7 Hal ‘Unik’ Ini Pasti Kamu Rasakan Ketika Pakai Mesin Ketik Jadul

Berbeda dengan komputer yang hanya tinggal beberapa kali klak-klik, persiapan menggunakan mesin ketik memerlukan waktu bermenit-menit, lho. Mulai dari memasang kertas dan meluruskannya antara ujung atas dan bawah, mengatur margin kiri-atas-kanan-bawah, mengatur spasi, mengecek tinta pita, dan hal remeh lainnya yang bisa memakan waktu lebih banyak.

Meski agak ribet, mengetik dengan menggunakan mesin ketik bisa ternyata memberikan ‘kesan’ tersendiri yang sulit untuk dilupakan hingga sekarang.

Jika sekarang orang bisa dengan mudah mengetik karena tuts yang empuk dan mudah ditekan, orang-orang zaman dulu harus memiliki ‘kekuatan’ ekstra ketika harus menekan-nekan tuts dengan ujung jari. Maka tak heran jika mereka sudah terbiasa dengan mengetik dengan menggunakan teknik 10 jari.

Bahkan, tidak melihat papan tuts pun jari-jari mereka tidak akan salah menekan huruf karena sudah terlalu paham dengan posisi masing-masing jari. Teknik 10 jari ini biasa digunakan untuk melatih kecepatan mengetik dengan waktu yang ditentukan, misalnya 100 kata dalam waktu beberapa detik.

Ketika mengetik dengan menggunakan mesin ketik, pada akhir kalimat mendekati ujung margin sebelah kanan biasanya akan ada pengingat berupa suara ‘ting’ yang akan berbunyi beberapa saat sebelum kata terakhir dibuat. Suara yang lebih mirip bel rumah ini adalah sebagai pengingat jika batas akhir baris kalimat akan habis dan memberikan kesempatan kepada si pengetik untuk menentukan dimana posisi suku kata yang akan terpotong.

Anak remaja zaman now bisa dengan mudah menggandakan dokumen dengan hanya melakukan copy-paste atau penggandaan sebanyak yang diinginkan. Dulu, ketika saat menggunakan mesin ketik, penggandaan dokumen biasanya dilakukan dengan menggunakan kertas karbon.

Kertas karbon yang berwarna hitam akan ditempatkan di tengah-tengah antara kertas pertama dan kertas ke dua. Karena bahannya berwarna hitam, tak jarang hasil penggandaan akan terlihat bercak hitam di beberapa sisinya.

Di komputer, orang akan mudah menempatkan posisi kata atau kalimat tepat di tengah-tengah halaman hanya dengan sekali klik. Berbeda dengan mesin ketik yang harus bersusah payah menghitung jumlah huruf dalam kata atau kalimat yang akan ditempatkan di posisi tengah halaman. Selesai menghitung jumlah huruf, mereka akan membagi dua jumlah huruf dan menentukan huruf mana yang akan menjadi huruf paling tengah.

Selain itu, ketika mengetik pun posisinya harus dari tengah ke kiri dan dari tengah ke kanan. Repot banget kan? Gak kebayang kalau remaja zaman now yang mengalaminya.

Karena mesin ketik tidak mengenal istilah ‘print’, maka pita mesin tik yang mengandung tinta bubuk menjadi barang yang mutlak diperlukan ketika mengetik dokumen. Dan ketika pita mesin tik habis yang menyebabkan tulisan tidak jelas, maka mereka biasanya akan repot mengganti pita dengan membuka kap penutup mesin ketiknya.

Atau yang lebih membuat kesal adalah jika pita tersangkut di dalam mesin ketik dan biasanya hanya orang-orang tertentu saja yang bisa membetulkannya.

Nah, ini nih yang paling sering dialami oleh generasi zaman old ketika menggunakan mesin ketik. Karena tuts mesin ketik terdapat jarak yang cukup ‘lowong’ antara satu huruf dengan huruf lain, maka tidak heran jika salah satu jari akan masuk dan terjepit di antara lubang jarak tuts-tuts mesin ketik. Bahkan yang sudah lihai mengetik pun masih saja bisa terperangkap dengan jebakan lubang-lubang sempit tersebut.

Meskipun sederhana, mesin ketik adalah salah satu alat yang paling penting ketika menulis dokumen untuk segala keperluan kantor atau pribadi. Jadi, siapa nih yang masih punya mesin ketik jadul di rumah?