Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Review Film Gowok Uncut, Kisah Romansa Berdarah di Tanah Jawa

Gowok: Kamasutra Jawa (dok. MVP Pictures/Gowok: Kamasutra Jawa)

Gowok: Kamasutra Jawa (2025) menawarkan eksplorasi berani tentang tradisi Jawa yang terlupakan. Film ini berhasil mengemas romansa, thriller, dan sejarah dalam balutan narasi sensual. Di sisi lain, Gowok juga mengangkat isu pemberdayaan perempuan di tahun 60-an.

Dirilis dalam versi uncut 21+ (130 menit) dan versi cut 17+ (125 menit), film ini menawarkan pengalaman sinematik yang memikat sekaligus provokatif. Lalu, apa saja kelebihan dan kekurangan film Gowok Uncut? Mari simak ulasan lengkapnya di bawah!

1. Akting memukau dari para pemerannya

Gowok: Kamasutra Jawa (dok. MVP Pictures/Gowok: Kamasutra Jawa)

Jajaran aktor Gowok berhasil menghidupkan berbagai karakter kompleks dengan luar biasa. Lola Amaria, yang comeback setelah 11 tahun, memukau sebagai Nyai Santi. Raihaanun sebagai Nyai Ratri dan Reza Rahadian sebagai Karmajaya dewasa tak kalah memukau.

Namun tentunya, akting mereka berdua takkan berarti tanpa versi remajanya yang diperankan oleh Alika Jantinia dan Devano Danendra. Mereka berdua tampil dengan penuh chemistry di layar lebar. Lalu, siapakah yang paling mencuri perhatian di film ini?

Pertama, ada Ali Fikry sebagai Bagas yang tampil "gila" di film ini. Kemudian, ada Nayla Denny Purnama sebagai Sri, protégé yang sudah seperti sosok adik bagi Ratri. Mereka berdua tampil solid, khususnya di final moment yang benar-benar jadi gong di film ini.

2. Sajikan edukasi seks tanpa terlihat 'jorok'

Gowok: Kamasutra Jawa (dok. MVP Pictures/Gowok: Kamasutra Jawa)

Gowok tak cuma menawarkan adegan sensual, melainkan juga bawakan edukasi seks dengan apik. Hak orgasme perempuan jadi sorotan di dalamnya. Berbasis Serat Centhini, film ini mengajarkan cinta, hormat, dan harmoni dalam hubungan pernikahan, bukan nafsu semata.

Adegan intim, terutama di versi uncut, digambarkan puitis oleh sinematografi Satria Kurnianto. Ia berhasil menghindari eksploitasi seksual pada perempuan, lebih fokus pada sorotan emosi. Hal ini membuat Gowok terasa seperti pernyataan feminis yang halus tapi kuat.

3. Soroti sejarah kelam Indonesia dengan berani

Gowok: Kamasutra Jawa (dok. MVP Pictures/Gowok: Kamasutra Jawa)

Berlatar 1955–1965, Gowok menangkap pergolakan sosial-politik Indonesia, termasuk peran Gerwani yang memperjuangkan emansipasi di masa itu. Hanung Bramantyo dengan cerdas menyelipkan isu pemberdayaan perempuan melalui karakter Ratri.

Latar sejarah, dari desa Jawa hingga gejolak 1965, direkam dengan set desain yang otentik oleh Edy Wibowo, menciptakan suasana 60-an yang hidup. Hanung pun berhasil merekam sejarah dengan akurat yang turut menambah kedalaman narasi film.

4. Apakah Gowok Uncut (21+) menarik ditonton?

Gowok: Kamasutra Jawa (dok. MVP Pictures/Gowok: Kamasutra Jawa)

Sejauh ini menurut saya, Gowok terkesan sebagai proyek Hanung paling personal, dengan versi uncut (21+) mencerminkan idealismenya yang tanpa kompromi. Saat menontonnya, kita seperti melihat perpaduan The Handmaiden (2016) dan The Act of Killing (2012) dalam nuansa Jawa.

Versi uncut lebih eksplisit dalam adegan intim dan kekerasan, mengandung elemen gore dan seksual yang mungkin dapat menganggu. Namun, narasi yang menggabungkan romansa, thriller, dan sejarah membuat kami merekomendasikannya untuk ditonton bagi penggemar film dengan tema berat.

Sebagai catatan, Gowok Uncut hanya bisa ditonton oleh mereka yang sudah di atas 21 tahun. Jika belum berusia 21 tahun, kamu bisa tonton versi cut atau 17+. Gowok: Kamasutra Jawa sudah bisa ditonton di bioskop kesayanganmu mulai 5 Juni 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Shandy Pradana
Zahrotustianah
Shandy Pradana
EditorShandy Pradana
Follow Us