Review Film Conclave, Akting Kelas Oscar dari Ralph Fiennes

Setelah sukses besar dengan All Quiet on the Western Front (2022), sutradara Jerman-Austria Edward Berger kembali dengan Conclave (2024). Film ini mengangkat proses pemilihan paus baru (konklaf) yang penuh intrik dan kepentingan tersembunyi.
Berkat eksekusi apik dan narasi yang kuat, Conclave sukses memborong delapan nominasi Oscar sekaligus, termasuk kategori Aktor Terbaik, Sutradara Terbaik, dan Skenario Adaptasi Terbaik. Lalu, sebagus apakah film ini? Berikut ulasannya.
1. Penampilan solid dari Ralph Fiennes

Sebagai Kardinal Lawrence, Ralph Fiennes memberikan performa luar biasa yang membuktikan kelasnya sebagai aktor papan atas. Ia mampu menampilkan karakter yang kompleks. Meski dihantui keraguan, karakternya tetap mempertahankan ketegasan dan wibawa.
Fiennes menghidupkan setiap adegan dengan ekspresi halus, membawa kita masuk ke dalam dilema moral yang dialami oleh Lawrence. Kehadirannya di layar benar-benar mendominasi, menjadikan Conclave sebagai panggung emas untuk nominasi Oscar ketiganya.
2. Memacu adrenalin dari awal sampai akhir

Meski fokus pada politik gereja, Conclave berhasil membangun ketegangan ala film thriller konspirasi pada umumnya. Dengan skenario cerdas yang ditulis oleh Peter Straughan (Tinker Tailor Soldier Spy), film ini memadukan elemen misteri dan politik dengan cermat.
Intrik yang terjadi dalam pemilihan paus baru terasa seperti permainan catur tingkat tinggi, di mana setiap langkah dapat membawa konsekuensi besar. Selama 2 jam, kita terus merasakan intensitas cerita yang meningkat hingga akhir film.
3. Sinematografi dan scoring yang memukau

Berger kembali menunjukkan kepiawaiannya dalam membawakan visual yang kaya. Dengan tangan dingin sinematografer Stéphane Fontaine (Jackie, Ammonite), film ini menampilkan pemandangan megah Vatikan yang kontras—terang dan gelap, modernitas dan tradisi.
Setiap frame terasa seperti lukisan, sekaligus menggambarkan kompleksitas dunia politik Gereja Katolik dengan simbolisme yang mendalam. Musik latar dari Volker Bertelmann membuatnya jadi salah satu pengalaman sinematik terbaik tahun ini.
4. Bawakan narasi politis yang kuat tanpa menggurui

Salah satu keunggulan Conclave adalah kemampuannya dalam menyampaikan kritik sosial dan politik tanpa terasa menggurui. Film ini tidak hanya menggambarkan proses pemilihan paus, tapi juga mencerminkan dinamika kekuasaan yang ada dalam dunia nyata.
Tanpa mengambil sikap yang terlalu eksplisit, Conclave membiarkan kita merenungkan sendiri pertanyaan-pertanyaan tentang moralitas, kepemimpinan, dan kepercayaan. Ini adalah salah satu alasan mengapa film ini begitu relevan dan berkesan bagi banyak orang.
Apakah film ini akan membawa pulang Oscar? Hanya waktu yang bisa menjawab. Namun satu hal yang pasti, Conclave adalah salah satu film yang tidak boleh kamu lewatkan.