Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
poster film Antlers.
poster film Antlers. (dok. Searchlight Pictures/Antlers)

Intinya sih...

  • Splice (2009) mengangkat konsep "manusia yang bermain jadi Tuhan" dengan pasangan ilmuwan yang mencampur DNA manusia dengan hewan.

  • Julia's Eyes (2010) menampilkan teror psikologis melalui cerita Julia, perempuan dengan kelainan genetik yang memudar penglihatannya.

  • Don't Be Afraid of the Dark (2010) fokus pada Sally, bocah yang menemukan ruang bawah tanah tersembunyi dengan makhluk haus darah.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Guillermo del Toro sudah lama dikenal sebagai sineas visioner yang kerap menghadirkan film horor dengan sentuhan elegan dan penuh imajinasi. Namanya kembali jadi buah bibir berkat Frankenstein (2025) yang tengah viral dan semakin mengukuhkan posisinya sebagai maestro genre ini. Namun, banyak yang belum tahu bahwa selain jadi sutradara papan atas, del Toro juga kerap mendukung sineas lain lewat perannya sebagai produser di berbagai film horor berkualitas.

Menariknya, beberapa film tersebut justru tergolong underrated meski menawarkan ide brilian, atmosfer mencekam, dan eksekusi yang bikin merinding. Kalau kamu sudah menamatkan semua karya garapannya dan lagi cari tontonan seru setelah Frankenstein, lima rekomendasi film horor yang diproduseri Guillermo del Toro berikut ini wajib banget masuk watchlist-mu!

1. Splice (2009)

adegan dalam film Splice. (dok. Gaumont/Splice)

Splice sangat direkomendasikan untuk fans Frankenstein karena sama-sama mengangkat konsep "manusia yang bermain jadi Tuhan". Disutradarai oleh Vincenzo Natali (Cube), film ini mengisahkan pasangan ilmuwan, Clive (Adrien Brody) dan Elsa (Sarah Polley), yang nekat mencampur DNA manusia dengan hewan demi menciptakan organisme baru. Namun, ambisi itu berubah jadi masalah ketika Dren, makhluk ciptaan mereka, tumbuh cepat dan mulai menunjukkan sifat-sifat yang sulit dikendalikan.

Ide Splice sebenarnya sangat kuat, tapi eksekusinya yang gelap bikin sebagian penonton sulit menerima film yang diproduseri oleh Guillermo del Toro ini. Meski begitu, lambat laun Splice dapat banyak pengikut kultus yang memuji keberaniannya menggeluti tema-tema tabu, salah satunya soal relasi menyimpang antara pencipta dan ciptaan, yang gak semua film horor berani sentuh. Gimana, tertantang menontonnya?

2. Julia's Eyes (2010)

adegan dalam film Julia's Eyes. (dok. Antena 3 Films/Julia's Eyes)

Selanjutnya ada Julia's Eyes, film horor Spanyol yang disutradarai oleh Guillem Morales. Film ini dianggap underrated karena kerap dibandingkan dengan The Orphanage (2007), horor ikonis Spanyol yang juga diproduseri Guillermo del Toro dan menetapkan standar tinggi untuk genre ini. Perbandingan tersebut bikin Julia's Eyes tenggelam, padahal film ini menyajikan teror psikologis yang gak kalah mencekam.

Ceritanya mengikuti Julia (Belén Rueda, turut membintangi The Orphanage), perempuan dengan kelainan genetik yang membuat penglihatannya perlahan memudar. Saat saudara kembarnya, Sara, ditemukan tewas dalam dugaan bunuh diri, Julia merasa ada sesuatu yang janggal. Ia pun memulai penyelidikan pribadi yang menuntunnya pada ancaman mematikan dari sosok misterius.

3. Don't Be Afraid of the Dark (2010)

adegan dalam film Don't Be Afraid of the Dark. (dok. Miramax/Don't Be Afraid of the Dark)

Di tahun yang sama dengan Julia's Eyes, Guillermo del Toro juga menulis dan memproduseri Don't Be Afraid of the Dark. Disutradarai oleh Troy Nixey, film horor fantasi ini berfokus pada Sally (Bailee Madison), bocah yang pindah ke rumah tua bersama ayah dan pacar baru ayahnya, Kim (Katie Holmes). Kesepian dan merasa gak dianggap, Sally menemukan ruang bawah tanah tersembunyi yang menyimpan "makhluk ajaib" haus darah.

Dengan atmosfer mencekam, desain makhluk memorable, dan nuansa dongeng gelap khas del Toro, film ini jelas layak masuk radar para pencinta horor. Sayang, saat dirilis, Don't Be Afraid of the Dark gagal dari segi box office maupun ulasan kritikus. Banyak yang menganggap film ini terlalu “klasik” untuk era film horor modern, padahal justru di situlah kekuatannya.

4. Scary Stories to Tell in the Dark (2019)

adegan dalam film Scary Stories to Tell in the Dark. (dok. Lionsgate Films/Scary Stories to Tell in the Dark)

Jika kamu bertanya film horor apa yang sukses besar, tapi cepat dilupakan, penulis tanpa ragu akan menyebut Scary Stories to Tell in the Dark. Film yang diproduseri Guillermo del Toro ini disutradarai oleh André Øvredal, sineas Norwegia di balik The Autopsy of Jane Doe (2016). Meski meraih pendapatan lebih dari 100 juta dolar AS dan respons positif, eksistensinya kalah bising dari horor-horor lain yang rilis di tahun yang sama karena gak mengandalkan gimmick marketing yang heboh.

Diangkat dari buku karya Alvin Schwartz, kisahnya mengikuti Stella (Zoe Colletti), remaja pencinta horor yang gak sengaja membawa pulang buku terkutuk milik Sarah Bellows, gadis yang meninggal secara tragis. Dari sini, halaman-halaman kosong di buku tersebut mulai menuliskan kisah baru berdasarkan ketakutan terdalam Stella dan teman-temannya. Dan tentu saja, semuanya berubah jadi nyata!

5. Antlers (2021)

adegan dalam film Antlers. (dok. Searchlight Pictures/Antlers)

Film horor yang diproduseri oleh Guillermo del Toro yang juga wajib masuk watchlist-mu adalah Antlers arahan Scott Cooper (The Pale Blue Eye). Film ini mengikuti Julia Meadows (Keri Russell), guru yang curiga dengan salah satu muridnya, Lucas (Jeremy T. Thomas), karena sering menunjukkan tanda-tanda seperti korban kekerasan. Benar saja, ketika Julia mulai menyelidiki, ia menemukan rahasia gelap yang disembunyikan sang murid di rumahnya.

Sempat tertunda perilisannya karena COVID-19 , Antlers kurang mendapat apresiasi luas karena ekspektasi penonton yang keliru. Banyak yang mengira film ini bakal jadi creature feature seru, padahal Antlers lebih condong ke drama horor bertempo lambat. Namun, bagi penyuka horor atmosferik dan sarat simbolisme, film ini bakal tawarkan pengalaman menonton yang bikin merinding dari awal sampai akhir!

Selepas Frankenstein, Guillermo del Toro dikabarkan kembali bekerja sama dengan Netflix untuk memproduksi film horor bertajuk The Boy in the Iron Box yang disutradarai David Prior (The Empty Man). Sambil menunggu, yuk, tonton deretan hidden gems yang diproduseri sang sineas di atas!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team