Neon Noir, Subgenre yang Mengemas Sinema Sinisme dalam Visual Artistik

Hadirkan ambiguitas secara ekplisit nan artistik

Sesuai dengan namanya, film noir menghadirkan drama kriminal kental akan sinisme dalam sinema hitam putih. Seiring berkembangnya zaman, genre film yang pertama kali populer pada tahun 1940-an tersebut mengalami perubahan dan penyesuaian di sana dan sini, melahirkan subgenre baru yang tidak kalah menarik.

Salah satunya ada neon noir. Meskipun kalah pamor jika dibandingkan dengan saudaranya neo-noir, subgenre yang satu ini menawarkan sebuah pengalaman menonton film kriminal dengan segala ambiguitasnya melalui aksi brutal yang eksplisit dalam visualisasi artistik.

Lalu apa yang membedakan neon noir dengan neo-noir? Bagaimana subgenre film noir yang satu ini membuat konsep sinisme menjadi terlihat bergaya dan memiliki nilai estetika tersendiri? Cari jawabannya lewat penjelasan di bawah ini.

1. Apa itu neon noir?

Neon Noir, Subgenre yang Mengemas Sinema Sinisme dalam Visual ArtistikInherent Vice (dok. Ghoulardi Film Company/Inherent Vice)

Hampir serupa dengan neo-noir, neon noir merupakan sebuah genre yang terlahir dari film noir yang populer pada tahun 1940-an dan 1950-an. Sama-sama menghadirkan nuansa kelam dan kental akan sinisme, neon noir tampil lebih menggoda lewat gaya visualisasinya yang artistik dengan sedikit sentuhan surealis yang absurd dan megah.

Neon noir turut diiringi dengan score musik elektronik yang keras, aksen cahaya neon yang mendominasi set, serta karakter utamanya menjalani kehidupan yang terisolasi di area perkotaan.

Meskipun membawa kesan yang terang dan ramai, neon noir tetap mengacu pada elemen penting dalam film noir yakni kekerasan dan moral karakter yang ambigu.

2. Awal mula tercetusnya neon noir

Neon Noir, Subgenre yang Mengemas Sinema Sinisme dalam Visual ArtistikTaxi Driver (dok. Columbia Pictures/Taxi Driver)

Lahir pada tahun 1940-an, tidak berlebihan rasanya jika menyebut film noir sebagai refleksi dari masa kelam yang menggelayuti dunia pasca Perang Dunia II berakhir. Ketidakpastian dan depresi yang melanda kala itu menjadi inspirasi bagi para pegiat seni termasuk penulis dan pembuat film.

Keterbatasan biaya akibat krisis ekonomi bukan menjadi penghalang bagi para sineas untuk mengadaptasi karya fiksi kriminal realistis dan sarat akan sinisme. Dengan sentuhan German Expressionism–gerakan seni yang menonjolkan pergolakan batin dan ketakutan melalui visualisasi ekspresif dan menyimpang dari pakem pembuatan film yang ada–yang dibawa oleh imigran Eropa, film noir menjelma sebagai hiburan yang menarik.

Pada akhir tahun 1950-an, ketika warna merambah masuk dalam industri film, pegiat film noir mulai bereksperimen dengan palet warna. Penggunaan chiaroscuro lighting atau teknik pencahayaan berkontras tinggi untuk menciptakan ilusi subjek terlihat lebih terang dari latarnya pun mulai ditinggalkan. Fokusnya pun ikut berkembang dan mulai menyoroti hal lain seperti balas dendam, paranoia, dan isu lainnya.

Dibumbui dengan aksi kekerasan dan adegan intim eksplisit yang sebelumnya dilarang karena ketatnya aturan dari lembaga sensor pada tahun 1940-an, terlahirlah genre neo-noir dan menemukan popularitasnya pada tahun 1970-an.

Lalu pada akhir tahun 1970-an, sutradara Martin Scorsese dan Michael Mann melalui film Taxi Driver (1976) dan Thief (1981) mempopulerkan neon noir. Hampir serupa dengan saudaranya, neon noir tetap menyuguhkan aksi kriminal brutal dan karakter ambigu sebagai hidangan utamanya. Yang membuatnya berbeda adalah penggunaan warna neon yang mendominasi set serta score musik elektronik yang menggelegar.

Baca Juga: Film 101: Mengenal Peran Visual dalam Film Melalui Sinematografi

3. Karakteristik neon noir

Neon Noir, Subgenre yang Mengemas Sinema Sinisme dalam Visual ArtistikInherent Vice (dok. Ghoulardi Film Company/Inherent Vice)

Sesuai dengan namanya, neon noir identik dengan penggunaan warna neon pada latar setnya. Oleh sebab itu kebanyakan adegan dalam film neon noir lebih sering mengambil latar waktu pada malam hari di area perkotaan atau jalanan. Pencahayaan yang bergantung pada lampu jalan maupun neon box dari area pertokoan terlihat begitu kontras dengan latar dan suasana hati karakter utama.

Karakter-karakter dalam neon noir memiliki konflik yang serupa yakni mendambakan kehidupan bahagia bersama keluarga mereka. Namun karena satu dan dua hal, hal tersebut direnggut dan melarikan diri dengan mengisolasi diri dari dunia luar. Oleh karena itu mereka memiliki nilai-nilai moral tersendiri serta motif dan perilakunya tidak dapat diprediksi. Mereka pun dikenal bengis dan brutal ketika terpaksa harus berurusan dengan aksi kekerasan, membuat penontonnya mempertanyakan kembali konsep moralitas.

4. Elemen penting dalam neon noir

Neon Noir, Subgenre yang Mengemas Sinema Sinisme dalam Visual ArtistikThief (dok. United Artists/Thief)

Tidak hanya identik dengan warna neon yang mendominasi, neon noir turut memiliki sederet elemen penting yang menjadi ciri khas. Sebut saja score musik elektronik yang keras. Selain menyesuaikan dengan konsep yang diusung, penggunaan musik elektronik merepresentasikan hiruk-pikuk kehidupan modern futuristik yang terkadang terasa begitu menyesakkan.

Lingkungan modern dan futuristik dapat direalisasikan dengan menggunakan area perkotaan besar padat penduduk tidak hanya sebagai latar namun juga karakter dari film itu sendiri. Gedung-gedung tinggi, penanda jalan, jalanan basah, dan kaca jendela pertokoan yang memantulkan cahaya ikut andil dalam menggerakan plot yang ada.

Sama-sama menghadirkan nuansa kelam dalam balutan sinisme, neon noir lebih berfokus pada pergulatan batin serta ketidakpastian dalam hidup si karakter utama. Di penghujung film, baik karakter utama maupun penontonnya dihadapkan pada fakta bahwa apa yang selama ini mereka yakini sebagai moralitas hanya sebatas ilusi yang dibuat agar tidak tersesat dalam kaburnya batas antara baik dan buruk.

 

Baca Juga: Slow Motion, Teknik Sinematografi yang Ciptakan Momen Ikonik

Febby Arshani Photo Verified Writer Febby Arshani

hehe

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Febrianti Diah Kusumaningrum

Berita Terkini Lainnya