Emosional, Nicholas Saputra Sesak Ceritakan Realita Hidup Warga Aceh

- Nicholas Saputra mengungkapkan kisah masyarakat Aceh hidup berdampingan dengan gajah, merusak kebun dan tanaman warga.
- Ia terharu menceritakan pemuda di Aceh yang terjerat masalah hukum karena mengangkut kayu ilegal logging.
- Nicholas Saputra berharap isu lingkungan menjadi pembahasan serius, memperbanyak ruang diskusi untuk meningkatkan kesadaran menjaga alam.
Jakarta, IDN Times - Suasana kantor IDN, Senin (8/12/2025), terasa berbeda. Program Real Talk with Uni Lubis malam itu tiba-tiba dipenuhi keheningan yang mendalam ketika Nicholas Saputra, yang dikenal jarang menunjukkan perasaannya di hadapan publik, menjadi emosional.
Aktor pemain film Siapa Dia tersebut hadir untuk menyampaikan keprihatinannya terkait bencana Sumatra. Sebagai seseorang yang sering berkunjung ke Aceh dan memiliki kedekatan khusus dengan daerah tersebut, Nicho membawa cerita yang bikin sesak soal realita kehidupan di sana.
1. Cerita soal masyarakat yang harus hidup berdampingan dengan gajah liar

Nicholas Saputra bercerita bahwa ia pernah berkunjung ke sebuah kampung di Aceh Tengah untuk keperluan film dokumenter. Sayangnya, kampung tersebut sering diganggu oleh gajah-gajah liar, yang kehilangan habitatnya, sehingga datang ke pemukiman, dan merusak kebun serta tanaman warga. Alhasil, masyarakat di sana pun harus menghadapi berbagai permasalahan yang tidak dapat dihindari.
“Ini kenyataan yang terjadi. Tentu tentu kita tahu habitatnya sudah berkurang sehingga gajah liar masuk ke pemukiman, dan ini konflik antara manusia dan gajah sering terjadi di Sumatra,” kata Nicholas Saputra dengan nada serius.
Menurutnya, meski ada banyak sekali kerugian yang ditimbulkan, pada akhirnya warga berusaha hidup berdampingan dengan gajah-gajah tersebut.
2. Ungkap realita kehidupan di Aceh lewat cerita seorang kenalannya hingga beratnya beban masyarakat

Nicholas Saputra semakin terbawa perasaan ketika menceritakan seorang pemuda kenalannya di Aceh. Ia mengenal sang pemuda, karena sering mengantarnya selama di sana. Namun, belakangan, ia terkejut, karena pemuda tersebut bekerja sebagai pengangkut kayu menggunakan becak atau kendaraan yang digunakan untuk membawa kayu dari hutan ke kota.
Ketika ditanya mengapa mengambil pekerjaan itu, pemuda tersebut memang tak punya banyak pilihan. Ia tidak bisa keluar dari sana karena harus menjaga sang ibu, butuh uang demi bertahan hidup hingga untuk menikah. Saat menceritakan kondisi sulit yang dihadapi kenalannya, Nicho beberapa kali tertahan, terlihat frustasi.
Meski terbatas jarak, Nicholas menyebut bahwa setiap tahunnya pemuda itu selalu menghubunginya, terutama ketika momen Lebaran. Namun, setelah lama tak mendengar kabar, ia mendapat berita bahwa pemuda itu berakhir di penjara hingga kini, karena mengangkut kayu ilegal logging.
“Sampai hari ini, saya gak tahu harus ngomong apa. Inilah kenyataan di lokasi-lokasi, yang ini anak juga misalnya gak lulus SMA, ya pendidikan kurang, kesempatan pekerjaan kurang, tinggalnya di posisi yang jauh dari jangkauan,” kata Nicholas Saputra, dengan matanya yang memerah, membuat semua orang yang mendengarkan ceritanya ikut terenyuh.
Selain itu, Nicholas Saputra juga mengungkap keprihatinan tentang beratnya beban masyarakat di Gayo Lues, Aceh, di mana 80 persen wilayahnya merupakan hutan dan area taman nasional, sementara hanya 20 persen saja yang bisa dimanfaatkan untuk pertanian. Bahkan, daerah tersebut menyumbang angka kemiskinan tertinggi kedua di Aceh. Ironisnya, masayarakat di sana menjadi yang pertama terdampak saat bencana dan yang paling terakhir menerima bantuan.
“Bebannya berat banget. Kita minta mereka jagain hutan, tapi kondisinya miskin. Ya, kalau bencana paling pertama kena, bantuan paling terakhir dapat. Sulit sekali memproses itu," ujarnya menahan tangis.
3. Nicholas Saputra berharap isu lingkungan bisa menjadi pembahasan yang serius

Aktor dan produser film tersebut menyadari bahwa generasi muda, terutama Gen Z, memiliki kekuatan yang besar dalam menyuarakan isu-isu sosial dan lingkungan. Namun, ia juga mengingatkan bahwa sering kali isu-isu tersebut hanya viral sesaat.
Oleh sebab itu, Nicholas berharap ke depannya akan ada lebih banyak lagi ruang untuk diskusi mengenai isu lingkungan yang dapat meningkatkan kesadaran untuk sama-sama menjaga alam.
“Gen Z sekarang powerful sekali dalam menyuarakan lebih banyak isu. Mungkin yang bisa kita tambahin adalah ruang untuk diskusi, untuk ngobrol. Sebelumnya sering oversimplifying things. Padahal, kenyataannya kompleks, yang terjadi di lapangan itu kompleks. Sekali lagi, itu terbukti,” pungkas Nicholas Saputra.
Dalam kesempatannya, Nicholas Saputra juga berharap agar para pembuat kebijakan bisa menggunakan wewenang mereka untuk lebih berpihak kepada rakyat.

















