Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Lagu Taylor Swift tentang Jadi Showgirl, Gak Selalu Enak!

Taylor Swift di atas panggung The Eras Tour
Taylor Swift di atas panggung The Eras Tour (Instagram.com/taylorswift)
Intinya sih...
  • "I Can Do It With A Broken Heart" adalah curhatan jujur Swift tentang tekanan tampil sempurna di panggung meski hati hancur.
  • "Bejeweled" menceritakan kekuatan dan pemberontakan dalam merebut kembali sorotan panggung demi diri sendiri.
  • "The Lucky One" adalah peringatan tentang sisi gelap ketenaran dan harga mahal yang harus dibayar oleh seorang superstar.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bagi jutaan Swifties, sebutan fans Taylor Swift, di seluruh dunia, kehidupan sang idola di atas panggung terlihat seperti sebuah kemewahan. Gemerlap kostum berkilauan, puluhan ribu penonton meneriakkan setiap lirik lagunya, dan energi yang seolah tak ada habisnya. Menjadi seorang "bintang panggung" atau showgirl terlihat seperti puncak impian yang penuh kebahagiaan dan kemewahan.

Namun, di balik semua senyuman dan sorotan kamera itu, Swift sering kali menyelipkan cerita yang berbeda dalam lirik-liriknya. Lewat lagu-lagunya, Swift secara jujur tuh membuka tirai dan menunjukkan bahwa kehidupan seorang superstar tidak selamanya indah.

Swift adalah salah satu dari sedikit musisi yang secara konsisten mendokumentasikan suka duka perjalanannya dengan ketenaran. Dari tekanan untuk tampil sempurna meski hati sedang hancur, rasa takut akan dilupakan, hingga keinginan untuk kabur dari itu semua. Kalau pengin tahu lebih dalam, coba dengarkan beberapa lagu Taylor Swift tentang menjadi showgirl berikut ini, deh. Ia ceritakan sisi lain dari kehidupan gemerlapnya itu.

1. "I Can Do It With A Broken Heart"

Mungkin inilah curhatan paling jujur dari Taylor Swift tentang pekerjaannya sebagai seorang performer. Ditulis saat ia sedang menjalani The Eras Tour, tetapi di saat yang sama sedang mengalami patah hati yang hebat. "I Can Do It With A Broken Heart" adalah anthem pamungkas dari mentalitas "the show must go on". 

Dengan musik pop yang terdengar ceria, Swift justru menceritakan sisi paling kelam dari menjadi seorang bintang, ia harus tetap tersenyum, menari dengan sepatu hak tinggi, dan tampil sempurna di hadapan puluhan ribu orang, sementara di dalam hatinya ia hancur berkeping-keping.

2. "Bejeweled"

Jika "I Can Do It With a Broken Heart" bercerita tentang rasa sakit di atas panggung, maka "Bejeweled" adalah tentang kekuatan dan pemberontakan. Lagu ini bercerita tentang momen saat Swift merasa diabaikan dan memutuskan untuk merebut kembali sorotan panggung demi dirinya sendiri. Lirik ikonik "I can still make the whole place shimmer" menjadi penegasannya bahwa panggung adalah kekuatan sekaligus baju zirah baginya. 

Dalam lagu ini, menjadi seorang showgirl bukanlah sebuah beban, melainkan pilihan sadar untuk bersinar terang. "Bejeweled" seakan jadi anthem di mana Swift menyatakan bahwa takdir seorang berlian adalah untuk berkilau dan tidak ada seorang pun yang bisa meredupkan sinarnya.

3. "The Lucky One"

Ditulis saat usianya baru 22 tahun di puncak popularitas album Speak Now (2010), lagu ini adalah semacam “peringatan” tentang sisi gelap ketenaran. ‘The Lucky One’ bercerita tentang seorang bintang besar (yang banyak diyakini terinspirasi dari Stevie Nicks) yang pada akhirnya memilih untuk meninggalkan gemerlap panggung demi kehidupan yang tenang dan damai. 

Lewat lagu ini, Swift mencurahkan ketakutan terbesarnya. Bahwa jika suatu hari nanti, ketenaran akan berubah menjadi tempat yang menakutkan. Ironisnya, judul lagu ini tidak merujuk pada dirinya yang sedang naik daun, melainkan pada sang bintang yang "beruntung" karena berhasil kabur dari sorotan publik, sebuah perenungan dini tentang harga mahal yang harus dibayar oleh seorang superstar.

4. "mirrorball"

Dalam lagu dari album folklore (2020) ini, Swift menggunakan metafora yang indah sekaligus rapuh untuk menggambarkan dirinya sebagai sebuah bola disko atau mirrorball. Seperti bola disko, ia merasa tugasnya adalah untuk terus berputar dan berkilau demi kebahagiaan orang lain, memantulkan apa pun yang ingin mereka lihat. 

Namun, di saat yang sama, ia juga terbuat dari jutaan kepingan kaca yang rapuh dan bisa pecah berkeping-keping kapan saja ("when I break, it's in a million pieces"). Lagu yang ditulis saat turnya dibatalkan karena pandemik ini adalah sebuah curahan hati tentang kerinduannya pada panggung dan hubungannya dengan para penggemar yang ia anggap sebagai alasan utamanya untuk terus bersinar.

5. "The Life Of A Showgirl"

Baru saja dirilis, lagu duet Taylor Swift dengan Sabrina Carpenter ini menyajikan sebuah cerita sinematik tentang siklus ketenaran yang diceritakan dari berbagai sudut pandang. Awalnya, kita akan mendengar dari perspektif seorang penggemar muda (Sabrina) yang begitu mengidolakan seorang showgirl senior bernama Kitty. Namun, sang idola justru memberinya peringatan pahit tentang sisi gelap dunianya. 

Cerita kemudian beralih, menunjukkan sang penggemar yang kini telah tumbuh dewasa dan menjadi showgirl itu sendiri (Taylor), merasakan semua sakit dan perjuangan yang pernah diperingatkan kepadanya. Puncaknya, ia tidak hanya bertahan, tapi justru mendeklarasikan kekuatannya dan menerima takdirnya dengan penuh kesadaran dan penerimaan diri di tengah kejamnya sorotan panggung.

6. "Clara Bow"

Lagu ini adalah sebuah kritik pedas dari Taylor Swift terhadap "siklus toksik" di industri hiburan yang selalu membanding-bandingkan perempuan. "Clara Bow"bercerita tentang bagaimana industri selalu mencari "wajah baru" dengan cara memujinya sebagai versi lebih baik dari bintang sebelumnya, seolah-olah setiap perempuan hebat punya tanggal kedaluwarsanya. 

Lirik lagu ini dengan cerdas berjalan melintasi waktu, dimulai dari pujian untuk bintang film bisu Clara Bow, lalu beralih ke legenda rock Stevie Nicks. Puncaknya, di akhir lagu, terungkap bahwa "pendatang baru" yang kini sedang dipuji-puji itu diberi tahu bahwa ia mirip dengan Taylor Swift itu sendiri. Lagu saja ada plot twist-nya, nih!

7. "Castles Crumbling"

Sebagai lagu From The Vault di album Speak Now (Taylor's Version) (2023), "Castles Crumbling" adalah curhatan kelam yang menjadi kebalikan dari lagu "Long Live" yang penuh kemenangan itu. Jika "Long Live" merayakan kejayaan, lagu ini justru dipenuhi dengan rasa cemas dan ketakutan akan kehilangan segalanya 

Dengan metafora "istana yang runtuh", Taylor menggambarkan kerajaan popularitasnya yang ia takutkan bisa hancur kapan saja. Lirik seperti "Dulu mereka bersorak saat melihat wajahku/ Sekarang, aku takut aku telah jatuh dari takhta" adalah ekspresi jujur dari rasa takut seorang bintang akan dilupakan. Duetnya dengan Hayley Williams dari Paramore pun terasa sangat pas, seolah dua sahabat yang sama-sama tumbuh dewasa di bawah sorotan publik sedang berbagi keresahan yang sama.

Pada akhirnya, di balik gemerlap kostum dan riuhnya tepuk tangan, kehidupan seorang showgirl bisa jadi jauh dari kata sempurna. Taylor Swift dengan briliannya menggunakan musiknya sebagai jurnal pribadi. Lagu-lagu ini jadi pengingat bahwa bahkan di puncak dunia sekalipun, seorang superstar tetaplah manusia biasa dengan segala kerapuhannya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Naufal Al Rahman
EditorNaufal Al Rahman
Follow Us

Latest in Hype

See More

5 Film Animasi Disney Ini Mengangkat Tema Hubungan Keluarga

09 Okt 2025, 19:01 WIBHype