Review Kelebihan dan Kekurangan Film Sumala, Intens dan Penuh Darah
Sumala (2024) yang disutradarai oleh Rizal Mantovani dan diproduseri oleh Rocky Soraya telah dinantikan oleh para penggemar horor Indonesia. Terinspirasi dari kisah nyata yang viral di X/Twitter, film ini menggabungkan elemen mistis dengan ketegangan yang menakutkan.
Dengan alur yang fokus pada persekutuan dengan iblis demi memiliki anak, Sumala menyuguhkan adegan-adegan intens dan penuh darah. Namun, di balik daya tarik visualnya, ada beberapa elemen yang mungkin tidak sesuai dengan ekspetasi penonton.
1. Bukti kalau sikap gegabah akan memberikan petaka
Salah satu kekuatan utama Sumala adalah pesan moralnya yang kuat. Intinya, membuat perjanjian dengan iblis dan melakukan kekerasan terhadap anak-anak adalah tindakan gegabah yang akan melahirkan hal buruk di kemudian hari.
Film ini menunjukkan bagaimana keputusan Sulastri (Luna Maya) untuk bersekutu dengan iblis berdampak fatal pada kehidupan keluarganya. Meski awalnya hanya ingin memiliki anak, konsekuensi dari tindakannya jauh lebih besar daripada yang ia duga.
Tanpa sepengetahuan suaminya, Soedjiman (Darius Sinathrya), Sulastri membuat perjanjian gelap untuk memiliki anak kembar, Kumala dan Sumala. Ketika salah satu anaknya, Sumala, meninggal, rohnya pun bangkit untuk membalas dendam.
Soedjiman sendiri terus menyiksa Kumala, karena ia cacat. Pada akhirnya, semua hal buruk yang ia lakukan akan kembali kepadanya di waktu yang tepat. Ini menjadi pengingat bahwa keputusan yang buruk hanya membawa malapetaka.
2. Menyajikan adegan gore yang penuh darah
Bagi penggemar film horor dengan elemen gore, Sumala memberikan porsi yang cukup untuk memuaskan dahaga akan adegan brutal. Tanpa harus melihat adegan dengan kekerasan visual dan darah yang mengalir, posternya sendiri sudah memperlihatkannya.
Film ini tak ragu memperlihatkan detail menakutkan saat Sumala melakukan aksi balas dendamnya, terutama ketika ia mengejar orang-orang yang pernah menyakiti Kumala. Bagi yang menyukai genre slasher dengan scoring menegangkan, film ini tidak mengecewakan.
3. Tidak fokus pada esensi horor, terlalu membosankan di awal
Di balik adegan gore yang intens, Sumala memiliki kekurangan yang cukup mencolok, terutama di bagian awal film. Alur cerita yang lambat dan kurang fokus pada pengembangan esensi horor membuat penonton merasa bosan.
Banyak momen di awal film yang tampak repetitif sehingga penonton harus menunggu cukup lama sebelum ketegangan yang sesungguhnya dimulai. Beberapa penonton mungkin kecewa dengan pacing yang lambat dan kurangnya teror di paruh pertama film.
Sumala tidak sepenuhnya berhasil memanfaatkan potensi horor mistis yang seharusnya menjadi daya tarik utama film ini. Film ini juga seharusnya memberikan lebih banyak jumpscare di beberapa adegan krusial.
4. Apakah Sumala recommended untuk ditonton?
Sumala memberikan pengalaman horor yang intens bagi penonton yang menyukai film gore dengan cerita yang gelap. Film ini menawarkan visual yang mengerikan dengan pesan moral yang kuat. Namun, lambatnya alur cerita di awal membuatnya sedikit kehilangan daya tarik.
Bagi yang mencari film horor dengan ketegangan intens dari awal hingga akhir layaknya Longlegs (2024), film ini mungkin akan terasa membosankan. Namun, bagi mereka yang sabar dan menyukai adegan gore berdarah-darah di akhir, Sumala layak untuk ditonton.
Jadi, berani menontonnya? Kalau sudah menonton ceritakan di kolom komentar ya!