Civil War, Selami Perang Saudara lewat Visi Berani Alex Garland

Mampu seimbangkan sisi hiburan dan pesan filosofis

Selama ini, A24 dikenal sebagai rumah bagi film-film independen berbujet rendah yang unggul dari segi kualitas naratif dan estetika. Namun, studio ini mulai mengubah paradigma, berani mengambil risiko dengan proyek-proyek yang lebih besar, salah satunya lewat Civil War (2024).

Sejak perilisannya di Amerika Serikat pada pertengahan April lalu, film yang memotret kebrutalan perang saudara dari kacamata sekelompok jurnalis ini telah mencuri perhatian, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Alex Garland, selaku sutradara, berhasil membawa Civil War ke tingkat selanjutnya, bersaing dengan film-film arus utama yang kerap mendominasi pasar. Hal ini semakin diperkuat lewat skor tinggi yang diraihnya di Rotten Tomatoes dan penghasilannya yang cukup memuaskan di box office.

Setelah begitu dinanti, film yang digadang-gadang sebagai film termahal dari A24 ini akhirnya tayang di bioskop Indonesia pada Selasa (30/4/2024). Apakah Civil War benar-benar sesensasional ulasan-ulasan penonton dan kritikus? Sebelum menonton, simak review film Civil War di bawah ini untuk mendapatkan perspektif yang lebih mendalam.

Baca Juga: 6 Film A24 dengan Premis Kontroversial, Terbaru Civil War!

1. Minim eksplanasi, Civil War langsung tancap gas di menit pertama

Civil War, Selami Perang Saudara lewat Visi Berani Alex GarlandWagner Moura dan Cailee Spaeny dalam film Civil War (dok. A24/Civil War)

Dalam film bertema perang, sering kali ada pemicu yang mendorong para karakternya untuk memulai pertikaian besar yang memakan banyak korban jiwa. Entah itu intrik politik, perebutan kekuasaan, atau perbedaan ideologi, pemicu tersebut menjadi pondasi bagi film untuk membangun narasi. Namun, Civil War seakan tak tertarik untuk mengikuti aturan tradisional tersebut.

Alih-alih menguraikan penyebab konflik secara mendetail bak ensiklopedia sejarah, film ini langsung mengajak penonton melihat Amerika yang terpecah oleh perang saudara. Alkisah, California dan Texas telah memisahkan diri dan bergabung dengan Western Forces, menantang otoritas pemerintah federal yang keras. Sang presiden (Nick Offerman), di sisi lain, berusaha mempertahankan keutuhan negara dengan mengerahkan para loyalis ke garis depan pertempuran.

Di tengah kekacauan tersebut, empat orang jurnalis, Lee (Kirsten Dunst), Joel (Wagner Moura), Sammy (Stephen McKinley Henderson), dan jurnalis junior yang diselamatkan Lee dalam sebuah insiden, Jessie (Cailee Spaeny), memutuskan melakukan perjalanan berbahaya ke Washington D.C.. Mereka berniat mewawancarai sang pemimpin negara untuk terakhir kali sebelum kota tersebut jatuh ke tangan milisi. Bisa ditebak, di sepanjang perjalanan, mereka akan menemukan berbagai peristiwa yang siap menguji mental dan fisik mereka.

Selain keluar dari pakem film perang, bagaimana Alex Garland menggunakan empat jurnalis tersebut sebagai lensa untuk mengeksplorasi dampak perang telah membuktikan kegeniusannya. Lewat kacamata mereka, penonton dibawa untuk menyaksikan realitas perang yang mentah dan tak bias, mempertanyakan batasan antara kebenaran dan propaganda sejak menit pertama film dimulai.

2. Audiovisualnya memukau, berjasa membangun intensitas dari awal sampai akhir

Civil War, Selami Perang Saudara lewat Visi Berani Alex GarlandWagner Moura dalam film Civil War (dok. A24/Civil War)

Pendekatan minimalis Alex Garland di atas tak serta merta membuat Civil War kehilangan daya tarik, justru sebaliknya. Dengan cermat, Garland memilih momen yang tepat untuk menghadirkan ketenangan sebelum badai dan mengumbar kebrutalan yang membuat bulu kuduk berdiri. Ketepatan timing ini menjadikan Civil War tak nyaman (dalam arti positif) untuk ditonton, seolah-olah adegan selanjutnya menyimpan ancaman yang tak terduga.

Kelihaian sang sutradara dalam membangun atmosfer didukung tata suara dan sinematografi yang sama-sama impresif. Dari aspek visual, Rob Hardy, selaku sinematografer langganan Garland, mampu menangkap gambar-gambar yang indah sekaligus mencekam, menunjukkan kontras yang mencolok antara keindahan alam dan perbuatan manusia yang destruktif. Kesan jurnalistik yang ingin dibangun sedari awal juga semakin diperkuat dengan shot-shot hitam putih yang diselipkannya di beberapa adegan.

Di sisi lain, audionya yang dirancang dengan teliti menciptakan suasana yang mendebarkan. Suara ledakan bom yang menggelegar hingga berondongan peluru menciptakan horor yang nyata, bukan seperti yang biasa kita dengar di film aksi medioker. Sementara itu, penggunaan lagu-lagu dari beberapa musisi underrated, seperti Silver Apples dan Sturgill Simpson, mengembuskan nuansa road trip yang trippy sekaligus melankolis.

Baca Juga: 5 Fakta Film Civil War, Duet Memukau Kirsten Dunst dan Wagner Moura

3. Pengembangan karakter berpadu sempurna dengan akting para pemainnya yang total

Civil War, Selami Perang Saudara lewat Visi Berani Alex GarlandCailee Spaeny dan Kirsten Dunst dalam film Civil War (dok. A24/Civil War)

Sejak film pertamanya, Ex Machina (2014), Alex Garland terkenal gemar menampilkan kompleksitas karakter lewat naskahnya. Para karakter dalam film-filmnya sering kali mempertanyakan esensi kemanusiaan, berjuang dengan dilema moral yang mengusik. Kompleksitas serupa juga terpatri dalam Civil War, di mana pengembangan karakter yang rumit tak lepas dari performa para aktor di dalamnya.

Wagner Moura dan Stephen McKinley Henderson menambahkan nuansa yang kaya ke dalam film. Moura dengan karakternya yang easy going dan Henderson yang bijak memberikan kontras yang menarik. Jesse Plemons, meskipun hanya muncul singkat, berhasil memberikan aura intimidatif yang menambah kengerian dan ketegangan narasi.

Namun, jantung sebenarnya dari Civil War terletak pada dua aktrisnya, Kirsten Dunst dan Cailee Spaeny. Jika Spaeny melakoni perjalanan Jessie dari wartawan naif menjadi wartawan bermental baja, Dunst sebaliknya. Di awal film, sorot matanya sebagai Lee menggambarkan seorang jurnalis berpengalaman yang berkali-kali melihat kekejaman peperangan. Namun, semakin ke belakang, gesturnya menunjukkan kerapuhan, seakan mempertanyakan nilai dan dampak dari pekerjaannya selama ini.

Karakter Lee dan Jessie mungkin terlihat sebagai dua kutub yang bersebrangan, tetapi pada kenyataannya, mereka membentuk sebuah lingkaran kehidupan yang penuh makna. Keduanya menggambarkan dengan sempurna siklus kehidupan seorang jurnalis perang—dari idealisme hingga kekecewaan, dan kembali lagi ke harapan.

4. Apakah Civil War layak disebut film terbaik Alex Garland?

Civil War, Selami Perang Saudara lewat Visi Berani Alex GarlandKirsten Dunst dalam film Civil War (dok. A24/Civil War)

Di luar premisnya yang kontroversial, Civil War telah memecah kritikus dan penonton menjadi dua kubu. Sebagian memuji keberanian Garland dalam menghadirkan narasi yang tak konvensional, sementara sebagian lagi mengkritik pendekatannya yang dianggap terlalu abstrak. Namun, sebagaimana telah disinggung di atas, minimnya eksplanasi menjadi salah satu catatan penting.

Bagi para penonton arus utama, mudah untuk menuding minimnya eksplanasi sebagai bentuk ketakutan sang sineas dalam membahas unsur sosial, politik, dan budaya secara eksplisit. Namun, bagi mereka yang telah menyaksikan karya-karya sebelumnya dari Garland, tentu sadar bahwa beliau lebih suka membuka ruang interpretasi alih-alih penjelasan yang terlalu gamblang.

Penulis pribadi melihat Civil War sebagai karya Garland paling seimbang. Di satu sisi, ia tak melupakan elemen blockbuster lewat efek visual yang tepat guna, sementara di sisi lain, ia pun memperlihatkan keahliannya dalam merajut cerita yang kaya akan lapisan emosional dan filosofis. Yap, bagi Garland, mengundang penonton untuk berimajinasi dan menarik kesimpulan mereka sendiri mungkin lebih menarik daripada memberikan jawaban yang sederhana untuk pertanyaan-pertanyaan kompleks, seperti "Hal apa yang menyebabkan semua kekacauan itu?".

Di balik embel-embel "film dengan bujet termahal dari A24", Civil War, di tangan Alex Garland, berhasil melampaui ekspektasi sebagai sebuah karya yang tak hanya menegangkan, tetapi juga mempertanyakan dan mengeksplorasi aspek-aspek kemanusiaan yang kompleks. Civil War membuktikan bahwa film dengan pesan yang berani dan eksekusi yang cermat dapat menghasilkan gema yang berdampak, meninggalkan kesan yang bertahan jauh setelah kisahnya usai.

Baca Juga: 16 Film Perang Terbaik Sepanjang Masa Menurut Kritikus

Satria Wibawa Photo Verified Writer Satria Wibawa

Movie and series enthusiast. Please, visit my IG: @satriaphile90 or my Letterboxd: @satriaphile to see my other reviews. Gracias!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya