Film thriller identik dengan color grading gelap, nuansa suram, score yang menegangkan, dan tentunya tak lengkap tanpa adegan-adegan sadis dan darah atau yang dikenal dengan istilah gore. Itu, sih, normalnya, kalau mau ambil jalan lain pun tidak ada yang melarang.
Seperti beberapa sineas berikut, yang dengan piawai meramu kengerian lewat adegan-adegan yang bersih dari darah. Kengeriannya tak kalah bikin bergidik, kok. Kebetulan banyak tipe film macam ini yang diproduksi sutradara non Hollywood.
The Beasts mengisahkan sepasang suami istri asal Prancis yang memutuskan pindah ke pedesaan di kaki Pegunungan Galicia. Niatnya bisa hidup damai dan tentram, mereka justru jadi musuh bersama warga lokal.
Ini karena berbagai faktor, mulai dari kekhawatiran akan adanya gentrifikasi yang merugikan warga lokal, kecenderungan xenofobia, hingga konflik kepentingan. Konfliknya dimasak perlahan-lahan sampai mendidih di bagian klimaks. Bikin bergidik walau tak sarat kekerasan. Mengonfirmasi kalau gosip dan omongan tetangga yang pedas saja sudah cukup bikin suasana jadi horor.
Dari Spanyol, mari meluncur ke Rumania. Sama dengan film sebelumnya, Intregalde tampak seperti drama biasa. Pengenalan dimulai dengan para pegawai pemerintah yang ditugaskan mengantarkan bantuan sembako ke beberapa desa terpencil.
Namun, saat menikmati indahnya hutan Rumania di musim dingin, mobil mereka terjebak lumpur. Mereka terpaksa berhenti untuk mencari bantuan. Pertanyaannya, pada situasi krisis seperti itu, siapa yang benar-benar bisa mereka percaya?
Bukan film thriller yang memicu adrenalin belaka. Ada banyak lapisan isu yang berusaha dijegal sang kreator dalam film ini. Harus nonton biar tahu.
Kamu mungkin sudah menonton versi Hollywood film The Guilty yang dibintangi Jake Gyllenhaal. Versi aslinya berasal dari Denmark dengan judul Den Skyldige. Sama seperti versi Amerikanya, film ini hanya berlatarkan satu tempat, yakni kantor panggilan darurat.
Lakonnya sedang bekerja dan tiba-tiba mendapat telepon aneh. Ia percaya bahwa sang penelepon dalam bahaya dan ia pun berusaha membantu sebisa mungkin dari jarak jauh. Ketegangannya dibangun hanya dari dialog, tetapi sukses bikin penonton ikut panik. Dilengkapi pula dengan plot twist yang bikin tak habis pikir.
Film one-shot memang menarik dan unik, apalagi kalau plotnya seseru Beauty and the Dogs. Secara garis besar, film ini menggambarkan perjuangan seorang perempuan mendapat keadilan setelah jadi korban pelecehan anggota kepolisian setempat.
Latarnya Tunisia dengan cerita yang terinspirasi dari sebuah kisah nyata. Dijamin kamu bakal ikut sebal bukan kepalang melihat betapa jahatnya masyarakat dan aparat memperlakukan korban pelecehan. Victim blaming memang nyata adanya!
The Unknown Girl berlakon seorang dokter muda yang mendapati jenazah seorang perempuan di depan lokasi praktiknya. Merasa bersalah karena tak bersedia membukakan pintu ketika mendengar ketukan saat praktiknya sudah tutup, sang dokter pun merasa bertanggung jawab atas kematian perempuan tersebut.
Atmosfernya sengaja dibuat intens dan sesak khas sinema thriller. Film ini merupakan sinema karya sutradara Dardenne Bersaudara yang gemar mengangkat tema seputar empati.
Sebelum dikenal luas lewat tiga sinema satirenya yang sukses, Ruben Ostlund pernah melepas sebuah film thriller berjudul Play. Bertolakbelakang dengan judulnya, film ini sebenarnya cukup menegangkan dan gelap.
Ia berkutat pada sekelompok anak laki-laki yang melakukan perundungan pada kelompok anak-anak lain yang lebih lemah. Caranya bukan dengan kekerasan fisik, tetapi lebih ke manipulasi psikologi.
Latar pedesaan terpencil memang ideal untuk sebuah film thriller. Letaknya yang jauh dari hiruk pikuk kota memang membuat suasana mencekam jadi lebih terasa. Begitu pula dengan Katalin Varga yang mengisahkan perjalanan seorang perempuan dan putranya usai diusir dari rumah sang suami.
Katalin Varga, nama sang ibu, ternyata punya satu masalah yang hendak ia tuntaskan. Namun, ia harus berurusan dengan orang-orang yang tak tertebak tabiatnya.
Tujuh film di atas jadi bukti kalau kengerian bisa dibangun lewat berbagai cara. Tidak harus berupa adegan sadis atau sosok makhluk menyeramkan. Kalau bisa dirangkum, kebanyakan konflik dalam film-film di atas terbangun lewat pertemuan dengan orang asing. Sederhana, bukan?