5 Film Terbaik Andrey Zvyagintsev, Dua Kali Tembus Oscar

Untuk berkenalan dengan Andrey Zvyagintsev, kamu bisa nonton dulu film debutnya yang berjudul The Return. Dirilis pada 2003, film ini mengikuti perspektif dua kakak beradik, Ivan dan Andrey yang diajak berlibur ayah mereka yang baru pulang setelah 12 tahun menghilang. Tensi pun tak bisa dihindari selama perjalanan itu. Tak hanya canggung, sang ayah ternyata sosok yang keras dan kadang memberi hukuman yang keterlaluan saat dua putranya itu dianggapnya melakukan kesalahan. 

Film debutnya itu membuat karier Zvyagintsev meroket. Ia berhasil mencuri beberapa nominasi di Venice Film Festival dan meraih nominasi di European Film Awards dan Golden Globes. Setelah menamatkan The Return, kamu mungkin bakal ketagihan nonton film-film Zvyagintsev lainnya. 

Leviathan layak masuk daftar tontonmu berikutnya. Film ini menandai keberhasilan perdana Zvyagintsev menembus Oscar. Bermuatan kritik terhadap oligarki dan Putin, film ini memang bikin kita tak percaya kalau Rusia memilihya jadi submisi resmi mereka di Academy Awards. Menariknya, film dengan komentar sosial-politik ini dikemas lewat balada keluarga satu anak. 

Mereka hidup di sebuah rumah di tepian pantai yang damai. Namun, kedamaian itu terusik rencana pembangunan proyek pemerintah. Meski sudah berusaha keras menolak proyek tersebut dengan bersikukuh tak mau pindah dari rumah itu, sang lakon akhirnya dipaksa tunduk lewat cara-cara kotor para pebisnis dan politisi rakus. Akhir yang tragis bikin film ini membekas di benak penonton. 

Drama keluarga yang tak kalah tragis juga berhasil disajikan Zvyagintsev lewat film Loveless. Sinema ini sekaligus menandai keikutsertaannya sebagai peraih nominasi Oscar. Loveless mengikuti pergumulan batin seorang bocah 12 tahun bernama Alyosha yang harus menyaksikan getirnya proses perpisahan kedua orangtuanya. Ayah dan ibunya sudah jarang pulang dan malah sibuk bermesraan dengan kekasih baru masing-masing. 

Setelah menguping rencana orangtuanya menelantarkan Alyosha di panti asuhan, sang bocah memutuskan untuk menentukan nasibnya sendiri. Seharian tak pulang, barulah orangtuanya sadar kalau Alyosha tidak bisa ditemukan di mana-mana, termasuk sekolah. Jadilah, proses pencarian yang diinisiasi sejumlah relawan dari NGO lokal dimulai. Seperti The Return, Zvyagintsev pandai memainkan emosi penontonnya lewat elemen misteri yang dibiarkannya tak terjawab. 

Jika ada waktu luang, coba juga film The Banishment yang dirilis Zvyagintsev pada 2007. Film fitur itu mengikuti balada Alex dan istrinya Vera yang terjebak dalam pernikahan yang tak lagi harmonis. Satu hari Alex memilih untuk kembali ke rumah masa kecilnya di sebuah kota kecil dan mengajak serta keluarganya.

Seolah memperkeruh keadaan di tempat yang suram itu, Vera mengaku sedang mengandung anak orang lain. Alex yang marah berusaha mencari ayah dari bayi itu dan berniat membunuhnya. Namun, bukan Zvyagintsev kalau filmnya sesederhana yang dibayangkan. Ia dengan piawai menyiapkan kejutan yang tak diduga-duga. 

Film Elena tak kalah kompleks dan menarik. Film ini berkutat pada Elena, perempuan kelas pekerja yang menikah dengan lelaki kaya raya bernama Vladimir. Datang dari dunia yang berbeda, pernikahan keduanya diwarnai berbagai konflik antarkelas yang tak terduga. Salah satunya kesulitan finansial yang dialami putra Elena.

Enggan membiayai anak tirinya, Vladimir yang ternyata mengidap penyakit menahun berencana mewariskan semua hartanya pada anak perempuan kandungnya. Elena yang tahu rencana ini sempat berpikir untuk membunuh suaminya sebelum surat wasiat dibuat. Namun, rencananya justru tak berjalan sesuai dugaan. 

Kejayaan Zvyagintsev sebagai sutradara yang dua kali raih nominasi Oscar datang dari kelihaiannya membuat signatur dalam karya-karyanya. Kabar baiknya, ia bakal segera merilis film baru berjudul Jupiter yang bermuatan politik layaknya Leviathan. Sayangnya, dengan sanksi eksil yang masih berlaku atas sineas Rusia, film terbaru Zvyagintsev mungkin tak bakal dapat peluang menembus Oscar tahun depan.