5 Lagu yang Ingin Ditulis Ulang oleh Musisinya, Kurang Puas!

Intinya sih...
- Paul McCartney ingin menulis ulang lagu 'When I'm 64' karena merasa angka 64 kurang tepat dan lagunya terlalu kekanak-kanakan.
- Alex Turner dari Arctic Monkeys ingin mengubah aransemen lagu 'Fluorescent Adolescent' setelah mendengar versi cover oleh Tony Christie.
- Robert Plant tidak puas dengan penampilannya di 'Babe I'm Gonna Leave You' dan ingin merekam ulang dengan pendekatan bernyanyi yang lebih halus.
Setiap musisi pasti mengalami momen di mana mereka merasa tidak sepenuhnya puas dengan karyanya sendiri. Meskipun lagu-lagu yang diciptakan telah sukses besar, ada saja bagian yang menurut mereka bisa lebih baik. Entah itu lirik yang terasa kurang sempurna, aransemen yang tidak sesuai dengan visi awal, atau eksekusi yang tidak maksimal.
Ketidakpuasan ini bukan berarti lagu-lagu tersebut buruk, tetapi justru menunjukkan betapa perfeksionisnya para musisi dalam menciptakan karya. Beberapa dari mereka bahkan secara terbuka mengungkapkan keinginan untuk menulis ulang lagu-lagu tertentu jika diberi kesempatan. Berikut deretan lagu yang ingin ditulis ulang oleh penciptanya sendiri karena berbagai alasan.
1. 'When I'm Sixty-Four' – The Beatles
Paul McCartney menulis lagu ini di usia 24 tahun, dengan membayangkan kehidupan di usia 64 tahun bernada ringan dan melodi khas. Lagu ini terbilang unik dan menjadi bagian dari album Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band. Namun, seiring waktu, McCartney merasa bahwa angka 64 yang ia pilih kurang tepat karena tidak memiliki makna khusus.
Ia sempat berpikir untuk menggantinya menjadi 65 yang merupakan usia pensiun di Inggris agar terasa lebih relevan. Selain soal angka, McCartney juga merasa bahwa lagu ini mungkin terdengar terlalu kekanak-kanakan untuk membahas proses menua. Ia bercanda bahwa jika ia menulis ulang lagu ini sekarang, judulnya mungkin akan menjadi "When I’m 94". Meski demikian, lagu ini tetap menjadi salah satu bagian ikonik dari katalog The Beatles, terlepas dari ketidakpuasan McCartney terhadap beberapa elemen di dalamnya.
2. 'Only Ones Who Know' – Arctic Monkeys
Lagu ini termasuk dalam album Favourite Worst Nightmare yang memperlihatkan sisi lembut Arctic Monkeys. Karena memiliki melodi melankolis dan aransemen sederhana, Alex Turner merasa ada sesuatu yang kurang. Ia mengakui bahwa pada saat itu, ia dan bandnya belum sepenuhnya menguasai bagaimana menggabungkan unsur klasik dan rock dengan sempurna.
Namun, Turner baru menyadari potensi sebenarnya dari lagu ini ketika penyanyi Tony Christie meng-cover dengan gaya yang lebih klasik dan sentimental. Versi Christie terasa lebih kuat dan berakar pada gaya musik tahun 1960-an. Ini yang membuat Turner berpikir bahwa mungkin itulah nuansa yang seharusnya ada sejak awal. Walaupun versi aslinya tetap memiliki tempat tersendiri bagi penggemar, Turner sendiri menganggap ada banyak hal yang bisa diperbaiki dalam lagu ini.
3. 'Babe I'm Gonna Leave You' – Led Zeppelin
Robert Plant dikenal sebagai vokalis dengan suara yang penuh emosi dan tenaga, tetapi ternyata ia sendiri tidak puas dengan penampilannya di 'Babe I’m Gonna Leave You'. Lagu ini awalnya adalah komposisi Anne Bredon dari tahun 1959, yang kemudian diadaptasi oleh Led Zeppelin dengan gaya lebih dramatis.
Namun, Plant merasa bahwa vokalnya di lagu ini terdengar terlalu berlebihan dan tidak sesuai dengan esensi asli lagu tersebut. Saat mendengarkan kembali rekaman tersebut, Plant menyadari bahwa pendekatan bernyanyi yang ia gunakan terlalu agresif dan tidak sesuai dengan suasana emosional lagu ini.
Dirinya bahkan mengatakan bahwa jika bisa merekam ulang lagu ini, ia akan menyanyikannya dengan lebih halus agar lebih selaras dengan nuansa balada aslinya. Meski merasa tidak puas, versi ini tetap dianggap sebagai salah satu lagu terbaik Led Zeppelin.
4. 'Have a Cigar' – Pink Floyd
Dalam proses rekaman album Wish You Were Here, hubungan antara anggota Pink Floyd mulai mengalami ketegangan. Roger Waters semakin dominan dalam menulis lirik yang panjang dan kompleks, sementara David Gilmour lebih suka pendekatan sederhana dan emosional. Akibatnya, ketika tiba saatnya rekaman, lagu ini menjadi salah satu paling bermasalah dalam produksi.
Ketidaksepakatan ini membuat mereka akhirnya meminta musisi lain, Roy Harper, untuk menyanyikan lagu ini. Pasalnya, Waters sudah terlalu lelah dan Gilmour menolak untuk melakukannya.
Meskipun Harper memberikan penampilan yang solid, Waters sendiri tidak pernah benar-benar menyukai versi akhir dari lagu ini. 'Have a Cigar' akhirnya tetap masuk ke dalam album, tetapi dengan perasaan bahwa ada yang kurang sempurna dalam eksekusinya.
5. 'Where The Streets Have No Name' – U2
Terkadang bukan hanya musisi yang merasa tidak puas dengan lagu mereka, tetapi juga produser yang menggarapnya. Brian Eno yang menjadi produser album The Joshua Tree memiliki visi yang ambisius untuk lagu 'Where The Streets Have No Name'. Ia ingin menciptakan nuansa musik yang lebih bebas dan mengalir, terinspirasi oleh musik Ethiopia yang pernah ia dengar.
Namun, proses rekaman lagu ini justru menjadi salah satu yang paling melelahkan dan menghabiskan banyak waktu. Karena struktur lagunya yang kompleks dan sulit untuk dimainkan secara sempurna, Eno merasa frustasi hingga sempat meminta asistennya untuk menghapus seluruh rekaman lagu ini.
Beruntungnya, permintaan itu tidak dilakukan dan lagu ini akhirnya tetap dirilis. Meski menjadi salah satu lagu paling ikonik dari U2, Eno tetap merasa bahwa lagu ini tidak sepenuhnya mencapai potensi yang ia bayangkan sejak awal.
Musisi sering kali menjadi kritikus terbesar bagi karya mereka sendiri. Apa yang bagi penggemar terdengar sempurna, bagi penciptanya mungkin masih memiliki banyak kekurangan yang ingin diperbaiki. Apakah ada lagu lain yang menurutmu juga bisa lebih baik jika ditulis ulang?