Kenapa Ajang Penghargaan Oscar Menganaktirikan Film Horor?

Hanya ada 6 judul film yang masuk nominasi Best Picture

Eksis hampir satu abad lamanya, horor menjelma sebagai salah satu genre film yang paling diminati. Memberikan pengalaman menonton yang menyenangkan lewat premis yang visioner nan menyeramkan dan menghadirkan teror tak berkesudahan, bukan hal yang sulit bagi film horor untuk merajai box office.

Kesuksesan film horor dalam menghasilkan pundi-pundi berbanding terbalik dengan eksistensinya di ajang penghargaan film bergengsi. Salah satunya Academy Awards.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa mustahil bagi film horor untuk bisa masuk dan berkompetisi di ajang Oscar. Bagaimana tidak? Telah berlangsung selama 96 tahun, hanya ada enam judul film horor dari total 601 film yang masuk dalam nominasi Best Picture Oscar. Enam film horor tersebut yakni The Exorcist (1973), Jaws (1975), The Silence of the Lambs (1991), The Sixth Sense (1999), Black Swan (2010), dan Get Out (2017).

Pertanyaannya, kenapa Oscar menganaktirikan film horor? Apa yang telah diperbuat oleh film horor hingga sulit sekali bagi genre satu ini diapresiasi, tidak hanya oleh Oscar, namun ajang penghargaan bergengsi lainnya? Ini beberapa analisisnya!

Baca Juga: 6 Film Christopher Nolan yang Menang Oscar, Wajib Tonton!

1. Kadung melekat dengan citra negatif

Kenapa Ajang Penghargaan Oscar Menganaktirikan Film Horor?Hereditary (dok. A24/Hereditary)

Di mata The Academy of Motion Picture Arts and Sciences, film horor memiliki reputasi buruk. Mereka menganggap bahwa genre tersebut terlalu fokus pada elemen jump scare dan sejumlah adegan kekerasan eksplisit untuk menakut-nakuti audiensnya hingga mengabaikan kualitas dari narasinya sendiri. 

Alasan yang cukup ambigu, mengingat hal-hal yang dianggap remeh oleh anggota Academy merupakan elemen penting dari genre horor sendiri. Bisa jadi persepsi tersebut ada kaitannya dengan film grindhouse yang sempat merajalela pada 1970-an hingga akhir 1980-an.

Mengandalkan adegan gore dan konten seksual yang provokatif sebagai bintang utamanya, reputasi horor di mata para anggota tidak lebih dari media hiburan dan dipandang sebelah mata. Cukup disayangkan mengingat banyak sejumlah film horor berkualitas yang rilis di era yang sama, seperti Alien (1979), The Omen (1976), Carrie (1976), dan masih banyak lagi.

2. Oscar dan penyakit "berat sebelah"

Kenapa Ajang Penghargaan Oscar Menganaktirikan Film Horor?Get Out (dok. Universal Studios/Get Out)

Seperti yang sudah kita ketahui, Oscar menganakemaskan genre drama. Tidak heran jika mayoritas nominasi Best Picture serta nominasi utama lainnya berisikan film biopik, war, period drama, hingga film indie. Pihak Academy bahkan tidak segan untuk memandikan film-film tersebut dengan belasan nominasi sekaligus. Para membernya pun berbondong-bondong memberikan hak suara mereka dengan penuh suka cita.

Namun, berbeda cerita dengan genre action, komedi, dan horor, mereka dikenal sebagai popcorn movies, sehingga sukar bagi ketiga genre film tersebut mendapat perhatian dari pihak Academy. Sekalinya dilirik oleh panel Academy, mayoritas film horor mendapatkan nominasi untuk lini teknikal produksi. Salah satunya Dracula (1992) besutan sutradara Bram Stoker yang sukses membawa pulang tiga piala Oscar untuk Best Makeup, Best Costume Design, dan Best Sound Editing.

Baca Juga: 6 Film Jepang Pemenang Oscar, Terbaru The Boy and the Heron

3. Ongkos kampanye yang kelewat mahal

Kenapa Ajang Penghargaan Oscar Menganaktirikan Film Horor?cuplikan film Black Swan (dok. Fox Searchlight Pictures/Black Swan)

Masih belum banyak yang tahu jika rumah produksi menggelontorkan uang tidak sedikit untuk mempromosikan suatu film agar dapat berpartisipasi di ajang Oscar. Dilansir Telegraph, rumah produksi akan menghabiskan sekitar 20—30 juta Dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp315—Rp473 miliar hanya untuk kampanye Best Picture sendiri. Mengingat kampanye dimulai segera setelah film tersebut dirilis, bukan hal aneh jika biaya promosi jauh lebih mahal dari ongkos produksi filmnya sendiri.

Di satu sisi, film horor dikenal dengan biaya produksinya yang terjangkau. Rata-rata rumah produksi hanya menghabiskan sekitar 16—35 juta Dolar Amerika Serikat atau Rp252—Rp552 miliar di luar biaya marketing. Tentu rumah produksi mempunyai tendensi untuk meraup untung sebanyak-banyaknya di box office ketimbang mengeluarkan ongkos untuk mengkampanyekan film tersebut sekalipun memenuhi syarat untuk berkompetisi di Oscar.

Secara tidak langsung, hal itu menjadikan sejumlah film horor inovatif, seperti The Purge (2013), Insidious (2010), hingga Paranormal Activity (2007) harus berakhir sebagai sapi perah akibat keserakahan rumah produksi.

Tentu Oscar dan ajang penghargaan bergengsi lainnya bukan menjadi patokan baik atau buruknya kualitas sebuah film. Namun, mengingat kepopuleran film horor secara tidak langsung menopang keberlangsungan industri perfilman, khususnya Hollywood. Sudah sepatutnya pihak Academy memberikan apresiasi yang sama pada genre horor.

Baca Juga: 8 Film Horor tentang Pengintip Jendela, Rear Window hingga The Voyeurs

Febby Arshani Photo Verified Writer Febby Arshani

hehe

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya