5 Strategi Marketing yang Gak Realistis di Emily in Paris

- Tidak pernah membicarakan soal bujet dengan klien- Anggaran tidak pernah dibahas dalam meeting klien.- Klien-klien Agence Grateau memiliki anggaran besar tanpa negosiasi.
- Sharing ide tanpa riset saat pitching dengan klien- Emily membawa ide tanpa persiapan ke rapat.- Proposal ide memerlukan rapat internal dan pemahaman brand.
- Campaign selalu viral, bahkan gak lama setelah di-posting- Emily mudah mendapatkan engagement tinggi atau viral.- Keberhasilan campaign tidak hanya soal visual atau caption lucu.
Tayang sejak 2020, serial Emily in Paris selalu dinantikan kelanjutan kisahnya setiap tahun. Serial Netflix ini mengisahkan perempuan Amerika Serikat yang berkarier di Paris, Prancis. Ia adalah Emily Cooper yang diperankan dengan apik dan cantik oleh Lily Collins.
Emily merupakan seorang Marketing Executive di sebuah agensi bernama Agence Grateau. Bisa dibilang, strategi marketing yang Emily gagas cukup unik dan spontan, tetapi hampir semuanya berhasil dieksekusi dengan baik, bahkan sangat sempurna. Namun, rasanya ada yang janggal dengan semua itu, deh.
Kalau diperhatikan, beberapa strategi marketing dalam serial besutan Darren Star itu sangat tidak masuk akal. Kalau mau buktinya, ini beberapa strategi marketing paling gak realistis dalam Emily in Paris yang bikin pekerja agensi geleng-geleng kepala.
1. Tidak pernah membicarakan soal bujet dengan klien

Kalau kamu perhatikan, sangat jarang sekali Emily in Paris membahas anggaran ketika adegan meeting klien. Ini jadi salah satu kejanggalan dalam marketing yang ditampilkan. Sebab, anggaran adalah penggerak. Gak ada cuitan campaign gak sesuai anggaran atau lainnya.
Sepanjang serial berjalan, yang penonton tahu adalah klien-klien Agence Grateau memiliki anggaran besar. Namun, mereka sama sekali gak ada pembicaraan eksplisit atau negoisasi soal bujet di awal, selama, atau setelah proyek dijalankan. Tentu ini berbeda di dunia nyata.
Dalam Emily in Paris, penonton hanya diperlihatkan kalau menjalankan suatu campaign atau proyek seperti gak butuh dana. Padahal kalau dilihat, proyek-proyek tersebut pasti membutuhkan bujet besar untuk bisa berjalan dan sukses.
2. Sharing ide tanpa riset saat sedang pitching dengan klien

Karakter Emily yang ceria, manis, dan sedikit sembrono kerap bikin rekan kerjanya frustasi. Pasalnya, Emily suka membawa ide yang belum pernah dibahas sebelumnya ke rapat dengan klien. Julien, salah satu rekan Emily, sempat muak dan memutuskan meninggalkan Agence Grateau, meski pada akhirnya kembali.
Ide-ide yang Emily lontarkan terdengar menjanjikan dan berakhir sukses, tetapi gak seperti itu caranya kalau di dunia nyata. Realita dalam industri marketing memperlihatkan kalau proposal ide kepada klien didahului oleh banyak kegiatan di belakang layar, seperti rapat internal tim, pemahaman brand, dan lainnya.
Kalau kamu kerap berdecak kagum dengan ide-ide Emily, boleh saja, tapi gak seperti itu cara menyampaikannya. Perlu brainstorming bersama rekan kerja terlebih dahulu untuk menyatukan suara dan pandangan.
3. Campaign selalu viral, bahkan gak lama setelah di-posting

Ini menjadi salah satu strategi marketing paling gak realistis di Emily in Paris. Meski banyak yang puas melihat Emily mempopulerkan proyek yang ia tangani di media sosial, tetapi realitanya gak semudah dan semanis itu, lho.
Profesional media sosial dunia sempat mengkritik Emily in Paris yang terlalu membuat praktik marketing terlihat mudah. Emily yang sering dengan mudah mendapatkan engagement tinggi atau viral hanya dalam sebuah postingan sederhana bikin mereka mengerutkan dahi.
Gak seperti di Emily in Paris, di dunia nyata, keberhasilan sebuah campaign atau konten gak cuma soal visual atau caption lucu, tapi juga riset audiens, perencanaan konten, pemilihan jenis posting, media sosial yang dipilih, dan lainnya. Apakah Emily in Paris melakukan itu? Sepertinya tidak.
4. Menikmati acara kantor sebagai "tamu", bukan pekerja

Agence Grateau kerap mengadakan acara besar untuk memperkenalkan brand dari kliennya. Namun, kalau biasanya para pekerja ikut kelimpungan saat acara digelar, maka berbeda dengan Emily. Ia terlihat menikmati acara kantor sebagai tamu, bukan pekerja.
Serial ini memang untuk hiburan, tetapi mungkin bisa menampilkan pula realitasnya seperti apa. Di sektor marketing, event melibatkan pekerja dengan peran dan tanggung jawab jelas, misalnya, perencanaan logistik, koordinasi vendor, koordinator tamu dan klien, hingga monitoring berjalannya acara.
Gambaran Emily yang menikmati acara kantor sebagai "tamu" lebih mirip roadshow socialite, yakni seseorang yang datang ke banyak acara atau event dengan fokus networking santai, daripada Marketing Executive. Di dunia nyata, event bukan sekadar pesta, tapi alat untuk menghasilkan dampak pemasaran nyata.
5. Gak pernah ada meeting untuk evaluasi bersama klien

Pernahkah kamu melihat adegan tim Agence Grateau mengadakan meeting dengan klien setelah proyek berjalan? Hampir tidak pernah, yang ada hanya obrolan kasual dengan hasil akhir si klien puas dengan strategi marketing Emily dkk..
Di semesta Emily in Paris, ketika sebuah campaign atau proyek berakhir, maka semuanya selesai. Gak ada langkah penting lainnya, seperti evaluasi, meeting kelanjutan proyek, atau lainnya. Padahal, dalam praktik marketing profesional, tahan ini justru sangat krusial.
Disebut after-action meeting, tahap ini lekukan untuk membahas apa yang berhasil, mana yang gagal, kendala yang muncul, hingga kelanjutan proyek. Tanpa proses ini, campaign hanya jadi hasil akhir tanpa pembelajaran.
Pada akhirnya, Emily in Paris memang hanya sebuah tontonan untuk menghibur. Serial ini tidak memperlihatkan seluk-beluk dunia agensi atau marketing secara mendalam, hanya di permukaan dan terlihat mudah. Bagaiman menurutmu? Apakah kamu setuju?


















