Joko Anwar saat ditemui di CGV Pacific Place, Jakarta, Jumat (29/8/2025) (dok. IDN Times/Shandy Pradana)
Menurut sutradara yang akrab dipanggil Jokan ini, aksi besar-besaran yang terjadi belakangan adalah hasil dari akumulasi panjang dari kekecewaan rakyat. Ia menegaskan kondisi tersebut tidak "ujug-ujug" muncul.
"Yang pasti, kan kita sampai pada kondisi ini tidak ujug-ujug, ya, tidak tiba-tiba. Jadi sudah lama sekali, baik pemerintah maupun DPR itu tidak bekerja untuk rakyat, tidak berpihak kepada rakyat," ujarnya.
Dengan raut wajah serius, ia juga menyinggung sikap para pejabat yang dianggap tone deaf, lantaran terlihat bersenang-senang di tengah kesengsaraan rakyat. "Setiap hari kita bisa melihat bagaimana rakyat semakin lama semakin susah untuk mencari kerja. Banyak yang kelaparan, banyak juga yang mendapatkan kesulitan untuk hidup, hanya untuk menghidupi keluarganya."
Jokan pun terlihat kecewa saat mengatakan, "Seharusnya kan mereka bisa lebih mendengarkan dan lebih punya empati, tidak menunjukkan bahwa mereka sedang bersenang-senang di antara kesengsaraan rakyat gitu, ya. Masih ada kekuatan dan keberanian untuk bisa tertawa, berjoget, sementara rakyat juga teriak. Itu menandakan bahwa mereka tone deaf banget."
Menurutnya, kritik warga juga sering dipelintir seolah sebagai serangan politik dari pihak yang berseberangan dengan mereka. Padahal, itu murni jeritan hidup sehari-hari.
"Bukan karena ada yang berusaha untuk membuat chaos seperti kata presiden, ada yang berusaha untuk membuat keributan karena latar belakang politis. Ini simply rakyat yang berteriak, karena rakyat kesulitan untuk hidup. As simple as that," tutur sutradara Pengepungan di Bukit Duri ini.