Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Remake Hollywood dari Film Jepang yang Gagal Total, Pernah Nonton?

film Ghost in the Shell (dok. Paramount Pictures/Ghost in the Shell)
film Ghost in the Shell (dok. Paramount Pictures/Ghost in the Shell)

Hollywood memang sering mencari inspirasi dari film-film luar negeri, termasuk dari Jepang yang dikenal punya banyak karya orisinal. Namun sayangnya, tidak semua adaptasi itu berakhir manis. Dalam beberapa kasus, remake Hollywood justru kehilangan inti cerita, makna emosional, bahkan sentuhan artistik yang membuat versi aslinya begitu istimewa.

Akibatnya, film-film ini justru menuai kritik keras dan dianggap gagal total. Entah karena salah casting, penyutradaraan yang lemah, atau ketidaksesuaian budaya yang tak diadaptasi dengan baik, remake ini malah terasa kosong dan dibuat hanya demi keuntungan komersial semata.

Beberapa bahkan sampai disebut menghina karya aslinya karena kehilangan semua nilai artistik yang dibawa film Jepang tersebut. Berikut lima contoh remake Hollywood dari film Jepang yang seharusnya tak pernah dibuat.

1. One Missed Call (2008)

film One Missed Call (dok. Warner Bros/One Missed Call)
film One Missed Call (dok. Warner Bros/One Missed Call)

Film horor Jepang One Missed Call karya Takashi Miike mungkin bukan mahakarya, tetapi setidaknya memiliki nuansa menyeramkan yang cukup membuat penonton penasaran. Ceritanya tentang Yumi, seorang perempuan muda yang menerima panggilan telepon misterius berisi tanggal kematiannya. Konsepnya menarik meskipun eksekusinya tidak sempurna.

Namun, dibanding versi remake Hollywood-nya, film aslinya terasa seperti karya klasik. Versi Amerika yang disutradarai Eric Valette dianggap sebagai titik terendah dalam tren remake J-horror. Ceritanya tipis, aktingnya kaku, dan banyak elemen seperti menjiplak film horor lain seperti Scream dan Final Destination.

Hasil akhirnya adalah film yang membosankan dan tidak menakutkan sama sekali. Ini menjadi bukti bahwa Hollywood mulai kehilangan arah dalam menerjemahkan horor Jepang ke dalam budaya Barat.

2. Apartment 1303 3D (2012)

film Apartment 1303 3D (dok. Gravitas Ventures/Apartment 1303 3D)
film Apartment 1303 3D (dok. Gravitas Ventures/Apartment 1303 3D)

Apartment 1303 3D bukan hanya membingungkan dari segi judul, tapi juga dari sisi kualitas filmnya. Ceritanya tentang Janet yang pindah ke apartemen baru setelah bertengkar dengan keluarganya, hanya untuk mengalami kejadian-kejadian aneh hingga akhirnya kerasukan. Kakaknya, Lara, mencoba menyelamatkannya.

Sayangnya, film ini bukan cuma tidak menyeramkan, tapi juga buruk dari segi penyutradaraan, akting, dan efek 3D yang dipaksakan. Aslinya pun, film Jepang Apartment 1303 (2007) bukanlah tontonan yang luar biasa. Film itu diadaptasi dari novel karya Kei Ōishi, penulis novelisasi Ju-On.

Namun kisahnya hanya sekadar cerita rumah berhantu yang sudah sering diangkat di genre horor. Tetap saja, kegagalan versi Amerika terasa lebih menyakitkan karena hasil akhirnya sulit untuk dinikmati bahkan oleh penggemar horor sekalipun.

3. Ghost in the Shell (2017)

film Ghost in the Shell (dok. Paramount Pictures/Ghost in the Shell)
film Ghost in the Shell (dok. Paramount Pictures/Ghost in the Shell)

Film ini bukan remake secara langsung, tetapi mengambil banyak elemen dari manga dan anime Jepang yang ikonik. Ghost in the Shell menceritakan seorang perempuan yang menjadi cyborg setelah kecelakaan, lalu menjadi alat untuk memburu kriminal. Sayangnya, versi Hollywood ini kehilangan nuansa khas dari versi aslinya dan terlalu mengandalkan visual efek.

Yang paling banyak menuai kritik adalah keputusan untuk menunjuk Scarlett Johansson sebagai tokoh utama, Motoko Kusanagi. Keputusan ini dianggap sebagai bentuk whitewashing karena karakter aslinya jelas-jelas berasal dari Jepang. Kritik keras ini membuat film kehilangan dukungan publik sejak awal.

Meskipun visualnya cukup mengesankan, film ini dianggap kosong secara emosional dan tidak mampu menghormati sumber aslinya.

4. Shall We Dance? (2004)

film Shall We Dance? (dok. Miramax/Shall We Dance?)
film Shall We Dance? (dok. Miramax/Shall We Dance?)

Versi asli film ini yang dirilis tahun 1996 adalah kisah romantis menyentuh tentang pria dewasa yang diam-diam mengambil kelas dansa setelah terpikat dengan seorang instruktur cantik. Film ini sarat pesan tentang pencarian kebahagiaan. Kesuksesan Shall We Dance? di Jepang begitu besar hingga memenangkan 14 penghargaan di ajang Japan Academy Awards.

Sayangnya, versi Hollywood-nya gagal mempertahankan pesona yang sama. Meski diperkuat bintang besar seperti Richard Gere dan Jennifer Lopez, adaptasi ini terasa hambar dan tidak memiliki kedalaman emosional seperti versi aslinya.

Beberapa elemen budaya yang penting dalam cerita juga terasa tidak cocok ketika dipindahkan ke latar Amerika. Hasilnya adalah film yang terlihat manis di permukaan, tetapi kehilangan makna.

5. Godzilla (1998)

film Godzilla (dok. TriStar Pictures/Godzilla)
film Godzilla (dok. TriStar Pictures/Godzilla)

Film Godzilla dari Jepang adalah ikon budaya yang melampaui genre monster. Selain menampilkan makhluk raksasa yang menghancurkan kota, film ini menyimpan kritik sosial tentang dampak senjata nuklir pasca Perang Dunia II. Monster ini bukan hanya makhluk fiktif, tetapi simbol dari rasa takut dan trauma nasional.

Namun ketika Roland Emmerich mencoba membawanya ke Hollywood, hasilnya justru mengecewakan. Versi 1998 ini hanya menyajikan tontonan tentang kadal raksasa yang menghancurkan gedung-gedung tanpa ada kedalaman cerita. Karakter-karakternya datar, plotnya lemah, dan makna mendalam dari film aslinya menguap begitu saja.

Adaptasi seharusnya menjadi jembatan antara budaya, bukan sekadar duplikasi yang kehilangan ruh. Kelima film di atas menjadi bukti bahwa tanpa pemahaman mendalam terhadap sumber aslinya, remake hanya akan jadi bayangan kosong yang sulit dinikmati.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Diana Hasna
EditorDiana Hasna
Follow Us

Latest in Hype

See More

10 Artis India Liburan ke Luar Negeri pada Awal Desember 2025, Seru!

16 Des 2025, 06:41 WIBHype