6 Film yang Jadi Sumber Inspirasi Ari Aster dalam Berkarya

- Fat City (1972): Contoh sempurna dalam menggambarkan kehidupan di kota sederhana, menampilkan realisme dengan karakter rapuh dan suasana yang terasa nyata.
- Nashville (1975): Film paling jujur tentang Amerika, penuh dengan karakter eksentrik yang terasa seperti potret kehidupan nyata.
- JFK (1991): Penuh kontroversi, luar biasa dalam segi teknis, menghidupkan teori konspirasi dengan editing cepat dan atmosfer yang membuat penonton ikut larut dalam demam kecurigaan.
Ari Aster dikenal sebagai sutradara dengan gaya horor yang unik, penuh dengan simbolisme, trauma, dan ketegangan emosional. Karyanya seperti Hereditary (2018) dan Midsommar (2019) tidak hanya menakutkan, tapi juga menyelami sisi gelap hubungan manusia dan tradisi. Menariknya, inspirasi Aster datang dari berbagai film lintas genre.
Dari film-film itulah ia menemukan cara untuk menggabungkan horor dengan kedalaman psikologis. Ia belajar dari cara sutradara lain menangani karakter, suasana, hingga struktur cerita, lalu mengolahnya menjadi sesuatu yang segar dan personal. Hasilnya adalah karya yang terasa asing sekaligus akrab serta menghadirkan rasa takut. Kira-kira sumber inspirasinya dari mana, ya?
Film yang Jadi Sumber Inspirasi Ari Aster dalam Berkarya
1. Fat City (1972)

Karya John Huston ini sering disebut Ari Aster sebagai contoh sempurna dalam menggambarkan kehidupan di kota sederhana. Fat City menampilkan realisme dengan karakter-karakter rapuh dan suasana yang terasa nyata. Buat Aster, cara Huston mengangkat kisah sederhana tapi penuh emosi ini jadi cerminan bagaimana sebuah film bisa terasa dekat dengan penonton.
Ia bahkan menghubungkan film ini dengan ambisinya sendiri dalam membuat Eddington (2025). Sama seperti Huston yang meracik kisah personal dengan gaya yang apa adanya, Aster ingin membuat cerita yang terasa sederhana tapi tetap punya kedalaman emosional. Dari Fat City, Aster belajar bahwa drama kecil sekalipun bisa jadi besar kalau digarap dengan hati-hati.
2. Nashville (1975)

Karya Robert Altman ini jadi salah satu film favorit sepanjang masa bagi Ari Aster. Nashville dianggapnya sebagai film paling jujur tentang Amerika, penuh dengan karakter eksentrik yang terasa seperti potret kehidupan nyata. Film ini seperti sebuah sirkus besar yang ramai, tapi tetap menyimpan kritik sosial yang tajam. Ada kisah manis yang Aster bagikan yaitu Joan Tewkesbury, penulis naskah Nashville, ternyata adalah orang pertama yang membaca salah satu naskahnya ketika ia masih berusia 13 tahun. Hal itu membuat film ini terasa lebih personal baginya, seolah menjadi bagian dari perjalanan awal kariernya sebagai penulis dan sutradara.
3. JFK (1991)

Film karya Oliver Stone ini dikenal penuh kontroversi, tapi juga luar biasa dalam segi teknis. Aster mengagumi bagaimana JFK bisa menghidupkan teori konspirasi dengan editing cepat, detail desain, dan atmosfer yang membuat penonton ikut larut dalam demam kecurigaan. Menurut Aster, film ini bukan hanya hiburan, tapi juga potret budaya Amerika yang begitu akrab dengan teori konspirasi. Gaya penyutradaraan Stone yang berani, dengan narasi yang berlapis-lapis, memberi inspirasi bagi Aster dalam membangun ketegangan dan struktur cerita di film-filmnya.
4. Unforgiven (1992)

Clint Eastwood lewat Unforgiven berhasil membongkar mitos klasik film western. Aster menyebutnya sebagai film yang “penuh” karena mampu menantang genre dengan cara yang mendalam. Film ini tak hanya bercerita tentang penembakan dan balas dendam, tapi juga tentang moralitas, penyesalan, dan manusia yang terluka. Dari film ini, Aster terinspirasi untuk menciptakan karakter utama yang lebih kompleks di proyeknya sendiri, Eddington. Baginya, Unforgiven membuktikan bahwa genre apa pun bisa digali lebih dalam, asalkan berani membongkar tradisi lama yang sudah mapan.
5. Joe (1970)

Meski bukan film favorit pribadinya, Aster mengakui Joe punya kekuatan dalam naskahnya. Film ini menggambarkan amarah Amerika, terutama ketegangan antara kelas pekerja dengan kelompok masyarakat lain. Tema yang diangkat terasa mentah, brutal, dan kadang tidak nyaman untuk ditonton.
Bagi Aster, hal ini menunjukkan bahwa film tak harus selalu indah atau rapi untuk bisa mengena. Justru melalui ketidaknyamanan, sebuah film bisa memaksa penonton berpikir lebih dalam. Dari Joe, ia belajar bahwa konfrontasi dalam cerita bisa jadi alat yang kuat untuk menyampaikan kritik sosial.
6. The Ballad of Narayama (1958/1983)

Cinta Aster terhadap sinema Jepang terlihat jelas ketika ia membicarakan The Ballad of Narayama. Film ini mengangkat tradisi kuno di sebuah desa, di mana orang tua yang sudah terlalu tua harus ditinggalkan di gunung untuk mati. Kisahnya tragis tapi juga penuh makna tentang kehidupan, pengorbanan, dan tradisi yang kejam.
Tema ini sangat berhubungan dengan karya Aster sendiri, terutama Midsommar. Ia melihat bagaimana ritual yang terlihat “normal” di satu budaya bisa terasa mengerikan di mata penonton luar. Dari film ini, Aster terinspirasi untuk menggali ketegangan antara tradisi dan horor psikologis.
Melihat deretan film yang jadi sumber inspirasi Ari Aster dalam berkarya, jelas bahwa 'horor' baginya bukan sekadar tentang menakuti penonton, melainkan tentang menggali lapisan terdalam dari pengalaman manusia. Jadi, menurutmu, dari keenam film ini, mana yang paling terasa jejaknya dalam film-film Aster?