Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Paris Hilton dan Britney Spears (instagram.com/parishilton)

Kalau mengaku penggemar musik, kamu pasti gak asing dengan istilah "baby voice". Secara harfiah artinya "suara bayi", tetapi dalam industri musik definisinya cukup kompleks. Fenomena ini ternyata kini dilihat sebagai bentuk infantilisasi dan pengerdilan terhadap kapasitas perempuan. 

Apa gunanya dan mengapa sempat dinormalisasi? Mari bedah lebih dalam soal baby voice dan problematikanya. 

1. Dipopulerkan Britney Spears dan jadi tren sepanjang 2000-an

Britney Spears dalam video musik Baby One More Time (twitter.com/britneyspears)

Baby voice merujuk pada suara imut yang identik dengan beberapa musisi perempuan populer. Beberapa contoh nyatanya adalah Britney Spears dan Paris Hilton. Pada akhir 1990-an sampai awal 2000-an, Spears dan Hilton adalah publik figur mainstream yang pengaruhnya besar dan mirisnya baby voice adalah bagian dari identitas setidaknya mereka di depan kamera. 

Vokal Britney Spears yang high-pitched adalah salah satu nilai jualnya sejak debut lewat lagu "...Baby One More Time". Sementara, Paris Hilton menggunakan suara imutnya itu saat tampil di reality show yang melambungkan namanya, The Simple Life (2003–2007). Berkat dua figur itu, baby voice jadi sebuah hal yang dianggap normal dan trendy pada saat itu. Bahkan sampai 2010-an, masih banyak musisi perempuan dan aktris yang mengadopsi tipe suara tersebut. Ariana Grande pada awal kemunculannya di serial garapan Disney Victorious (2010–2013) dan Sam & Cat (2013–2017) adalah demonstrasi terbaiknya. 

2. Baby voice mendengungkan stigma yang berkembang tentang perempuan

Paris Hilton saat tampil di iHeart Jingle Ball 2024 (instagram.com/parishilton)

Bila diperhatikan lebih seksama, karakter Hilton dan Grande di acara televisi yang mereka bintangi saat itu identik dengan sifat-sifat naif, lemah, dan kurang cerdas. Keduanya adalah stigma yang melekat pada perempuan, terutama di industri hiburan yang mengutamakan penampilan. Seolah berkata bahwa tidak ada perempuan yang bisa dapat kecantikan dan kecerdasan sekaligus, harus ada satu yang dikorbankan. 

Kecenderungan menormalisasi baby voice juga bisa dikaitkan dengan kebutuhan untuk mengakomodasi ego dan insekuritas pria. Dengan baby voice atau suara imut, perempuan akan menguarkan kesan bisa didominasi, diatur, dan diarahkan layaknya anak-anak. Istilah kerennya infantilisasi, yakni memperlakukan orang dewasa seperti anak-anak dengan meragukan kapasitas berpikir mereka. 

3. Perlahan ditinggalkan sejak feminisme jadi gerakan arus utama

Sabrina Carpenter saat tampil di NPR Tiny Desk Concert (instagram.com/sabrinacarpenter)

Menormalisasi baby voice, bahkan meromantisasinya erat kaitannya dengan penilaian masyarakat yang masih melihat kepribadian ambisius, cerdas, asertif, dan penuh inisiatif sebagai ancaman bagi masa depan mereka sendiri. Misalnya akan kesulitan dapat jodoh karena susah didekati dan lain sebagainya, yang pada dasarnya masih berkutat pada ego pria. 

Namun, seiring berkembangnya gerakan feminisme di ranah arus utama, ide-ide itu mulai ditinggalkan dan dianggap kedaluwarsa. Baby voice sudah tak lagi relevan. Apalagi sejak kasus eksploitasi Britney Spears oleh keluarga dan manajemennya menyeruak, diiringi kemunculan tagar #FreeBritney pada 2019. Saat itu, orang sadar kalau selama ini, Spears dipaksa melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan hati nuraninya. Salah satunya menyanyi dengan baby voice yang sebenarnya bukan warna vokal sejatinya. 

Paris Hilton juga mengejutkan publik pada 2023 lewat perubahan suaranya. Dikenal dengan suara high-pitched, Hilton secara konsisten berbicara dengan warna suara yang lebih berat setiap kali diwawancara tentang buku memoarnya. Ia pun terus terang mengaku kalau suara yang ia pakai saat jadi aktris sekaligus penyanyi memang sengaja dibedakannya dengan suara aslinya.

Contoh lain yang tak kalah menarik adalah Sabrina Carpenter dan Taylor Swift yang mempertahankan suara rendahnya. Padahal, Carpenter dan Swift adalah cerminan perempuan ideal dalam standar industri hiburan Barat (berambut pirang, bermata terang, dan berkulit putih) yang mengingatkan kita pada Paris Hilton di masa lalu. Makin ke sini, kita juga tidak susah menemukan musisi perempuan berkelas dunia yang bersuara berat seperti Adele, Miley Cyrus, Dua Lipa, dan Megan Thee Stallion. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team