di Netflix sejak Kamis (15/5/2025) lalu.
Love, Death & Robots Volume 4 hadir dengan 10 episode yang dikemas apik oleh para kreator kenamaan, seperti Tim Miller (Deadpool) dan Jennifer Yuh Nelson (Kung Fu Panda). Tema-tema yang disuguhkan pun beragam, mulai dari kritik sosial, perjalanan spiritual, hingga fiksi ilmiah yang imajinatif. Tentu saja, semuanya dibalut dalam gaya animasi yang memanjakan mata dan tak jarang bikin berdecak kagum.
Kesepuluh episode di musim ini memang solid dan memiliki keunikannya masing-masing. Namun, dari sekian banyak pilihan, ada enam yang menurut penulis paling berhasil mencuri perhatian dan meninggalkan kesan mendalam. Penasaran apa saja keenam episode tersebut? Yuk, kita bedah satu per satu!
1. Spider Rose
Sutradara: Jennifer Yuh Nelson
Berlatar di semesta yang sama dengan "Swarm", episode keenam dari Love, Death & Robots Volume 3, "Spider Rose" berhasil meninggalkan rasa getir sekaligus haru di saat yang bersamaan. Episode ini mengikuti Lydia Martinez alias Spider Rose, cyborg yang hidup terasing di ujung galaksi setelah suaminya dieksekusi secara brutal. Suatu hari, hidupnya yang dibayangi rasa duka dan dendam itu berubah ketika alien kenalannya menitipkan hewan peliharaan misterius, yang kemudian ia beri nama Nosey.
Sepanjang 17 menit durasinya, kamu akan dibuat luluh oleh relasi unik antara Lydia dan Nosey. Lydia yang awalnya tertutup dan keras hati, perlahan mulai menunjukkan sisi lembutnya pada makhluk mungil tersebut. Permainan cahaya dan bayangan yang dramatis, serta sentuhan warna yang menyayat dari animasi buatan Blur Studio pun turut memperkuat atmosfer emosional tersebut. Bahkan di saat episode ini memilih menutup kisahnya dengan gelap, pesan humanisnya tetap menyala terang.
2. 400 Boys
Sutradara: Robert Valley
Bayangkan Attack on Titan, tapi dengan elemen gangster, bayi jumbo sebagai ancaman, dan kekuatan telekinesis sebagai senjata utama, itulah “400 Boys”. Episode yang animasinya digarap oleh Passion Animation Studios—yang juga menggarap episode "Zima Blue" di musim pertama—ini hadir sebagai salah satu episode paling beringas dan absurd di Love, Death & Robots Volume 4. Namun, di balik absurditasnya, episode ini menyajikan kisah penuh semangat tentang persatuan di tengah dunia yang telah porak-poranda.
Episode ini berpusat pada empat tokoh utama, yaitu Jade, Slash, Croak, dan Crybaby, yang hidup di reruntuhan kota pasca-invasi bayi-bayi raksasa. Meski memiliki kekuatan telekinesis, tenaga mereka masih belum cukup kuat untuk menghadapi ancaman besar yang dikenal sebagai “400 Boys”. Mereka pun nekat mengajak geng-geng lain yang sebelumnya berseteru demi satu tujuan: merebut kembali wilayah mereka dari para makhluk kolosal haus darah tersebut.
3. The Screaming of the Tyrannosaur
Sutradara: Tim Miller
Episode yang menampilkan MrBeast dan Bai Ling sebagai pengisi suara ini awalnya menyoroti acara pernikahan luar angkasa yang tampak mewah dan futuristik. Namun, dalam sekejap, perayaan itu berubah menjadi ajang pertumpahan darah para gladiator dan dinosaurus yang saling bunuh demi hiburan bangsawan antargalaksi. Di tengah kekacauan itu, salah satu gladiator perempuan dari Bumi yang penuh luka masa lalu, hadir sebagai pusat dari narasi.
"The Screaming of the Tyrannosaur" tampil memikat lewat animasi yang sangat detail, koreografi pertarungan yang intens, serta sindiran tajam terhadap budaya kekerasan yang dilegitimasi. Sementara Bai Ling menyuarakan suara hati sang protagonis dengan keteguhan yang memantik simpati, MrBeast tampil mengejutkan sebagai sosialita sadis yang memperlakukan nyawa sebagai hiburan. Bisa dibilang, episode ini sukses menambah koleksi segmen Love, Death & Robots yang mampu menyampaikan kritik sosial dengan cara yang unik dan menggigit.
4. How Zeke Got Religion
Sutradara: Diego Porral
Menggabungkan elemen creature horror, perang, dan pencarian spiritual yang tragis, “How Zeke Got Religion” hadir sebagai salah satu episode paling menyeramkan dalam Love, Death & Robots Volume 4. Kekuatan alur cerita episode ini terletak pada kontras antara kepercayaan dan ketakutan, serta bagaimana keduanya menjadi senjata dan kelemahan dalam menghadapi kengerian gaib. Ditambah desain makhluk yang kreatif dan visual yang brutal, dijamin, kamu takkan tidur nyenyak setelah menontonnya!
"How Zeke Got Religion" membawa penonton ke misi udara berbahaya menuju sebuah gereja di Prancis yang tengah dikuasai Nazi, dengan sekelompok prajurit Amerika sebagai protagonis. Di antara mereka, Zeke tampil sebagai pilot nyentrik dan sinis yang tak percaya Tuhan—setidaknya di awal cerita. Namun seiring munculnya iblis bersayap hasil ritual darah Nazi, keyakinan Zeke mulai runtuh bersama nyawa rekan-rekannya satu per satu.
5. Smart Appliances, Stupid Owners
Sutradara: Patrick Osborne
"Smart Appliances, Stupid Owners" boleh jadi menjadi salah satu episode dengan durasi terpendek dalam Love, Death & Robots Volume 4. Namun, ia justru menjadi episode paling lucu yang pernah dihadirkan dalam serial antologi ini. Mengambil format mockumentary, kisahnya dibawakan dari sudut pandang perangkat rumah tangga pintar yang sebal dengan kelakuan pemiliknya. Hasilnya adalah parade keluh kesah absurd yang membuat penonton tertawa sekaligus meringis karena tersindir.
Di episode ini, kamu akan berkenalan dengan termostat yang terjebak di antara pasangan suami istri yang doyan berantem soal suhu ruangan. Tak kalah kocak, ada pula alat pembuat wafel yang cuma menjadi pajangan karena pemiliknya terlalu sibuk mabar dan rebahan. Setiap testimoni mereka mengandung kritik sosial terselubung yang mengajak kita untuk berpikir ulang, siapa sebenarnya yang "bodoh" dalam hubungan manusia dan teknologi?
6. For He Can Creep
Sutradara: Emily Dean
Terakhir, tetapi tak kalah menghipnotis, ada "For He Can Creep" yang juga menjadi episode penutup dalam Love, Death & Robots Volume 4. Episode yang diangkat dari cerpen karya Siobhan Carroll ini menghadirkan kisah Jeoffry, seekor kucing yang tinggal di RSJ bersama tuannya yang merupakan penyair. Suatu hari, Lucifer datang untuk menuntut puisi yang bisa memusnahkan dunia. Jeoffry, yang menolak untuk tunduk, memulai perlawanan demi menyelamatkan dunia dan tuannya dari tipu daya sang iblis.
Daya tarik episode ini bukan hanya pada kisahnya yang unik, tapi juga bagaimana ia membalik mitos tentang kucing sebagai makhluk egois dan misterius. Di sini, kucing justru digambarkan sebagai makhluk setia dan heroik yang tak gentar melawan kekuatan jahat. "For He Can Creep" menutup musim keempat dengan nada penuh harapan dan kehangatan, sekaligus menjadi pengingat bahwa keberanian bisa datang dari mana saja, bahkan dari makhluk yang paling kita remehkan sekalipun.
Dari keenam episode Love, Death & Robots Volume 4 yang penulis bahas, jelas terlihat bagaimana setiap episode memiliki kekuatannya sendiri, baik dari segi narasi, animasi, maupun pesan yang disampaikan. Jadi, dari “Spider Rose” yang emosional hingga “For He Can Creep” yang penuh harapan, episode mana yang paling bikin kamu terpaku? Yuk, tulis pendapatmu di kolom komentar!