10 Film tentang Pekerja Domestik dan Caregiver, Saatnya Beri Respek

Ilo Ilo mengikuti secuplik kehidupan pasutri kelas menengah di Singapura dengan satu anak. Sedang bersiap akan kehadiran anak kedua, mereka memutuskan untuk merekrut asisten rumah tangga (ART) asal Filipina.

Selain bertugas mengurus pekerjaan rumah, sang ART dilimpahi beban pengasuhan anak tertua mereka yang makin bandel sepeninggal kakeknya. Turut membahas dilema anak-anak yang lebih nyaman bersama ART ketimbang orangtuanya sendiri, ini salah satu film paling kontemplatif yang layak ditonton. 

The Second Mother membahas dilema yang sama, tetapi dari sudut pandang seorang ART yang harus menghadapi pemberontakan putrinya saat ia beranjak dewasa. Ini dimulai dengan kepindahan sementara sang putri ke kota tempat ibunya bekerja untuk persiapan ujian masuk kampus. Guna menghemat biaya, sang ART dapat izin dari majikan untuk membiarkan sang putri menginap di rumah itu.

Namun, di sela-sela kegiatannya belajar, sang putri justru melakukan hal-hal yang bikin geregetan di rumah itu. Semuanya dilakukannya sedikit banyak karena rasa kesalnya pada sang ibu yang absen dari hidupnya selama bertahun-tahun. Apalagi tampak kalau sang ibu justru lebih dekat dengan anak majikannya. 

Film hitam putih Roma adalah slice-of-life ART yang bekerja untuk sebuah keluarga kelas menengah atas di ibu kota Meksiko. Datang dari desa dan berlatar belakang penduduk pribumi, film ini langsung menyajikan kesenjangan sosial-ekonomi di negeri itu. Roma boleh saja berlaju lambat, tetapi penuh dengan pelintiran alur yang tak tertebak dan mengaduk emosi. 

Tayang perdana pada seksi Director's Fortnight Cannes Film Festival 2024, Mongrel adalah film Taiwan yang mengeksplor eksistensi pekerja migran ilegal asal Asia Tenggara di negeri itu. Bekerja sebagai caregiver tanpa agen resmi yang bisa bertanggungjawab, seorang pria Thailand bernama Oom (Wanlop Rungkumjad) harus menghadapi kondisi kerja tak layak dan risiko perbudakan terselubung. 

Butuh film tentang pekerja domestik yang lebih ceria? Coba film komedi Prancis berjudul The Intouchables. Filmnya berkutat pada persahabatan tak terduga antara seorang caregiver dengan bosnya.

Datang dari latar belakang yang berbeda jauh, baik dari kelas sosial sampai ras, mereka ternyata menemukan banyak kesamaan yang membuat hari-hari mereka selalu seru. Filmnya diadaptasi dari kisah nyata, lho. 

The Maid atau yang berjudul asli La Nana juga bergenre komedi. Latarnya Chile dan berlakonkan ART paruh baya bernama Raquel (Catalina Saavedra) yang sudah 23 tahun mengabdi di rumah sebuah keluarga kelas menengah.

Mulai melemah karena usia dan terlalu sering terpapar klorin saat bersih-bersih, keluarga itu akhirnya merekrut ART baru untuk membantu Raquel. Namun, itu justru melukai ego Raquel yang merasa teritorinya dilanggar. 

Meski tak gamblang memfitur pekerja domestik, How to Make Millions before Grandma Dies, salah satu karakter utama di film laris Thailand ini sebenarnya sedang mengambil peran tersebut. Ia diceritakan sebagai satu-satunya pemuda pekerja lepas yang tinggal untuk menjaga dan merawat neneknya.

Awalnya itu dilakukannya dengan motivasi warisan, tetapi selama prosesnya ia mendapati banyak hal yang mengubah perspektifnya. Sering diremehkan dan dianggap pengangguran, jasa sang lakon sebenarnya amat besar. 

Membahas topik serupa, Lemantun adalah film pendek Indonesia yang juga membahas kecenderungan masyarakat Asia meremehkan peran caregiver untuk lansia. Menariknya, tak sedikit yang anti terhadap konsep panti jompo dan perawat profesional. Film ini mengikuti lima bersaudara yang sudah dewasa dan sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

Hanya satu yang masih tinggal bersama orangtua lansia mereka di rumah dan seperti tebakan banyak orang jadi pesakitan alias bahan ejekan saudara-saudaranya. Satu hari, ibu mereka meminta kelima anaknya untuk berkumpul dan membagikan warisan. Hanya berdurasi 23 menit, tetapi membekas lama di benak penonton. 

Black Girl mungkin yang paling getir dibanding film-film lainnya dalam daftar ini. Film berpusat pada sosok perempuan muda Senegal yang berhasil dapat pekerjaan jadi ART untuk pasutri asal Prancis.

Berlatar beberapa tahun setelah Senegal merdeka, sang ART yang naif berharap ia bisa dapat banyak pengalaman baru, apalagi majikannya memboyongnya ke Paris, Prancis. Namun, yang didapatkannya justru perlakuan rasis dan perasaan terkungkung. 

Mirip The Second Mother, film Korsel Our Season ditulis dari sudut pandang ART dan putrinya. Profesi itu memaksanya berjauhan dengan sang putri dan akhirnya membuat hubungan keduanya terus memburuk seiring waktu.

Saat sang putri sudah dewasa, seperti yang sudah ia duga, sang putri menjauhinya dan memaksanya menghabiskan waktu sendiri hingga akhir hayat. Saat akhirnya ia meninggal, ia kesal dengan putrinya yang memilih untuk kembali ke desa tempat terakhir sang ibu tinggal. 

Konstruksi sosial memang bikin manusia cenderung menilai status seseorang dari titel pekerjaannya. Makin tinggi jabatan, makin tinggi pula respek yang didapat. Tak pelak ada profesi-profesi yang diremehkan. Padahal, selama ini kita gak sadar saja kalau banyak pekerjaan "remeh" itu yang punya peran mulia dan krusial seperti pekerja domestik. Mari kurangi kebiasaan menilai orang dari profesinya mulai sekarang dan beri penghargaan setara untuk semua orang terlepas dari status sosial-ekonominya.