5 Stereotip di Film Harry Potter, Tiap Asrama Punya Julukan Sendiri 

Penyihir darah murni gak selalu bersikap baik

Seri film Harry Potter (2001—2011) memang sudah berakhir sejak 2011. Namun, film adaptasi novel karya J.K Rowling tersebut masih jadi perbincangan hingga saat ini. Bahkan, kabarnya Harry Potter versi serial akan dirilis dalam waktu dekat.

Rowling dengan cerdas menciptakan dunia sihir yang kompleks di Harry Potter. Sampai-sampai, timbul sebuah stereotip yang berkembang di dunia sihir tersebut. Kalau kamu Potterhead, sebutan fans Harry Potter, kamu pasti menyadari stereotip tersebut. Layaknya di dunia nyata, beberapa stereotip di film Harry Potter nyatanya juga dapat merugikan banyak kalangan, lho!

1. Tiap asrama di Hogwarts punya julukannya masing-masing

5 Stereotip di Film Harry Potter, Tiap Asrama Punya Julukan Sendiri Harry Potter dan Hermione Granger (dok. Warner Bros./Harry Potter and the Half Blood Prince)

Di Harry Potter, fans diperkenalkan dengan empat asrama, yakni Gryffindor, Hufflepuff, Ravenclaw, dan Slytherin. Keempatnya menjadi rumah bagi para penyihir yang menimba ilmu di Hogwarts.

Penyihir tidak bisa memilihnya sendiri, The Sorting Hat yang akan memilihkannya berdasarkan kepribadian. Menariknya, beberapa asrama seperti diperlakukan tidak adil. Bahkan, bisa dibilang hanya ada dua asrama yang ditonjolkan di sepanjang film, yakni Gryffindor dan Slytherin.

Selain itu, tiap asrama juga memiliki stereotipnya masing-masing. Slytherin selalu diidentikkan dengan penyihir jahat dan kejam, Ravenclaw dianggap sebagai sekelompok penyihir kutu buku, Hufflepuff dianggap paling lemah, dan Gryffindor yang diagungkan karena disebut sebagai asrama sang juara. Padahal, semua tidak sepenuhnya benar. 

Contohnya, di sepanjang film, Slytherin digambarkan sebagai asrama yang kejam. Padahal kalau dipikir-pikir lagi, tak semuanya seperti itu.

2. Penyihir berdarah murni dianggap yang paling "layak" untuk belajar sihir

5 Stereotip di Film Harry Potter, Tiap Asrama Punya Julukan Sendiri Keluarga Malfoy (dok. Warner Bros./Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1)

Selain membagi penyihir berdasarkan asrama, Rowling juga menciptakan kelas-kelas dari asal keluarga. Terdapat stereotip di film Harry Potter yang menyebutkan kalau hanya penyihir pure-blood yang berhak menimba ilmu sihir.

Buat yang belum tahu, pure-blood adalah penyihir yang berasal dari keluarga asli penyihir. Maksudnya, kedua orangtuanya murni keturunan penyihir. Di film, contoh keluarga berdarah murni adalah keluarga Malfoy, Weasley, dan Longbottom.

Sayangnya, tak selamanya pure-blood menghargai perbedaan. Mereka merasa berada di takhta tertinggi di dunia sihir. Mereka merasa jadi orang yang paling pantas untuk belajar sihir, hingga tak jarang lupa daratan dan menjadi sombong.

Baca Juga: 8 Karakter Harry Potter yang Diperankan Lebih dari Satu Aktor 

3. Mudblood dianggap tidak pantas belajar sihir

5 Stereotip di Film Harry Potter, Tiap Asrama Punya Julukan Sendiri Hermione Granger (dok. WarnerBros/Harry Potter and the Goblet of Fire)

Kamu ingat momen di mana Draco mengejek Hermione mudblood di Harry Potter and the Chamber of Secrets (2002)? Perumpamaan tersebut dilontarkan karena Hermione tidak berasal dari keluarga penyihir, yakni Muggle. Namun ia bisa mempelajari sihir.

Mudblood dianggap tidak pantas belajar sihir karena sebenarnya merupakan manusia biasa. Berkat anggapan tersebut, banyak penyihir, terlebih yang berdarah murni, menyepelekan dan merendahkan mereka. Padahal, banyak penyihir dari keluarga Muggle yang pintar dan berprestasi. Kamu bisa melihat buktinya dari Hermione Granger dan Lily Potter. 

4. Penyihir berdarah campuran atau half-blood disebut sebagai pengkhianat

5 Stereotip di Film Harry Potter, Tiap Asrama Punya Julukan Sendiri Severus Snape (dok. Warner Bros./Harry Potter and the Deathly Hallows Part 1)

Jodoh memang gak ada yang tahu. Begitu pula dalam dunia sihir Harry Potter. Rowling kerap memasangkan para karakternya secara acak dan unik.

Kalau kamu berpikir penyihir berdarah murni selalu berjodoh dengan yang berdarah murni juga, hal tersebut salah. Pasalnya, ada juga penyihir berdarah murni yang menikahi penyihir keturunan Muggle. Ketika memiliki keturunan, anak mereka disebut half-blood.

Nyatanya, menjadi penyihir half-blood juga tidak mudah. Terdapat anggapan bahwa mereka adalah pengkhianat keluarga keturunan darah murni. Contoh penyihir berdarah campuran adalah Harry Potter, Severus Snape, hingga Albus Dumbledore.

5. Squib dianggap penyihir yang gagal

5 Stereotip di Film Harry Potter, Tiap Asrama Punya Julukan Sendiri Argus Filch (dok. Warner Bros./Harry Potter)

Squib bisa dibilang sebagai kebalikan dari mudblood. Squib sebenarnya keturunan penyihir, tetapi sayangnya mereka tidak memiliki kekuatan atau kemampuan sihir. Di film, kamu bisa melihatnya di Argus Filch, si penjaga Hogwarts.

Sayangnya, menjadi Squib tentu bukan pilihan, melainkan takdir. Maka dari itu, banyak yang menganggap Squib adalah penyihir yang gagal. Anggapan buruk tersebut membuat mereka seakan tidak berharga.

Padahal, kalau ditelisik lagi, ada Squib yang juga sukses, yakni Angus Buchanan. Angus adalah keturunan pure-blood yang ternyata Squib. Ia pun sukses menjadi penulis buku My Life as a Squib yang diceritakan laris manis.

Stereotip buruk ternyata tidak hanya terjadi di dunia nyata. Di film Harry Potter juga banyak stereotip yang melekat di beberapa aspek, mulai dari asrama hingga keturunan keluarga. Wah, berat juga hidup di dunia sihir, ya!

Baca Juga: Harry Potter Resmi Dibuat Versi Serial, Gaet Pemain Baru

Fernanda Saputra Photo Verified Writer Fernanda Saputra

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya