Cinta monyet, orang-orang biasanya bilang begitu. Rasa menggebu-gebu yang lahir di masa SMA, yang katanya momen tak akan terlupa hingga tua. Apalagi jika sosok yang mencuri hatimu kala itu adalah salah seorang dari teman sekelasmu sendiri.
Nah, bernostalgia sejenak, deretan momen berikut pasti pernah kamu alami saat naksir dengannya, teman sekelasmu itu.
Sejak rasa itu hadir, bangun pagi bukan lagi momok bagimu. Kamu seolah tak sabar hendak lekas tiba di sekolah, menemukan sosoknya. Tak jarang, kamu bahkan berharap bel pulang sekolah berbunyi melewati jadwal semestinya, supaya kamu dapat lebih lama bersamanya.
Dia menjadi faktor utama mengapa kamu berubah menjadi begitu awas dengan penampilanmu. Misalnya, kamu yang terkesan pecicilan malah jadi begitu necis. Kamu berharap dia menyadari perubahanmu tersebut. Pokoknya, bagaimanapun caranya agar dia tertarik padamu.
Kamu mulai belajar lebih keras, mengasah bakatmu lebih maksimal, ataupun semakin aktif dalam organisasi. Kamu ingin menunjukkan padanya bahwa kamu mempunyai suatu nilai lebih, yang akan membuatnya terkesan. Dengan kata lain, dia punya poin yang dapat dibanggakan pada teman-temannya jika memiliki sosok spesial sepertimu.
Kamu mengakali sebisa mungkin untuk dapat satu kelompok dengannya. Kamu berharap hubungan kalian menjadi lebih intens seiring dengan frekuensi interaksi tersebut. Bahkan, kamu rela deh dapat jatah tugas lebih, apalagi jika ternyata dia adalah andalah di kelompok kalian. Nah, bisa sekalian modus, nih.
Kamu sengaja memilih tempat duduk yang memungkinkanmu untuk dapat curi-curi pandang padanya saat belajar. Dia seolah angin segar saat kepalamu terasa mau meledak dijejali dengan materi. Jujur deh, kamu pasti sering senyam-senyum sendiri saat menatapnya kan? Atau malah pernah ditegur oleh guru karena kedapatan tak memperhatikan pelajaran? Duh.
Dibalik sukacita tersebut, pastinya kamu juga resah apabila kelak malah berbuat konyol atau diperlakukan dengan tak etis oleh teman-temanmu. Kemudian, diapun merasa risih. Padahal, citra dirimu dimatanya itu seolah harga mati yang kamu jaga habis-habisan selama ini. Malu, kesal, sedih, kecewa, bercampur jadi satu. Bebannya terasa berkali lipat, ya.
Seiring waktu, gerak-gerikmu saat naksir dengan teman sekelas tersebut pasti terbaca oleh anggota kelasmu yang lain. Alhasil, kalian mulai saling digoda satu sama lain. Mau mengelak, tapi rasa sukamu memang kentara. Mau mengakui terang-terangan, tapi juga malah malu sendiri. Sabar, ya.
Nah, dia ternyata juga suka padamu, nih. Kalian mulai saling terbuka dengan perasaan masing-masing. Tapi, kamu dan dia justru ragu untuk beranjak dari teman sekelas menjadi sepasang kekasih. Klise sih, terpikir oleh kalian, jika putus pasti jadi canggung sekali saat reuni kelak. Di sisi lain, kalau gak jadian, tapi sudah terlanjur sayang. Dilema ala remaja banget, ya.
Pacaran ataupun cukup berteman saja, pada akhirnya hal tersebut akan berimbas pada responmu saat diundang menghadiri reuni. Kalau kalian masih awet sih, tak masalah. Tapi jika hubungan itu kandas, tentu berinteraksi kembali dengannya malah membuatmu tak nyaman. Apalagi jika kalian terpisah dengan momen menyakitkan, lebih baik gak usah ketemu lagi deh.
Jika diingat-ingat, cinta monyet dengan teman sekelas tersebut lucu juga, ya. Tak sedikit ulah-ulah konyol yang tercipta, bahkan sampai gak habis pikir. Dan, tak terasa, sekarang kalian sudah dewasa. Kalian sudah lebih mampu menyikapi perasaan dengan matang. Apapun yang telah terjadi di masa silam, dapat dipetik sebagai pelajaran untuk masa sekarang, bahkan bekal untuk masa depan, lho.
Nah, ngaku deh, siapa nih yang sempat naksir dengan teman sekelasnya sendiri? Share kisah kalian di kolom komentar, yuk!