One Piece Live Action, Netflix Patahkan Kutukan Adaptasi Manga!

Raih rating tinggi, layak disebut rajanya serial Netflix

Ketika mendengar kata-kata Hollywood dan live action adaptasi manga, kebanyakan sinefili pasti langsung skeptis dan memprediksi kalau proyek tersebut akan gagal total. Bagaimana tidak, sejak era Dragonball Evolution (2009) sampai Cowboy Bebop (2021), belum ada satu pun film atau serial Hollywood adaptasi manga yang layak disebut masterpiece.

Namun, Netflix berusaha menghapus stigma tersebut lewat serial terbarunya yang berjudul One Piece (2023). Tayang sejak Kamis (31/8/2023), serial yang diangkat dari manga legendaris karya Eiichiro Oda ini langsung trending di media sosial. Bahkan, situs pengumpul ulasan film terpopuler, Rotten Tomatoes, memberikan skor tinggi, 83 persen.

Lantas, apakah ini berarti Netflix berhasil mematahkan kutukan proyek live action yang menghantui Hollywood selama ini? Lalu, apa keistimewaan One Piece dibandingkan film atau serial adaptasi manga lainnya? Daripada penasaran, langsung simak review serial One Piece di bawah ini, yuk!

Baca Juga: 5 Alasan Kenapa Kamu Harus Nonton Live Action One Piece, Sebagus Itu?

1. Tetap mempertahankan esensi One Piece meski alur berbeda dari manga

One Piece Live Action, Netflix Patahkan Kutukan Adaptasi Manga!Vincent Regan dalam serial One Piece (dok. Netflix/One Piece)

Kebanyakan orang pasti beranggapan kalau film atau serial yang diadaptasi dari manga harus dibuat semirip mungkin dengan materi sumbernya. Padahal, "setia dengan materi sumber" bukan berarti menyalin mentah-mentah jalan cerita yang ada di manga, melainkan menceritakannya kembali dengan sudut pandang berbeda tanpa mengkhianati esensi dari manganya.

One Piece pun demikian. Dengan 8 episode, mengadaptasi seratus bab East Blue Saga yang ada di manga tentu membutuhkan penyesuaian dari segi naskah. Untungnya, Matt Owens (Agents of S.H.I.E.L.D) dan Steven Maeda (Helix), selaku showrunner sekaligus penggemar One Piece, cerdik dalam memilah poin-poin mana saja yang harus diceritakan.

Salah satunya adalah flashback kelima anggota Bajak Laut Topi Jerami. Dalam manga, adegan tersebut menjadi jembatan bagi para pembaca untuk lebih terhubung dengan Luffy, Zoro, Nami, Usopp, dan Sanji. Sementara di versi live action, cara ini efektif untuk memperkenalkan mereka kepada para penggemar baru.

Begitu pun dengan keputusan untuk memperkenalkan Garp (Vincent Regan) lebih awal dibandingkan dengan versi manganya—di manga, karakter Wakil Laksamana Angkatan Laut sekaligus kakek dari Luffy ini muncul di bab 431. Alih-alih mendistraksi, kemunculan Garp justru menambah dinamika tersendiri dalam petualangan Luffy (Iñaki Godoy) dkk.. Jadi semakin seru!

2. Akting para pemain yang solid, Iñaki Godoy adalah inkarnasi Luffy!

One Piece Live Action, Netflix Patahkan Kutukan Adaptasi Manga!Iñaki Godoy dalam serial One Piece (dok. Netflix/One Piece)

Sejak awal mengumumkan rencana pembuatan live action One Piece, Netflix telah menegaskan kalau sang kreator manganya, Eiichiro Oda, turut dilibatkan dalam setiap aspek produksinya, termasuk pemilihan peran. Hasilnya? One Piece menjadi salah satu serial Hollywood dengan ensemble cast terbaik!

Di jajaran pemain pendukung, Vincent Regan (Garp), Jeff Ward (Buggy), Steven John Ward (Mihawk), Craig Fairbrass (Zeff), Alexander Maniatis (Klahadore alias Kuro), dan McKinley Belcher III (Arlong) keluar sebagai penampil terbaik. Khususnya Jeff Ward (Agents of S.H.I.E.L.D., Brand New Cherry Flavor) yang mampu menghidupkan sosok Buggy yang seram dan sinting tanpa menanggalkan sisi kocaknya.

Namun, perhatian tetap tertuju pada kelima anggota Bajak Laut Topi Jerami, yakni Luffy, Zoro (Mackenyu), Nami (Emily Rudd), Usopp (Jacob Romero Gibson), dan Sanji (Taz Skylar). Skylar sempurna sebagai Sanji yang jago masak dan genit, sementara Gibson mengingatkan penonton pada Usopp yang jago mendongeng dan penakut di manga.

Berperan sebagai Nami, Emily Rudd (seri film Fear Street) melahirkan kompleksitas pada karakternya. Tak cuma badass, Rudd juga mengembuskan misteri pada sosok Nami. Di sisi lain, Mackenyu (Rurouni Kenshin: The Final) sukses mencuri atensi lewat sikap cool dan visual Zoro yang memesona.

Namun, Iñaki Godoy (The Imperfects) sebagai Luffy adalah hal yang istimewa. Bak keluar dari manga, aktor pilihan Oda tersebut mampu menebarkan aura positif di sepanjang serial lewat tingkahnya yang eksentrik. Singkatnya, Godoy itu memang Luffy banget, deh!

Baca Juga: 10 Film Morgan Davies, Aktor Transgender Berbakat di One Piece

3. Sejumlah adegan ikonik di manga mampu diterjemahkan dengan baik

One Piece Live Action, Netflix Patahkan Kutukan Adaptasi Manga!adegan dalam serial One Piece (dok. Netflix/One Piece)

Meski memiliki alur yang berbeda dari manga, bukan berarti One Piece versi live action mengabaikan keinginan penggemar untuk menyaksikan adegan-adegan memorable dalam manganya menjadi hidup. Mulai dari aksi, seperti duel antara Zoro dan Mihawk, sampai yang emosional, seperti adegan Nami meminta tolong kepada Luffy, semua sukses diinterpretasikan dengan maksimal.

Tak hanya mengkreasi ulang sejumlah adegan ikonik di manga, serial ini pun memiliki banyak adegan baru yang semakin mempertegas kalau One Piece versi live action mempunyai ciri khas tersendiri. Salah satunya yakni pengenalan para karakter bajak laut yang diiringi visual unik poster buronan beserta besar imbalannya alias bounty.

Harus diakui, tiap adegan epik dalam live action One Piece takkan terwujud tanpa kehadiran sejumlah aspek pendukung yang memuaskan, seperti penyutradaraan, efek visual, sinematografi, desain produksi, sampai musik. Percayalah, selain akting dan naskah, lima elemen tersebut juga berjasa dalam membentuk worldbuilding dalam versi live action ini.

4. Kaya akan pesan moral!

One Piece Live Action, Netflix Patahkan Kutukan Adaptasi Manga!adegan dalam serial One Piece (dok. Netflix/One Piece)

Tak bisa dimungkiri, selain petualangannya yang seru, salah satu faktor yang membuat manga One Piece masih digemari sampai sekarang adalah sensitivitas Eiichiro Oda dalam mengangkat beragam tema, termasuk keberanian dalam mewujudkan mimpi. Hal serupa juga berkali-kali disinggung dalam versi live action-nya.

Lewat karakter Luffy, Zoro, Nami, Usopp, dan Sanji, penonton belajar bahwa kebebasan, keteguhan, kepercayaan, cinta, dan pengorbanan adalah hal-hal yang membuat manusia utuh. Dari kelimanya, kita juga diajak memahami makna sesungguhnya dari persahabatan. Yap, meski terdengar klise, tema-tema tersebut sejatinya sudah jarang diangkat oleh serial Hollywood dewasa ini—yang mana hal ini semakin membuat live action One Piece terasa spesial.

Selain berbicara tentang hal-hal yang menginspirasi, sebagaimana manganya, serial ini pun tak malu-malu dalam mengangkat beragam isu yang relevan dengan dunia nyata, seperti rasisme, perbudakan, korupsi, dan nepotisme. Dua sisi inilah yang membuat live action One Piece tak hanya menjadi tontonan yang berbobot, tapi juga memiliki hati yang besar.

Menerjemahkan manga populer yang memiliki ratusan bab ke dalam media live action tentu bukanlah perkara mudah. Namun, One Piece berhasil membuktikan kalau pemilihan pemeran yang tepat, penulisan naskah yang brilian, dan CGI yang solid bisa menjadi kunci kesuksesan film atau serial adaptasi manga. Semoga One Piece bisa menjadi acuan bagi proyek live action Hollywood di masa depan, ya!

Baca Juga: 3 Perbedaan Karakter Luffy versi Live Action dan Anime

Satria Wibawa Photo Verified Writer Satria Wibawa

Movies and series enthusiast. Feel free to read my reviews on Insta @satriaphile90 or Letterboxd @satriaphile. Have a wonderful day!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya