Oppenheimer, Film Biopik tentang Ilmuwan Tak Pernah Sesinematik Ini!

Nihil CGI, sukses hadirkan pengalaman menonton yang dahsyat

Setelah Dunkirk (2017), para pencinta film menganggap kalau Christopher Nolan telah "berdamai" dengan tema Perang Dunia II. Hal itu dibuktikan dengan Tenet (2020), film fiksi ilmiah dengan konsep yang luar biasa rumit, yang ia sutradarai tiga tahun lalu. Namun, ternyata fans salah besar.

Nolan rupanya masih punya kisah lain dari era tersebut yang ingin ia ceritakan. Bukan lagi tentang evakuasi menegangkan sekelompok tentara di lepas pantai, kali ini sang sineas membidik kehidupan J. Robert Oppenheimer, ilmuwan yang berperan penting dalam pengembangan senjata nuklir pertama lewat Project Manhattan.

Diberi judul Oppenheimer (2023), film biopik ini langsung mencuri perhatian sinefili sejak ditayangkan di bioskop Indonesia pada Rabu (19/7/2023). Sejumlah penonton mengaku kagum dengan cara sang sineas menyeimbangkan sisi sinematik dan kisah personal dari "bapak bom atom" tersebut.

Selain itu, ada juga beberapa alasan yang membuat Oppenheimer layak disebut sebagai salah satu film terbaik tahun ini, lho. Semoga review film Oppenheimer berikut ini bisa kamu jadikan pertimbangan sebelum menonton, ya!

Baca Juga: Penjelasan Adegan Hitam-Putih dan Berwarna di Oppenheimer

1. Soroti kehidupan Oppenheimer sebelum dan sesudah jatuhnya bom atom

Oppenheimer, Film Biopik tentang Ilmuwan Tak Pernah Sesinematik Ini!Cillian Murphy dan Florence Pugh dalam film Oppenheimer (dok. Universal Pictures/Oppenheimer)

Dikemas dengan gaya narasi non-linear, Christopher Nolan membawa penonton ke dalam tiga fase kehidupan J. Robert Oppenheimer (Cillian Murphy). Pertama, masa sebelum ia bergabung dengan Project Manhattan, kedua saat bergabung, dan terakhir, beberapa tahun setelah peristiwa jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, pada Agustus 1945.

Tentunya, masing-masing fase tersebut mempunyai kisah tersendiri yang membuat penonton memahami apa dan siapa yang membentuk seorang Oppenheimer. Mulai dari obsesinya terhadap dunia kuantum dan atom, pertemuannya dengan Leslie Groves (Matt Damon), pengawas Project Manhattan, uji coba Trinity, sampai pertikaian politiknya dengan Lewis Strauss (Robert Downey Jr.), semua diceritakan Nolan dengan tempo yang cermat.

Namun, selain momen-momen bersejarah tersebut, Oppenheimer juga bertutur tentang kisah cinta sang ilmuwan. Tentang bagaimana rumitnya hubungannya dengan Jean Tatlock (Florence Pugh), sang anggota partai komunis, sementara ia dan istrinya, Kitty (Emily Blunt), sedang menjalani kehidupan pernikahan yang tak kalah menantang.

Semua poin di atas mungkin terdengar cukup kompleks. Namun, jika sabar mengikuti perjalanan Oppenheimer hingga tiga jam durasinya, kamu akan menyadari kalau film ini berbeda dari film biopik kebanyakan. Khususnya dalam hal membangun suasana.

2. Hadirkan nuansa thriller lewat drama persidangan yang mendebarkan

Oppenheimer, Film Biopik tentang Ilmuwan Tak Pernah Sesinematik Ini!Cillian Murphy dan Emily Blunt dalam film Oppenheimer (dok. Universal Pictures/Oppenheimer)

Bicara soal atmosfer, Oppenheimer mempunyai sejumlah momen yang bikin penonton menahan napas. Salah satunya yakni sekuen sidang keamanan tertutup yang melibatkan sang ilmuwan, sejumlah saksi, dan pihak dari United States Atomic Energy Commission (AEC).

Dalam kesempatan itu, Christopher Nolan memosisikan penonton sebagai pengamat. Tak ayal, melihat Oppenheimer dihujani begitu banyak pertanyaan dan bukti terkait latar belakang, tindakan, dan hubungannya dengan partai komunis, sungguh menimbulkan perasaan yang tak nyaman.

Apalagi, dalam sebuah adegan, Nolan memperlihatkan Oppenheimer telanjang di ruang sidang. Secara tak langsung, ini seperti sebuah metafora pahit tentang bagaimana ia, yang semula dipuja sebagai pahlawan, kini menjadi “hewan” yang siap disembelih untuk kepentingan sejumlah pihak. Miris!

Baca Juga: 4 Hal Mengagumkan dari Film Oppenheimer, Masterpiece!

3. Cillian Murphy sukses hidupkan dilema seorang pencipta bom atom

Oppenheimer, Film Biopik tentang Ilmuwan Tak Pernah Sesinematik Ini!Cillian Murphy dalam film Oppenheimer (dok. Universal Pictures/Oppenheimer)

Apakah tindakan Oppenheimer yang mengumpulkan semua ilmuwan demi menyukseskan Project Manhattan sangat menginspirasi? Tentu saja iya. Namun, setelah mengetahui banyaknya korban jiwa yang ditimbulkan akibat bom atom, apakah dirinya menjadi bangga?

Jawaban atas pertanyaan di atas memang tak dijabarkan oleh Nolan secara gamblang. Namun, ada dua momen krusial yang mampu menggambarkan perasaan Oppenheimer pada saat itu. Pertama, yakni ketika ia berpidato di depan para ilmuwan pasca kemenangan Sekutu. Kedua, yakni saat ia mengunjungi Harry S. Truman (Gary Oldman), presiden AS ke-33, di Ruang Oval.

Di tangan aktor lain, adegan tersebut mungkin akan terasa hambar. Namun, Cillian Murphy adalah satu dari segelintir aktor yang mampu menerjemahkan dilema karakter melalui sorot mata, gestur, dan mimik. Coba bandingkan aktingnya sebagai Oppenheimer sebelum dan sesudah insiden bom atom.

Di awal, ia mampu memancarkan semangat seorang ilmuwan yang sedang mengerjakan proyek terpenting dalam sejarah manusia. Namun, setelah itu, sinar matanya meredup, seolah apa yang dikerjakannya lebih banyak mendatangkan bencana daripada manfaat. Layak masuk nominasi Oscar tahun depan!

4. Gunakan efek praktikal ketimbang CGI, Oppenheimer adalah definisi kepuasan sinematik!

Oppenheimer, Film Biopik tentang Ilmuwan Tak Pernah Sesinematik Ini!BTS film Oppenheimer (dok. Universal Pictures/Oppenheimer)

Tak bisa dimungkiri, salah satu adegan yang paling dinanti oleh para fans Nolan di Oppenheimer adalah reka ulang uji coba nuklir pertama dalam sejarah yang disebut Trinity. Gilanya, momen yang menjadi penentu keberhasilan Project Manhattan tersebut dibuat Nolan tanpa memakai CGI sama sekali alias hanya mengandalkan efek praktikal.

Dengan bantuan departemen sinematografi dan suara yang mumpuni, sang sineas berhasil menciptakan salah satu momen paling mencengangkan dalam sejarah sinema. Penulis pribadi bahkan tercekat di kursi bioskop saat menyaksikan adegan tersebut. Sangat sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata!

Selain merekonstruksi Trinity, sinematografi ciamik garapan Hoyte van Hoytema (Interstellar, Dunkirk, Tenet) juga digunakan Nolan untuk membagi perspektif film. Palet warna monokrom mewakili sudut pandang karakter lain—dalam hal ini Lewis Strauss—terhadap kasus Oppenheimer. Sebaliknya, palet warna normal melambangkan sudut pandang sang ilmuwan secara subjektif.

Secara keseluruhan, Oppenheimer merupakan pencapaian tertinggi dalam karir seorang Christopher Nolan. Dari segi akting, naskah, sinematografi, suara, hingga efek praktikal, semuanya mampu memberikan kepuasan sinematik yang akan sulit penonton dapatkan dari film biopik mana pun. Lagi pula, kapan lagi kamu bisa menyaksikan adegan ledakan bom atom tanpa CGI di layar bioskop?

Baca Juga: Ternyata Barbie dan Oppenheimer Punya 5 Persamaan Ini, Nyadar Gak?

Satria Wibawa Photo Verified Writer Satria Wibawa

Movies and series enthusiast. Feel free to read my reviews on Insta @satriaphile90 or Letterboxd @satriaphile. Have a wonderful day!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya