Meskipun UNICEF secara aktif mengkapmanyekan #EndViolence atau gerakan perlawanan terhadap kekerasan, namun kasus bullying seakan tidak tidak ada ujungnya. Kali ini korbannya adalah seorang gadis kecil bernama Sophia yang baru berusia 6 tahun.
Kisah Sophia mendapatkan perhatian dari netizen ketika ibunya mengunggah foto si kecil yang terbaring lemah di rumah sakit. Mendapatkan jumlah likes lebih dari 250.000, kisah ini pun diangkat oleh media-media Inggris.
Di-bully secara terus menerus menimbulkan dampak negatif pada perkembangan fisik dan psikisnya. Gadis kecil ini bahkan mengalami muntah-muntah sebanyak 20 kali dalam kurun waktu satu jam. Kasus ini terjadi di Tiverton, Devon, Inggris. Si ibu yang bernama Carrie Golledge menuturkan kisah pilunya.
Carrie menuturkan, pulang dari sekolah, Sophia terus-terusan menangis. Ia juga mengalami kegelisahan yang tak wajar. Sophia selalu merasa cemas ketika harus pergi ke sekolah. Sementara di malam hari, gadis berambut cokelat ini merasakan ada yang tidak enak pada perutnya.
Tidak seperti anak-anak lainnya, Sophia tidak bisa memakan makanan yang ia sukai di sekolahnya. Si pem-bully mengharuskan ia makan makanan tertentu, atau kadang melarangnya memakan sesuatu yang ia inginkan. Semuanya berdasarkan atas kehendak si pem-bully. Bila Sophia menolak, maka tidak ada seorangpun yang diperbolehkan bermain dengannya. Ia pun sendirian tak berteman.
Carrie mulai merasakan ada sesuatu yang salah pada Sophia. Ia selalu menangis tanpa henti sepulangnya dari sekolah. Puncaknya pada akhir musim panas ini, Sophia terpaksa harus absen dari sekolah karena kondisinya yang semakin mengkhawatirkan. Sophia gelisah tidak bisa tidur sepanjang malam dan muntah-muntah. Sophia pun dilarikan ke rumah sakit.
Tidak terima dirinya terus di-bully, Sophia mencoba mengadukan hal ini kepada salah satu staf sekolah. Tapi si staf hanya menyuruhnya untuk bermain dengan temannya yang lain.
Pernah Sophia menceritakan masalah ini kepada salah satu gurunya, tetapi ia malah dimarahi karena ceritanya dianggap hanyalah bualan belaka.
Hal serupa pun dilakukan Carrie. Ia mendatangi Kepala Sekolah untuk mengadukan peristiwa ini, tetapi sayang, tanggapan yang di dapat sungguh mengecewakan. Kepala Sekolah menyarankan agar Sophia diam di dalam kelas saja pada saat waktu istirahat.
“Bukankah itu sama saja artinya menghukum seorang siswa yang menjadi korban bully? Anjuran itu bukanlah penyelesaian masalah,” tutur Carrie geram.
Setelah sekian usaha dilakukan, pihak sekolah berjanji bahwa masalah ini akan dituntaskan saat Sophia kembali ke kelas pada bulan September. Tapi baru sehari ia berada di sekolah, ia kembali pulang sambal menangis. Tubuhnya gemetar dan ia pun muntah-muntah. Ia terjaga sepanjang malam karena perutnya sakit.
Tak tahan dengan situasi ini, Carrie dan suaminya pun akhirnya memutuskan Sophia dan saudaranya pindah sekolah.
“Tak lama setelah kami memindahkannya ke sekolah baru, kesehatannya membaik. Berat badannya bertambah dan ia pun mengalami pertumbuhan pesat. Ia terlihat jauh lebih bahagia saat ini,” cerita Carrie.
“Untuk pertama kalinya dalam setahun, ia mau bercerita tentang apa yang dialaminya di sekolah. Ia bercerita tentang teman-teman bermainnya. Kondisi Sophia telah membaik saat ini, tapi hati saya sedih ketika mengingat putri kami pernah mengalami bullying."
Carrie membagikan kisahnya ini kepada khalayak untuk meningkatkan kewaspadaan para orang tua. Ternyata kasus-kasus serupa banyak terjadi.
“Ada yang bercerita tentang kasus bully yang menimpa anak usia 5 tahun. Saking tertekannya, si anak hampir saja mengakhiri hidupnya. Sungguh menyakitkan ketika saya mendengar kisah ini,” tuturnya.
Carrie kini membuat fanpage di Facebook yang diberi nama ‘Stand with Sophia', mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam melawan bullying.