WUNI Studio (dok. Pribadi/WUNI Studio)
Menurut Tama Riadi, suara di dalam film hadir untuk membantu sutradara bercerita. Setiap suara yang penonton dengarkan di film, sudah didesain sedemikian rupa oleh departemen audio post-production.
"Kita membantu mereka untuk bercerita lewat kekuatan suara. Mulai dari atmosfer atau sesimpel bunyi kecil yang kira-kira orang gak notice, tapi itu ada pesan tertentu. Selain itu, segala sesuatu yang penonton dengar di film itu kita pikirkan by design," jelas pria yang mengawali karier di dunia film sejak tahun 2014 ini.
WUNI Studio pun spill fakta menarik tentang desain suara di sebuah film. Pernah gak sih kamu ngerasa berdebar atau tidak nyaman saat menyaksikan film horor? Ternyata itu terjadi bukan tanpa alasan dan ada trik khususnya, lho!
"Itu sebenarnya kita insert atau buat suara-suara yang gak bisa kedengaran. Frekuensi rendah 80 ke bawah, pastinya kita gak bisa kasih tahu. Kita kasih keluar pelan hanya di subwoofer dan itu bikin dada berdebar, serta penonton rasanya gak nyaman," ujar Tama.
Berbeda saat melakukan mixing untuk film drama. Contohnya saat adegan dokter menyampaikan kabar kalau anggota keluarga salah satu karakter utama meninggal.
"Sebelum ada adegan tertentu, kita kasih gemuruh petir tapi jauh sekali, sampai kita gak notice cuma kerasa rumble aja. Baru dialog, 'Oke, bapak meninggal'. Dan bisa juga pemilihan reverb, jenis gema yang kita manipulasi supaya lebih dramatis lah," lanjutnya.
Sementara untuk film thriller, biasanya WUNI Studio justru lebih meng-emphasize suara-suara yang seharusnya tidak terlalu terdengar, seperti bunyi darah, langkah kaki, hingga irisan benda tajam.
"Bahasa sutradaranya, minta tolong lebih ASMR dong. Maksudnya suara-suara detail lebih ditekankan. Suara yang penonton seharusnya gak dengar, tapi justru kita balik. Yang bunyinya kecil, malah kita kencangin," tutur lulusan Diploma in Audio Engineering di SAE Institute Thailand itu.