Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Review Film Cocote Tonggo, Satire Sosial yang Mengocok Perut

Cocote Tonggo (dok. SKAK Studios/Cocote Tonggo)
Cocote Tonggo (dok. SKAK Studios/Cocote Tonggo)

Cocote Tonggo (2025) hadir sebagai komedi-drama yang mengocok perut sekaligus menyentil realitas sosial di tengah masyarakat Indonesia. Berlatar di kota Solo, film ini mengisahkan perjuangan pasutri yang belum dikaruniai anak dan menjadi bahan gunjingan tetangga.

Lalu, apa saja kelebihan dan kekurangan film ini? Mari simak ulasan lengkapnya di bawah ini, ya!

1. Satire yang dibungkus dengan kisah kocak

Cocote Tonggo (dok. SKAK Studios/Cocote Tonggo)
Cocote Tonggo (dok. SKAK Studios/Cocote Tonggo)

Cocote Tonggo mengemas satire dengan cerdas melalui kisah Luki (Dennis Adhiswara) dan Murni (Ayushita), pasutri penjual jamu kesuburan yang ironisnya belum dikaruniai anak. Lebih buruk lagi, tetangga mereka, Bu Pur (Asri Welas), mulai mencampuri hidup keduanya.

Hal ini relevan dengan kondisi di sekitar kita, di mana tetangga kerap mencampuri urusan pribadi atas nama kepedulian. Tak sampai situ, film ini juga menyoroti beban gender yang tidak adil, terutama pada Murni yang dipandang sebagai pihak yang "gagal" karena belum hamil.

Namun uniknya, isu gender dan tekanan sosial ini disampaikan dengan humor jenaka yang membuat kita tertawa, sambil merenungi dampak perbuatan kita kepada orang lain. 

2. Hadirkan suasana Kota Solo yang kental

Cocote Tonggo (dok. SKAK Studios/Cocote Tonggo)
Cocote Tonggo (dok. SKAK Studios/Cocote Tonggo)

Film ini menghidupkan nuansa Solo melalui syuting di lokasi-lokasi sarat budaya, seperti Kampung Batik Laweyan, Lokananta, hingga Colomadu. Sepanjang film, kita dapat melihat keindahan budaya lokal di mana salah satunya adalah tradisi membuat jamu.

Lebih dari 80 persen dialog menggunakan Jawa Mataraman (Solo), yang menjadi tantangan tersendiri bagi sebagian aktor. Namun, hal itulah yang membuat film ini terasa asli, membawa kita lebih dekat dengan cerita bahkan seolah ikut ke dalam komunitas tersebut. 

3. Tidak ada hal baru yang ditawarkan

Cocote Tonggo (dok. SKAK Studios/Cocote Tonggo)
Cocote Tonggo (dok. SKAK Studios/Cocote Tonggo)

Meski menghibur, Cocote Tonggo tidak membawa inovasi signifikan dibandingkan karya Bayu Skak sebelumnya, seperti film Yowis Ben (2018) atau Sekawan Limo (2024). Formula komedi Jawa dengan bumbu drama keluarga dan kritik sosial terasa sangat familier.

Gaya dagelan khas Bayu yang penuh kelucuan verbal dari dialek lokal dan situasi absurd hingga konflik ringan juga bisa kita lihat di beberapa film sebelumnya. Pada akhirnya, film ini cukup menjadi hiburan ringan yang menyentil efek negatif dari budaya guyub.

Cocote Tonggo tayang mulai 15 Mei 2025. Jangan lupa tonton di bioskop kesayanganmu!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Shandy Pradana
Zahrotustianah
Shandy Pradana
EditorShandy Pradana
Follow Us