Yang Tak Terlupakan dari Jazz Gunung Bromo Series 2, Susah Move On!

- Monita Tahalea membuka Jazz Gunung Bromo Series 2 dengan penampilan yang menghangatkan suasana dingin Bromo.
- Talent Jazz Camp memberikan penampilan yang memukau di Seruni Point, menambah pengalaman seru bagi Jamaah Al-Jazziyah.
- Tohpati menciptakan momen magis dengan mengawinkan nuansa jazz, rock, dan musik tradisional dalam penampilannya.
Jazz Gunung Bromo 2025 telah merampungkan rangkaian dua series di tahun ini. Dibuka oleh Series 1 pada 19 Juli, rangkaian festival musik jazz dan kesenian ini menutupnya dengan Series 2 pada 25 dan 26 Juli 2025.
Sepanjang dua hari penyelenggaraan, Jazz Gunung Bromo 2025 tak berhenti memberikan pengalaman-pengalaman magical yang dirasakan oleh Jamaah Al-Jazziyah, sebutan untuk penonton Jazz Gunung. Mulai dari pemandangan alam Bromo yang indah, suasana dingin yang menyentuh 15 derajat celcius, hingga tentu saja penampilan-penampilan musisi yang totalitas mengawinkan banyak elemen ke musik jazz. Semua momen yang sudah dilewati ini tidak bisa dilupakan dalam waktu yang singkat.
1. Monita Tahalea membuka Jazz Gunung Bromo Series 2 hari pertama

Malam mungkin jadi tanda berakhirnya hari bagi sebagian orang, tapi tidak untuk Jamaah Al-Jazziyah. Mulai pukul 19.00 WIB, mereka baru saja memadati area Amphiteater Jiwa Jawa Resort Bromo di Probolinggo, untuk menyaksikan special show dari Monita Tahalea.
Rombongan penonton berjaket tebal berbondong-bondong menempati kursi-kursi kosong, sesuai kategori tiket masing-masing. Tak lama, Monita Tahalea membuka penampilannya dengan tiga lagu pertama yakni "Solenna," "Labuan Hati," dan "Kawan." Suara merdu Monita langsung bikin hangat udara Bromo yang lagi dingin-dinginnya.
Monita Tahalea menciptakan suasana intim, dengan menceritakan fakta di balik lagu-lagu yang ia bawakan malam itu. Kolaborasinya dengan Sri Hanuraga mampu membius Jamaah Al-Jazziyah, yang untuk beberapa saat terpukau oleh suara Monita yang berpadu dengan dentingan piano yang Hanuraga mainkan pada lagu "Merona" dan "Kehidupan."
2. Nikmati pemandangan Bromo sambil dihibur talenta Jazz Camp

Pada gelaran Jazz Gunung kali ini, juga mengadakan pelatihan musik bagi talenta-talenta muda musik jazz dalam balutan Jazz Camp. Para peserta dilatih secara intensif selama enam hari, guna mempersiapkan penampilan ciamik di panggung utama Jazz Gunung Bromo 2025.
Sebelum memulai hari kedua, para penonton diajak untuk lebih naik lagi dari panggung utama menuju Seruni Point. Di Amphiteater Jembatan Kaca Seruni Point ini , kita bisa melihat dengan jelas pemandangan Gunung Bromo yang tampak dekat dijangkau. Spot yang sangat bagus untuk berburu foto sunset.
Namun, bukan sunset yang dicari Jamaah Al-Jazziyah yang datang ke Seruni Point saat itu. Melainkan menunggu penampilan para peserta Jazz Camp menunjukkan potensi bermusik mereka. Di antara keindahan panorama, penampilan Jazz Camp melengkapi pengalaman seru menikmati Jazz Gunung, menciptakan pengalaman yang membekas.
3. Penampilan Natasya Elvira bawakan lagu-lagu jazz standard yang epik

Jazz Gunung Bromo Series 2 resmi dibuka oleh Lorjhu' yang menonjolkan etnik khas Madura, serta Bintang Indrianto yang memukau dengan permainan bassnya. Tepat setelah itu, panggung dikuasai oleh Natasya Elvira, sosok yang beberapa tahun belakangan ini mencuri perhatian di skena jazz.
Natasya yang pada penampilannya kali ini didampingi oleh para peserta Jazz Camp, membawakan lagu-lagu jazz standard yang begitu berkelas. Lagu-lagu seperti "I've Got You Under My Skin," "So Lucky to Be Young," "Let's Fall in Love," hingga "Misty," bisa dinikmati bukan hanya oleh para pecinta jazz, tapi juga untuk kalangan umum.
Di sela-sela penampilannya, Natasya sempat mengutarakan penasarannya terhadap Jamaah Al-Jazziyah yang datang jauh-jauh ke Bromo dari mancanegara. Salah satu penonton yang berasal dari Belgia, mengaku datang ke Jazz Gunung spesial untuk menonton penampilan Natasya.
"Kami datang untuk melihat penampilan kamu," kata pria tersebut ketika ditanya Natasya siapa artis yang ditunggu penampilannya. Pengakuan tersebut cukup bikin sang penyanyi salting, tapi tak menghilangkan fokusnya untuk menyelesaikan sisa lagu di setlist.
4. Tohpati memukau saat kawinkan nuansa jazz, rock dan musik tradisional

Waktu semakin malam, udara di Bromo juga semakin dingin. Dalam dua hari perhelatan untuk Jazz Gunung Bromo Series 2, suhu paling rendah menyentuh angka 15 derajat celcius pada malam hari. Namun, penonton yang makin memadati Amphiteater Jiwa Jawa Resort, gemerlap lampu panggung, ditambah penampilan memukau para musisi membuat udara dingin tersebut tidak terasa terlalu berarti.
Apalagi ketika Tohpati mulai menggenjreng gitar elektriknya. Ketukan drum terdengar lebih kencang dengan tempo yang lebih cepat daripada penampil-penampil sebelumnya. Pada penampilannya kali ini, Tohpati mengusung lagu-lagu fusion, mengawinkan musik jazz dengan unsur-unsur genre musik lain, seperti rock bahkan hingga tradisional.
Selain penampilan live-nya diperkuat gitar, bass, dan drum, Tohpati juga mengajak dua pemain alat musik tradisional untuk ikut berkolaborasi. Ialah Diki Suwarjiki yang bermain seruling dan Endang Ramdan di kendang, yang keduanya merupakan bagian dari Tohpati Ethnomission.
Kolaborasi antara genre jazz, rock dan tradisional ini menciptakan momen magis yang sulit terlupakan. Apalagi ketika momen kendang dan drum saling balas penampilan solo. Lampu-lampu panggung gantian menyoroti para pemain, membuat aksi panggung semakin hidup.
"Janger yang kami bawakan tadi adalah lagu daerah rakyat Bali. Terima kasih kepada rakyat Bali yang membuat lagu sangat indah. Dan lagu kedua yang berjudul Pelog Rock itu memang lagunya agak keras. Gak apa-apa ya, biar kedinginan," cerita Tohpati yang disambut anggukan setuju dari penonton.
5. Ditutup dengan Sal Priadi, ajak bikin nada random sampai naik kursi penonton

Sal Priadi mengambil tongkat estafet dari Rouge, band jazz asal Prancis, sebagai penampil selanjutnya. Menjadi penutup yang sempurna gelaran Jazz Gunung Bromo Series 2 2025.
Antusiasme penonton makin memuncak, ketika Sal membawakan lagu-lagu andalannya seperti "Dari Planet Lain," "Kita Usahakan Rumah Itu," dan tentu saja "Gala Bunga Matahari."
Pada pertemuan dengan awak media di backstage sebelum tampil, Sal mengungkap akan memainkan beberapa lagu yang punya interaksi seru dengan penonton, salah satunya adalah "Zuzuzaza." Dan penyanyi kelahiran Malang ini menepati janjinya.
Saat lagu itu dimainkan, Sal Priadi mengajak salah satu penonton yang duduk di kursi depan, untuk membuat kata-kata random lalu dijadikan nada. Setelah pas dengan irama musiknya, ia kemudian meminta seluruh Jamaah Al-Jazziyah untuk ikut mendendangkan nada tersebut.
Selain seru, momen haru dari penampilan Sal Priadi juga ada banget. Lewat lagu "Kita Usahakan Rumah Itu," Sal Priadi menyinggung soal usaha dan semangat dalam mencapai sesuatu dalam keluarga. Sementara lewat, "Gala Bunga Matahari," ia mengajak penonton untuk mengenang orang-orang tersayang yang telah tiada.
"Lagu ini spesial untuk orang-orang tersayang kita yang sudah tiada. Mari kita doakan sejenak," tuturnya, sukses membuat penonton berkaca-kaca.
Penampilannya ditutup dengan pecah lewat lagu "Dalam Diam," membuat penonton gak mau menikmatinya hanya dengan duduk di kursi. Melainkan ikut berdiri dan bertepuk tangan sesuai irama.
Sal Priadi juga sampai jauh lari ke depan panggung, naik ke salah satu kursi yang kosong untuk menyapa penonton yang ada di festival bagian belakang. Jadi salah satu momen epik di penghujung penampilannya di Jazz Gunung Bromo Series 2.