7 Fakta Eka Kurniawan, Penulis yang Tolak Anugerah Kebudayaan 2019

Novel pertamanya terbit di luar negeri lho

Nama Eka Kurniawan sudah enggak asing lagi di dunia sastra Indonesia. Lulusan Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada ini punya sederet prestasi mentereng di kesusastraan Indonesia. Buku-bukunya bahkan sudah banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa.

Baru-baru ini, Eka Kurniawan kembali mencuri perhatian. Penulis kelahiran Tasikmalaya tahun 1975 ini kabarnya baru saja menolak penghargaan yang diberikan oleh negara kepadanya. Mengutip dari Cnnindonesia.com, Eka menolak "Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi 2019" dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Eka menolaknya lantaran menilai negara enggak terlalu peduli pada kebudayaan di Indonesia. Menurutnya, selama ini negara gagal membuktikan bisa melindungi seniman dan berbagai macam kerja kebudayaan.

Eka Kurniawan memang dikenal sebagai penulis berwawasan luas dan punya bakat hebat. Karena itu, Eka sempat digadang-gadang sebagai penerus Pramoedya Ananta Toer, sastrawan fenomenal Indonesia.

Supaya kamu bisa lebih tahu banyak tentang Eka Kurniawan, berikut ini 7 fakta yang bisa kamu ketahui tentangnya.

1. Ditolak 4 penerbit dalam negeri, novel "Cantik itu Luka" berjaya di luar negeri

7 Fakta Eka Kurniawan, Penulis yang Tolak Anugerah Kebudayaan 2019rassian.com

Sebelum namanya besar berkat "Cantik itu Luka", Eka Kurniawan sudah lebih dulu menerbitkan buku kumpulan cerita pendek berjudul "Corat-Coret di Toilet" (2000). Kemudian disambung dengan buku kumpulan cerita pendek lainnya seperti "Galak Sedih" (2005), "Cinta Tak Ada Mati" (2005), dan novel berjudul "Lelaki Harimau".

Lelaki Harimau jadi novel pertamanya yang terbit. Namun, rupanya novel pertama yang Eka tulis adalah "Cantik itu Luka". Tapi novel itu enggak kunjung terbit karena ditolak oleh 4 penerbit. Namun, mengutip dari Detik.com, nasib novel pertama Eka itu akhirnya mujur ketika ada sebuah penerbit asal Amerika Serikat, New Directions pada 2015 dengan judul "Beauty is Wound".

Berkat novel tersebut, nama Eka pun melejit di Amerika Serikat. Novelnya masuk daftar 100 buku terkemuka The New York Time. Dan Eka pun meraih penghargaan World Readers Award  2016.

Dan sampai saat ini, melansir dari situs pribadinya, novel "Cantik itu Luka" sudah diterjemahkan ke dalam 34 bahasa. Keren!

2. Sempat enggak percaya diri menerbitkan bukunya di luar negeri

7 Fakta Eka Kurniawan, Penulis yang Tolak Anugerah Kebudayaan 2019indonesiaatmelbourne.unimelb.edu.au

Walau sudah berhasil menerbitkan buku dan cerita pendek di berbagai media massa, Eka Kurniawan rupanya sempat ragu untuk menerbitkan bukunya di luar negeri. Beruntung, Eka terus dipaksa oleh profesor dari Cornell University, Benedict Richard O'Gorman Anderson.

Benedict sudah sempat membaca 2 karya novel Eka dan ia merasa sangat tertarik dengan novel-novel Eka. Karena itu, ia sempat mendorong Eka agar mau mengajukan naskahnya untuk diterbitkan ke luar negeri. Namun, Eka malah ragu sebab menurutnya novel itu belum layak terbit di luar negeri.

Apalagi, yang ia tahu hanya ada satu penulis Indonesia yang karyanya mendunia, yakni Pramoedya Ananta Toer. Sementara ia merasa masih jauh dari kapasitas tersebut.

Tapi, rupanya perkiraan Eka Salah. Dengan dibantu Tariq Ali, seorang editor dari jurnal politik The New Left Review untuk menerjemahkan Cantik itu Luka ke Bahasa Inggris, novelnya justru menjadi salah satu karya sastra fenomenal di Indonesia.

3. Diganjar ragam penghargaan sastra dari dalam dan luar negeri

7 Fakta Eka Kurniawan, Penulis yang Tolak Anugerah Kebudayaan 2019Coconuts.co

Sebelum dianugerahi Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni 2019, Eka Kurniawan sudah diganjar berbagai penghargaan bergengsi. Dimulai dari dipilihnya Eka sebagai salah satu Foreign Policy’s Global Thinkers of 2015, kemudian World Readers’ Award 2016 untuk novel Cantik itu Luka atau Beauty Is a Wound, Financial Times/OppenheimerFunds Emerging Voices 2016 Fiction Award untuk buku Man Tiger, hingga Prince Claus Award 2018.

Sementara untuk penghargaan di dalam negeri yang diterimanya, yaitu IKAPI’s Book of the Year 2015 untuk novelnya Lelaki Harimau atau Man Tiger dan Penghargaan Sastra Badan Bahasa 2018 untuk Cinta Tak Ada Mati.

Dan tahu enggak, di samping itu berkat novel Man Tiger, Eka masuk nominasi Man Booker International Prize 2016, salah satu ajang penghargaan sastra paling bergengsi di dunia. Dengan demikian, Eka menjadi orang kedua yang masuk nominasi di ajang penghargaan tersebut setelah Pramoedya Ananta Toer.

Baca Juga: Mobilitas Tinggi, 5 Rekomendasi Laptop Lenovo untuk Penulis Lepas

4. Gaya sastra Eka terinspirasi dari Pramoedya, Gabriel Garcia Marquez dan Fyodor Dostoevsky

7 Fakta Eka Kurniawan, Penulis yang Tolak Anugerah Kebudayaan 2019Blogkulo.com

Sebagai seorang penulis, memiliki referensi atau penulis idola sudah menjadi sesuatu yang lumrah. Karena semakin banyak seorang penulis memiliki referensi maka semakin banyak amunisi yang dimiliki. Entah itu berkaitan erat dengan gaya kepenulisan, penciptaan karakter, pembuatan plot, hingga gaya bahasa.

Eka Kurniawan pun enggak menampik kalau karya-karyanya banyak dipengaruhi oleh penulis-penulis lain. Salah satu penulis Indonesia yang cukup memengaruhinya ialah Pramoedya Ananta Toer. Sementara penulis luar yang cukup memengaruhinya yaitu Gabriel Garcia Marquez dan Fyodor Dostoevsky.

5. Selain Cantik itu Luka, 2 novel Eka lainnya juga diterjemahkan ke bahasa asing

7 Fakta Eka Kurniawan, Penulis yang Tolak Anugerah Kebudayaan 2019raungsurya.blogspot.com

Cantik itu Luka bisa dikatakan menjadi karya fenomenal yang pernah dilahirkan oleh Eka Kurniawan. Pasalnya, novel itu berhasil diterjemahkan ke 34 bahasa asing, yang artinya sudah diterbitkan hampir di 34 negara. Bukan hanya novel Cantik itu Luka, dua novel Eka lainnya juga diterjemahkan ke bahasa asing.

Dua novel tersebut yaitu Lelaki Harimau dan Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Melansir dari situs pribadinya, novel Lelaki Harimau sudah diterjemahkan ke 14 bahasa. Mulai dari bahasa China, Perancis, German, Spanyol, Turki, Thailand, Vietnam, hingga Swedia.

Sementara untuk novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas sudah diterjemahkan ke dalam 6 bahasa, yakni Inggris, Arab, China, Perancis, German, dan Italia. Bahkan, novel ini rencananya akan difilmkan dan Eka bertanggungjawab langsung sebagai penulis skenario.

6. Profil dan liputannya sudah banyak diangkat di berbagai media luar negeri

7 Fakta Eka Kurniawan, Penulis yang Tolak Anugerah Kebudayaan 2019ft.com/Muhammad Fadli

Berkat melambungnya karya Eka Kurniawan, namanya pun menjadi incaran berbagai media luar negeri. Beberapa liputan dari media luar negeri yang memuat tentang dirinya telah dikumpulkan Eka di situs pribadinya. Media-media yang pernah mengulasnya pun enggak main-main, mulai dari The Sun, The Strait Times, The Economist, dan banyak lagi.

Terlepas dari liputan tentangnya di berbagai media yang banyak dimuat, karya-karya novelnya pun banyak diulas. Dan, tentu saja, Cantik itu Luka atau Beauty is Wound, menjadi novel yang paling sering diulas. Salah satu media yang mengulasnya adalah New York Times. Beruntungnya, para kritikus sastra dunia sampai menyandingkan karya Eka Kurniawan dengan karya-karya Gabriel Garcia Marquez. Enggak heran sih mengingat memang Eka banyak terpengaruh oleh penulis dunia tersebut.

7. Eka Kurniawan tidak punya aturan dalam menulis

7 Fakta Eka Kurniawan, Penulis yang Tolak Anugerah Kebudayaan 2019Pexels.com/miguelconstantin

Ketika mendapati ada seorang penulis hebat yang karyanya mendunia, pastinya kita akan sangat penasaran tentang bagaimana ia menulis, teknik seperti apa yang dia gunakan, hingga bagaimana ia mengatur napas untuk bisa menulis novel yang cukup menguras otak. Begitu juga yang ingin diketahui dari Eka Kurniawan.

Melansir dari goodnewsfromindonesia.id, suami Ratih Kumala ini menyebut ada dua cara kalau kamu ingin menjadi penulis. Pertama, apakah kamu mau menulis cerita yang disebut sebagai novel, atau apakah kamu mau menulis novel sebagai jalan kepenulisan. Menurut Eka, kalau ingin cara pertama maka mempelajari aturan-aturan menulis novel dari pada novelis terdahulu sudah menjadi keharusan. Tapi, untuk pilihan kedua, Eka menyebut tak ada aturan baku yang berlaku. Karena ia percaya, dalam menulis novel tidak ada aturan baku.

Nah, gimana setelah kamu sekarang sudah tahu banyak tentang Eka Kurniawan? Semoga artikel ini bisa memotivasi kamu yang ingin menjadi penulis novel hebat untuk terus belajar dan berkarya, ya!

Baca Juga: 6 Buku Karya Eka Kurniawan Ini Akan Memberimu Banyak Pelajaran Hidup

Rahardian Shandy Photo Verified Writer Rahardian Shandy

Rutin menulis sejak 2011. Beberapa cerpennya telah dibukukan dan dimuat di media online. Ia juga sudah menulis 4 buah buku non-fiksi bertema bisnis. Sementara buku fiksi pertamanya terbit pada 2016 lalu berjudul Mariana (Indie Book Corner).

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya