Surabaya, IDN Times - Kapan terakhir kali film Indonesia yang membahas isu-isu LGBTQ tayang? Jawabannya mungkin bisa jadi jarang atau sudah tak pernah lagi semenjak film panjang Kucumbu Tubuh Indaku karya Garin Nugroho tayang di 2018 lewat ajang festival film.
Tak mengherankan, karena isu LGBTQ masih cukup tabu industri perfilman Indonesia, khususnya bagi film mainstream. Seperti film Kucumbu Tubuh Indahku saja, meski rilis di pemutaran mainstream, film ini hanya tayang di 40 bioskop dengan satu sampai tiga layar setiap harinya.
Film yang membahas isu serupa memang kebanyakan ditayangkan di pemutaran independent atau festival. Hal ini tentu saja karena tingkat penerimaan masyarakat untuk film yang mengangkat isu sensitif ini masih sangat kecil sehingga membuat filmmaker mikir-mikir untuk merilis film ini di bioskop maupun secara online.
Inilah yang dialami filmmaker Bani Nasution, mahasiswa semester akhir S2 Institut Seni Indonesia (ISI), Surakarta, sekaligus sutradara film pendek Dua Ikan dan Sepiring Nasi (2020). Menurut pengakuannya, butuh waktu tiga tahun untuk dirinya bergumul sampai film ini akhirnya ditayangkan secara online di platform, Bioskop Online.
Film Dua Ikan dan Sepiring Nasi (2020) sendiri menyuguhkan isu sensitif yang menuai beragam komentar di sosial media, seperti TikTok, X, dan Instagram. Berkisah tentang Wagini yang pulang ke rumah setelah dua tahun pergi. Saat pulang, Wagini dikejutkan dengan Rosman yang sedang memasak di dapur, serta Paimo, sang suami yang akan memanen ikan. Wagini dan Paimo terlibat perbincangan canggung sampai sebuah rahasia mengenai hubungan Paimo dan Rosman terungkap.
Kepada IDN Times, Bani pun menceritakan soal semiotika dari bahasa visual di film ini. Alih-alih hanya fokus pada cerita percintaan terlarang, ternyata banyak pesan tersirat dari segi pengambilan gambar hingga bahasa dialog.