Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

9 Lagu yang Terinspirasi dari Fenomena Ekonomi, Ngena!

M.I.A.
M.I.A. (instagram.com/miamatangi)

Kalimat “inspirasi bisa datang dari mana saja” sepertinya benar adanya. Dalam penulisan cerita, seseorang bisa saja terinspirasi pengalaman pribadi, mimpi, bahkan pengamatan yang tak disengaja. Kuncinya ada pada kepekaan membaca pola dan fenomena yang ada di depan mata. Termasuk fenomena ekonomi, seperti gentrifikasi, ketimpangan, dan materialisme.

Seniman, termasuk musisi, adalah sebagian orang yang punya kepekaan itu. Mereka kemudian menyulapnya jadi lagu yang catchy, tetapi ternyata punya pesan serius. Apa contohnya? Sembilan lagu berikut sebenarnya membicarakan fenomena ekonomi, terutama kapitalisme. Dengar dan analisa liriknya, yuk!

1. “Paper Planes” - M.I.A.

I fly like paper, get high like planes

If you catch me at the border, I got visas in my name

If you come around here, I make 'em all day

I get one done in a second if you wait

Dinyanyikan dengan melodi playful, siapa sangka “Paper Planes” sebenarnya berisi satire politik-ekonomi. Lagu ini membicarakan banyak hal dalam satu waktu, terutama berkaitan dengan kondisi Amerika Serikat. Mulai dari monetisasi visa dan stereotip serta minimnya perlindungan terhadap imigran. Lagu ini dirilis pada 2008, hampir 2 dekade lalu, tetapi masih relevan sampai sekarang.

2. “Money” - Pink Floyd

Money, it's a crime

Share it fairly, but don't take a slice of my pie

Money, so they say Is the root of all evil today

Dalam “Money”, band rock-progresif Pink Floyd menyoroti bagaimana uang mengubah tatanan hidup manusia modern. Dengannya orang termotivasi untuk bekerja tekun, tetapi bisa pula mengubah manusia jadi sosok minim empati. Lagu ini adalah bagian dari album The Dark Side of the Moon yang dilepas perdana pada 1973.

3. “Chin Up” - Sam Fender

The marred streets put fire in my bones

People turfed right out of their homes

Our Jackie navigates through the penury

He lost his job again in January

Berasal dari Inggris Utara yang dulu pernah jadi pusat industri Inggris, gak heran mendengar Sam Fender menyanyikan lagu-lagu yang lekat dengan kelas pekerja. Dalam “Chin Up,” ia bahkan spesifik membahas bagaimana legasi kebijakan Margareth Thatcher memperparah ketimpangan ekonomi di negeri itu. Sebagai konteks, selama masa kepemimpinannya, Thatcher menerapkan prinsip Laissez-faire alias pasar bebas yang berdampak pada ditutupnya pabrik-pabrik di Inggris Utara.

4. “The American Dream is Killing Me” - Green Day

The American dream is killing me

The American dream is killing me

People on the street, unemployed and obsolete

Did you ever learn to read the ransom note?

Dikenal sebagai salah satu band yang kritis, Green Day kembali menghantammu dengan kenyataan pahit lewat lagu “The American Dream is Killing Me.” Lagu yang dirilis pada 2024 ini menyoroti ketimpangan ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat. Kontras dengan citra negara maju dan stabil yang mereka tebarkan ke seluruh dunia.

5. “Chequeless Reckless” - Fontaines D.C.

A sell-out is someone who becomes a hypocrite in the name of money

An idiot is someone who lets their education do all of their thinking

A phony is someone who demands respect for the principles they effect

Album Dogrel adalah album paling politis yang pernah dirilis Fontaines D.C. sejauh ini. Mereka rajin menyoroti situasi politik Irlandia dan Inggris di album itu. Termasuk pula fenomena ekonomi kapitalis yang bikin orang memuja uang di atas segalanya. Dalam “Chequeless Reckless” mereka bahkan mengumpakan uang layaknya bak pasir dalam jiwa manusia, sesuatu yang mudah digali dan dibentuk alias bisa dengan mudah mengubah manusia dan menjauhkan manusia dari prinsipnya.

6. “My Hometown” - Bruce Springsteen

Now Main Street's whitewashed windows

And vacant stores Seems like there ain't nobody

Wants to come down here no more

They're closing down the textile mill

Dalam lagu ini, Bruce Springsteen seolah mengajak kita menyelami kehidupan di sebuah kota kecil di Amerika Serikat yang tercabik tensi antaretnis dan depresi ekonomi. Unit-unit bisnis tutup tak banyak tanda kehidupan karena lesunya ekonomi. Tak ada pilihan selain akhirnya merantau dan membiarkan kota itu mati.

7. “GDP” - Bob Vylan

Desperate times, desperate measures

The news says we're in this together

But everybody I know seems to know better

Rob you for your diamonds when we feel pressure

It's all fun and games 'til someone goes broke

Break in your house, we heard you sold coke

“GDP” adalah satu dari sekian banyak lagu nampol yang pernah ditulis Bob Vylan. Kali ini mereka membahas situasi ekonomi yang makin memuakkan. Orang-orang tercekik, tetapi media terus menjejali kita dengan iklan barang-barang mewah serta berita pertumbuhan ekonomi. Semuanya tidak mencerminkan kenyataan yang sebenarnya.

8. “Eat Your Young” - Hozier

Honey, I want to race you to the table

If you hesitate, the gettin' is gone

I won't lie, if there's somethin' to be gained

There's money to be made, whatever is still to come

“Eat Your Young” adalah cara Hozier mengkritisi ketamakan manusia. Tanpa kita sadari, keserakahan ini membuat kita bak kanibal yang tak pernah puas. Kita terus mengonsumsi tanpa pernah mempertimbangkan konsekuensi dan kerusakan yang terjadi dari kegiatan itu. Bahkan tak jarang, manusia mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi.

9. “Tangerine” - Glass Animals

And all you talk is money, money

Money, money, money

It's so funny how it changes how you feel

How you see (whoa), how you need, how you sleep

All your freedom, caffeine How you're lookin' at me

Meski bernada catchy, “Tangerine” sebenarnya menyindir kapitalisme secara halus. Termasuk kecenderungan kita belanja berlebih (konsumerisme) dan memuja uang. Bahkan, materi dan uang itu bisa mempengaruhi bagaimana kita melihat manusia lain. Sungguh miris, tapi nyata. “Tangerine” adalah bagian dari album Dreamland (2020) yang juga menaungi lagu hits mereka “Heat Waves”.

Kalau jenuh dengan lagu-lagu cinta, boleh curi dengar lagu-lagu di atas. Terinspirasi fenomena ekonomi, tentunya banyak yang gak kalah lekat dengan pengalaman pribadimu. Akurasi kritiknya dan cara mereka memilih diksi untuk melontarkan kritik bisa jadi bahan menarik buat dianalisa pula.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Naufal Al Rahman
EditorNaufal Al Rahman
Follow Us