desain sampul legendaris Penguin. (instagram.com/penguinclassics)
Melansir tulisan Anne Trubek untuk Smithsonian, inovasi paperback untuk buku pertama kali ditemukan oleh Aldus Manutius, pemilik perusahaan penerbitan Aldine Press asal Italia. Namun, upayanya mempopulerkan tipe buku ini gagal. Naiknya pamor paperback justru terjadi kala Allen Lane di Inggris mencoba hal serupa lewat perusahaan yang ia namai Penguin.
Keberhasilannya didukung oleh kepiawaian Lane mengurasi judul-judul yang kiranya menarik untuk dicetak ulang dalam format paperback. Tulisan-tulisan penulis populer, seperti Agatha Christie dan Ernest Hemmingway, jadi beberapa judul yang Penguin terbitkan pada awal kemunculan mereka. Lewat inovasi Lane itu, biaya produksi buku bisa ditekan dan karya-karya sastra berkualitas jadi lebih mudah diakses siapa saja.
Penguin juga punya branding kuat. Sebenarnya sama dengan buku-buku lain, belum ada desain ilustrasi yang mencolok saat itu. Buku biasanya hanya mengekspos judul dan nama penulisnya saja. Penguin pun melakukan hal serupa, tetapi menambahkan kekhasannya sendiri.
Sampul buku-buku terbitan Penguin biasanya berupa tiga kotak warna; kotak teratas dan terbawah berwarna solid (warna tergantung pada genre buku) dan kotak di bagian tengah berwarna putih. Pada kotak tengah itulah judul dan nama penulisnya berada.
Tidak seperti penerbit lain pada masa itu, Penguin memelopori penggunaan font minimalis. Sampai sekarang, desain sampul signatur Penguin itu masih diproduksi, bahkan jadi buruan para kolektor.